Ini adalah pengalamanku tahun 2002 lalu yang ingin kubagikan pada para
pembaca. Aku mempunyai seorang teman kuliah cowok bernama Felix. Sedikit
gambaran tentang dirinya, tidak terlalu tinggi, hampir sepantaranku,
berkacamata dan pipinya agak tembem dengan kulit sawo matang. Wajah sih
tidak termasuk ganteng, malah cenderung culun apalagi dengan kacamata
bingkai tebalnya itu. Sifatnya juga tertutup dan kuper, tidak biasa gaul
dengan cewek, kalau bertemu di perpustakaan, kantin atau di areal
kampus lainnya pasti sendirian atau minimal bersama 1-2 temannya yang
cowok. Dia berasal dari Padang dan nge-kost di di sekitar kampus ini.
Karakternya yang unik ini membuatku ingin mengerjainya, aku ingin tahu
apa orang seintrovert itu akan luluh oleh godaan wanita penuh gairah
sepertiku.
Dalam prestasi dia memang biasa-biasa saja, IPK-ku saja lebih tinggi
darinya (bukannya sombong loh). Namun dia mempunyai sebuah bakat yang
menonjol yaitu menggambar, terutama menggambar manusia dan gambar-gambar
versi anime Jepang, wajah dan proporsi tubuhnya pas sekali, aku tahu
hal ini karena seringkali kalau kuliahnya boring dia sembunyi-sembunyi
menggores-goreskan pensil pada kertasnya, di organizernya juga terselip
beberapa hasil karyanya. Pernah suatu kali saking asyiknya menggambar
dia tidak sadar kalau si dosen sedang berjalan di dekatnya, dan
mengambil kertasnya dan mengamat-amati gambarnya lalu berkata
“Wah..wah anda ini lagi jatuh cinta sama siapa ya, sampai dibawa-bawa ke
gambar begini, siapa nih di sini yang rambut panjang dengan kucir ke
belakang” sambil memperhatikan semua mahasiswi di kelas ini.
Kontan satu kelas termasuk aku tertawa-tawa dan saling menunjuk siapa
yang di dalam gambar itu, wajahnya jadi memerah karenanya. Kalau saja
dosennya killer pasti dia sudah dikotbahi macam-macam atau bisa juga
disuruh keluar, untung Bu Yani (si dosen itu) tidak segarang itu, beliau
cuma menyindir dan menegurnya namun beliau juga memuji gambarnya itu
bagus.
Suatu hari pada mata kuliah American Culture and Institution yang
dosennya ‘obat tidur’ aku duduk di belakang dan kebetulan dia juga di
sebelahku sehingga bisa ngobrol dengannya dengan suara pelan.
“Biasa lu nge-gambar dapat ide dari mana aja Lix ?” tanyaku sambil melihat-lihat gambar-gambar di organizernya.
“Kebanyakan sih dari film atau foto-foto Ci, kalo lagi iseng ya gambar, enjoy gitu !”
“Eh…yang ini bagus nih, mirip aslinya, Vivian Hsu kan ?”
“Iya hehehe, modelnya langsung dari orang aslinya tuh” katanya sambil nyengir
“Ciee…mimpi kali yee !” balasku menyikutnya pelan
“Emang lu pernah pakai model asli untuk gambar-gambar lu Lix ?” tanyaku lagi
“Emmm…pernah sih dulu saudara gua, tapi kebanyakan sih gua ambil dari foto ya, abis susah kan cari model”
“Kalau menggambar sampai selesai gini habis waktu berapa lama kira-kira ?”
“Itu tergantung mood juga sih, tapi rata-rata sih setengah jam lah”
“Gini Lix, kalau gua jadi modellu boleh ga ? pengen sih sekali-sekali dilukis gitu, gimana ?” tawarku
“Wah, bener nih Ci ? thanks banget kalau lu mau, kapan nih ada waktu ?”
“Gua sih abis ini ga ada apa-apa lagi, lu sendiri gimana ?”
“Ooo…bagus kalau gitu di kost gua aja gimana ?” jawabnya antusias dengan tawaranku
Singkat cerita, setelah selesai perkuliahan yaitu jam sebelas, aku
mengikutinya ke kostnya, dari kampus kami jalan kaki sekitar sepuluh
menit. Tidak banyak orang di sana, mungkin karena pada jam-jam seperti
ini masih banyak yang kuliah, hanya nampak seorang anak muda sebagai
pembantu, seorang ibu setengah baya yang juga pembantu dan dua orang
penghuni kost lainnya yang semua pria. Kamar Felix bisa dibilang cukup
rapi dibanding kamar pria pada umumnya, di dalam sebuah rak tersusun
beberapa model robot rakitan dan patung-patung kecil tokoh anime, begitu
juga di dindingnya tertempel poster-poster anime dan game.
“Typikal tukang gambar banget nih anak, kacamata dan anime maniac gini”
kataku dalam hati sambil mengamati koleksi-koleksinya sementara dia
sedang ke toilet.
“Ok, Ci bisa kita mulai ga ? Lu mau dilukis gimana ?” tanya Felix yang baru keluar dari toilet
“Oohh..iya tapi omong-omong lu bakal tegang ga kalo ngegambar pakai model nanti takutnya hasilnya jelek”
“Tegang ? ngga lah…emang kenapa harus tegang”
“Soalnya gua mau dilukis agak beda gitu loh”
“Bedanya gimana Ci ? kan lu cuma tinggal diam bergaya aja ya” tanyanya bingung
“Itu loh Lix, lu pernah nonton Titanic ga ? gua maunya digambar seperti itu tuh, gimana ?” jawabku dengan polosnya
Tentu saja dia langsung tercengang dengan permintaanku itu dan wajahnya memerah
“Hah…yang bener lu Ci, maksudlu bugil gitu ?”
“Hh-emm…wearing only this itu loh, gua yakin lu bisa kok” aku lalu
melepaskan satu-satu kancing kemejaku dan memperlihatkan bra-ku
“Ci…lu serius nih, berani kaya gini ?” seakan tidak percaya apa yang dilihat di hadapannya.
Aku tertawa tertahan melihat reaksi amatirannya itu sambil terus
melucuti satu demi satu pakaianku. Matanya seperti mau copot memandangku
yang sudah telanjang di depannya, dari reaksinya aku yakin dia baru
kali ini melihat perempuan bugil secara langsung.
“Nah…gimana Lix ? jangan tegang gitu dong, minum dulu aja deh”
Dia menerima gelas yang kusodorkan dan meminumnya lalu menarik nafas panjang
“Ok dah tenang kan, buktiin dong kalo lu profesional artist, masa
ngeliat tubuh cewek aja nervous gitu hehehe” aku menenangkannya sambil
tertawa kecil
“Ya tegang dong Ci, gua kan ga pernah gambar bugil sebelumnya” jawabnya
terbata-bata, namun dia sudah lebih rileks dari yang tadi. Kulihat
matanya tidak pernah lepas memandangi tubuhku
“Makanya lu harus cari pengalaman baru, supaya pandangan lu tambah luas”
“Gimana bisa kita mulai kan menggambarnya” kataku sambil membaringkan tubuh di ranjangnya
“Bentar Ci” sahutnya lalu mengunci pintu terlebih dulu “kalo ada yang masuk kan berabe”
“Posisi gini gimana ? bagus ga ?” aku berbaring menyamping dengan menopang kepalaku dengan tangan kanan ditekuk
“Kurang Ci, biasa aja, mending lu tumpuk itu bantal buat sandaran tangan
terus duduk bersimpuh, kayanya lebih bagus” pintanya setelah mengamati
sejenak.
“Gini ?” tanyaku mengikuti arahannya
“Ya, lebih tegak dikit Ci, ya gitu ok” aturnya
Dia duduk di kursi seberang ranjang sana memegang clipboard. Sebelum
mulai dia minum dulu untuk menenangkan diri. Lewat lima menit, dia
geleng-geleng kepala melihat kertasnya, lalu ditariknya kertas itu dan
diremas-remas.
“Kenapa Lix ? gagal ?” tanyaku
“Sory Ci, belum biasa sih jadi ga bagus tadi, sekali lagi yah, sory ngerepotin”
“Ya udah, santai aja, lama-lama juga biasa kok”
Kali ini sepertinya dia sudah lebih enjoy melakukan aktivitasnya,
tangannya bergerak dengan cepat diatas kertas, mengganti-ganti pensil,
mengambil kapas dan penghapus, ibarat Leonardo yang melukis bugil Kate
Winslet di film Titanic itu.
Ternyata jadi model lukisan gini capek juga loh, harus diam terus dan
menjaga ekspresi wajah selama beberapa saat lamanya, semenit jadi
seperti satu jam rasanya.
“Wuiihh…finally !” sahutnya dengan bernafas panjang setelah empat puluh menitan bekerja keras
“Udah Lix ? coba gua liat dong hasilnya sini” pintaku tak sabar ingin melihat hasilnya
Dia berjalan ke sini dan duduk di tepi ranjang memperlihatkan karyanya kepadaku
“Puas ga Ci ? sory yah kalo jelek kan baru kali ini”
Aku mengamat-amati gambar itu sejenak, harus kuakui hasilnya lumayan,
walaupun mukaku terlihat lebih lebar di gambar itu, namun secara
keseluruhan sudah ok. Aku tahu dia terus memandangi tubuh polosku sejak
tadi, tapi kubiarkan saja dia menikmatinya sambil aku melihat gambarnya.
“Hhmm…ga nyesel kayanya gua cape-cape duduk telanjang selama ini yah, ya
ga Lix ?” kataku sambil menolehkan wajah melihatnya yang sedang
memperhatikanku yang tanpa tertutup sehelai benangpun dengan wajah
memerah.
“Eh..kenapa lo Lix, kok ngeliatin gua sampai kaya gitu, belum pernah
liat cewek bugil ya sebelumnya ?” ujarku dengan tersenyum nakal
“Liat aja sih sering Ci, tapi kalau yang beneran baru kali ini, pernah
juga melihat adik gua baru keluar mandi itu juga ga sengaja” katanya
sambil garuk-garuk kepala
“Jadi pegang-pegang badan cewek ga pernah dong ?” tanyaku memancingnya
“Walah apalagi itu Ci, pacar aja belum, mo sama siapa” dengan sedikit terkekeh
“Terus gimana reaksilu ngeliat gua ga pake apa-apa di depan lo gini ?”
“Wah…gimana yah, susah omongnya nih, ya agak shock juga tadi abis baru kali ini” jawabnya gugup
“Ada pikiran macam-macam gitu ngga waktu ngegambar tadi ?” pancingku lagi
“Emmm…macam-macam gimana contohnya Ci ?” tanyanya pura-pura bego atau
memang bego nih, ga taulah, who care, lucu juga aku dengan tingkahnya
ini
“Ya misalnya gini nih” seraya kuraih tangannya dan kuletakkan pada payudara kiriku.
Terasa sekali tangannya gemetaran memegang dadaku, mulutnya melongo tak
sanggup berkata-kata dan mukanya tambah merah saja. Kubimbing tangannya
meremas-remas payudara montokku.
“Mmhh…gitu remasnya, pakai perasaan…putingnya juga”
Dia menuruti apa yang kuajarkan walau masih diam terbengong. Setelah
gemetarnya berkurang aku memulai aksi terusannya, kudekatkan bibirku
padanya hingga saling berpagutan.
“Mulutnya dibuka Lix, jangan kaku gitu, gua ajarin lu cipokan” bisikku dengan nada manja
Dengan agresif lidahku menjelajahi mulutnya, menyapu ke segenap penjuru,
menjilati lidahnya mengajak ikut bermain sehingga pelan-pelan lidahnya
juga mulai aktif mengimbangiku. Tangannya pun tanpa kubimbing lagi sudah
menikmati payudaraku dengan lebih semangat, bahkan kini dia lebih
berani menjulurkan tangan satunya ke belakangku dan mengelusi
punggungku.
Setelah puas berciuman, perlahan aku menarik mulutku, air liur nampak
menetes dan berjuntai seperti benang laba-laba ketika mulut kami
berpisah pelan-pelan.
“Itu tadi namanya Frech Kiss, Lix, udah bisa belum ?”
“Ho-oh, seru banget, lagi dong Ci !” pintanya
“Eiitt…sabar dulu, jangan buru-buru, masih banyak yang lebih seru”
kataku sambil membukakan kaosnya dan melemparnya ke kursi “Lu berdiri
dulu dong, gua bantu buka celananya !”
Dia bangkit dari duduknya dan berdiri di depanku yang duduk di pinggir
ranjang. Kulucuti celananya tanpa menghiraukan reaksinya yang malu-malu,
terutama ketika akan kubuka celana dalamnya.
“Iihh…rese amat sih, minggir sana tangannya, gua bugil di depanlu aja
santai, masa lu yang cowok malu-malu kucing gini !” bentakku pelan
“Iya…iya Ci, sori habis baru pernah nunjukin anu gua ke cewek sih” katanya gugup membiarkan celana dalamnya kuturunkan.
Aku melihat penisnya yang sudah tegang lalu kugenggam dengan jari-jari lentikku.
“Wah, belum maksimal nih ngacengnya, liat aja nanti kalau udah ngerasain mulut gua, pasti ketagihan lu, hehehe…!” pikirku mesum
“Udah gede gini juga masih bilang malu, munafik lo ah !” ujarku sambil mengusapnya.
Kumulai dengan mengecup kepala penisnya dan memakai ujung lidahku untuk
menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun menjalari permukaan benda itu,
sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat penisnya basah oleh
liurku. Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang dipenuhi bulu-bulu,
buah pelirnya kujilati dan yang lainnya kupijat dalam genggaman
tanganku. Beberapa saat kemudian mulutku naik lagi dan mulai memasukkan
benda itu ke mulutku. Kuemut perlahan dan terus memijati pelirnya.
“Aaa..ahhh..geli Ci…uuhhh !” desahnya bergetar
Kulihat ekspresinya meringis dan merem-melek waktu penisnya
kumain-mainkan di dalam mulutku. Kujilati memutar kepala kemaluannya
sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar biasa. Semakin
kuemut benda itu semakin keras dan membengkak. Aku memasukkan mulutku
lebih dalam lagi sampai kepala penisnya menyentuh langit-langit
tenggorokanku. Setelah beberapa lama kusepong, benda itu mulai
berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar. Aku makin gencar
memaju-mundurkan kepalaku mengemut benda itu. Felix makin merintih
keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya pinggulnya juga bergerak
maju-mundur di mulutku. Tak lama kemudian muncratlah cairan kental itu
di dalam mulutku yang langsung kusedot hingga tuntas. Kulirikan mataku
ke atas melihatnya merintih sambil mendongak ke atas, tangannya
mengucek-ucek rambutku.
Sisa mani yang belepotan di batangnya kujilati hingga bersih, lalu aku
merebahkan diriku di ranjang dan menarik tangannya agar berbaring
menindihku, gambar itu kubiarkan jatuh ke lantai, daripada kusut di
ranjang tergencet tubuh kami nanti.
“Wah…sumpah enak banget tadi itu Ci !” katanya di dekat wajahku
“Itu tadi baru pemanasannya, sayang, kita masih belum beres” kataku sambil membelai lembut rambutnya
“Yuk, sekarang nyusu aja dulu sambil istirahat” suruhku memberi syarat padanya untuk melumat payudaraku
“Gua isep sekarang yah Ci” katanya dengan kedua tangan sudah mencaplok sepasang payudaraku.
Aku mendesis dan tubuhku menegang merasakan mulut Felix mulai beraksi di
payudaraku. Bongkahan dada kananku dia jilati seluruhnya hingga basah,
lalu dikenyot-kenyot di dalam mulutnya. Kepalanya kudekap erat pada
payudaraku. Selesai dengan yang kanan kini dia melakukan hal yang sama
terhadap yang kiri yang sejak tadi dia remasi dengan tangannya. Kedua
payudaraku jadi basah oleh liurnya. Tangannya mulai berani menyusuri
lekuk-lekuk tubuhku, pantatku yang sekal dia elus-elus sambil terus
menyusu. Kuraih telapak tangannya yang lagi mengelus pantatku dan
menggiringnya ke vaginaku.
“Disini lebih hangat kan, Lix ?”
“Iya hangat Ci, sedikit basah gitu”
“Coba lu masukin jarilu lebih dalam lagi ke situ, pelan-pelan aja”
Dua jadinya pelan-pelan memasuki liang kenikmatanku, melewati dinding yang bergerinjal-gerinjal.
“Sekarang coba lu gosokin daging kecil yang…ahhh !!” aku tak tahan untuk
tak mendesah sebelum selesai menjelaskan karena sensasi yang
ditimbulkannya, Felix sudah terlebih dulu mengepit benda itu diantara
dua jarinya dan mengusap-usapnya
“Kenapa Ci ? sakit ?” tanyanya polos
“Nggak…enak terusin Lix, itu yang namanya klitoris, daerah rangsangan cewek, ayo gituin lagi !!”
Dia melanjutkan usapannya pada klitorisku dan semakin lama semakin
nikmat. Mulutnya kembali mencaplok payudaraku. Aku menggelinjang
keenakan dengan nafas makin memburu, tanganku mencengkram pundaknya dan
membelai kepalanya.
“Oohh…yess…gitu, i like it…terus…terus !!” desahku sesekali menggigit bibir bawah
Lagi enak-enaknya terbuai tiba-tiba HP-ku berbunyi, sehingga Felix berhenti sejenak melihat asal suara
“HP lu tuh Ci, mau diangkat ?” tanyanya
“Udah ah biarin aja…ayo lagi tanggung nih !” kataku sambil membenamkan wajahnya ke dadaku lagi
Dari ringtonenya aku tahu itu pasti salah satu dari geng-ku, kalau tidak
Verna, Indah, atau Ratna, paling-paling mau ngajak jalan atau ketemuan,
nanti juga bisa.
“Ci, tapi itu…kalo penting…?” tanyanya lagi
“Cerewet, ayo terusin lagi, bukan urusanlu !” bentakku membenamkan lagi wajahnya ke dadaku
Kamipun kembali berpacu dalam nafsu, ringtone HP-ku terus berbunyi
sampai berhenti beberapa saat kemudian. Dia kini lebih ahli melakukan
tugasnya, hisapannya pada payudaraku semakin mantap, pipinya sampai
kempot menghisapnya. Tangannya pada vaginaku bukan cuma mengusap-usap
saja, namun sudah berani menusuk-nusuk sambil tetap memainkan
klitorisku. Sebelum dia membuatku orgasme aku memegang pergelangan
tangannya dan menyuruhnya menarik keluar dari vaginaku. Jari-jarinya
basah sekali oleh cairan kewanitaanku.
Aku mencegahnya waktu dia mau mengelap jarinya itu.
“Jangan dibuang dong, mubazir” cegahku
“Hah, tapi lengket gini Ci, emang mau diapain ?” tanyanya heran
Aku tidak menjawabnya selain mendekatkan telapak tangannya ke mulutku,
kemudian kumasukkan jari telunjuknya ke mulutku, kuemut dengan penuh
perasaan merasakan cairanku sendiri. Tatapan mataku yang binal menatap
wajahnya yang terbengong-bengong dengan tingkahku yang liar.
“Coba Lix, rasain deh sarinya cewek seperti gua tadi !” kudekatkan jari-jari basah itu ke mulutnya
Mulanya dia agak ragu-ragu dan risih mencicipi cairan itu, namun karena
kubujuk terus akhirnya dia pun pelan-pelan menjilati juga cairanku yang
belepotan di jarinya itu.
“Terus..lagi di sebelah sana tuh, belum habis” aku menyemangatinya karena dia ragu-ragu menjilatinya.
“Gimana rasanya ?” tanyaku dengan tertawa tertahan
“Aneh Ci, tapi lama-lama enak juga sih”
Setelah itu aku menyuruhnya rebahan lalu aku naik ke atasnya. Aku
melepaskan kacamatanya lalu menaruhnya di meja kecil sebelah ranjang.
Kami berpelukan erat dan kembali berciuman dengan penuh gelora. Sambil
berciuman tangannya menjalar turun mengelus punggungku dan meremas kedua
belah pantatku. Nafas kami sudah demikian memburu sehingga hembusannya
terasa pada wajah masing-masing. Mulutku merambat ke bawah menciumi
lehernya dan terus ke dadanya, putingnya kucium dan kugigit agak keras
sambil menariknya.
“Aooww…Ci…nakal lu yah…kaget tau !” tersentak kaget dengan gerakan agresifku
Aku tertawa cekikikan karena reaksinya, dasar amatiran, lucu banget ML
sama yang model ginian. Sesaat kemudian aku meraih penisnya dan mulai
mengarahkannya ke vaginaku.
“Selamat yah sebentar lagi lu jadi pria dewasa” ucapku seolah menyalaminya yang sedang menuju saat-saat terakhir keperjakaannya.
Pelan-pelan aku menurunkan badanku hingga benda itu melesak ke dalamku
diiringi desahan kami. Aku melihat wajahnya yang meringis antara rasa
perih dan enak merasakan barangnya dijepit vaginaku. Setelah masuk
setengahnya aku langsung menduduki penisnya dan bless…amblaslah benda
itu seluruhnya ke dalamku. Aku mendesah panjang, begitupun Felix,
matanya melotot dan mengerang merasakan jepitan dinding vaginaku pada
penisnya yang merenggut keperjakaannya.
Aku sengaja mendiamkan sejenak penisnya tertancap padaku supaya dia bisa
beradaptasi dan meresapi saat-saat pertamanya dulu. Kemudian aku mulai
menggoyangkan pinggulku pelan-pelan.
“Enak say ?…eeemmhhh !” tanyaku lirih
“Iya Ci….oohh…enak abis…ughh, mantap !”
Gerakan naik-turunku bertambah cepat secara bertahap, payudaraku mulai ikut bergoyang-goyang seirama goyang badanku.
“Mainin toked gua Lix…ohhh !” pintaku manja sambil menaruh tangan kanannya ke payudaraku
“Aahh..ahhhh…yang keras pencetnya !” desahku makin gila bersamaan dengan birahiku yang makin tinggi
Hentakan badanku makin keras sampai kepala penis itu terkadang
menyodok-nyodok rahimku. Keringat pun bercucuran pada tubuh dan wajah
kami apalagi kamar ini tidak ber-AC, cuma dipasang exhaust van di atas
pintu. Walaupun aku berusaha agar tidak terlalu gaduh mengingat hari
masih terang dan banyak orang lalu lalang, namun sesekali aku tak kuasa
menahan jeritan kecil kalau hentakannya kencang atau mengenai G-spot ku.
Memang tidak nyaman melakukannya pada saat dan tempat seperti ini, tapi
kalau sudah kebelet ya apa boleh buat, lagipula ada sensasi tersendiri
juga bermain dalam keadaan tidak safe seperti ini.
Tak lama kemudian aku merasakan perasaan yang luar biasa sehingga secara
alami goyangan badanku bertambah kencang, hal ini membuat erangan kami
semakin terdengar. Tanpa mengurangi frekuensi genjotan aku menunduk
melumat bibirnya dengan tujuan meredam suara kami agar tidak mengundang
perhatian. Akhirnya ketika gelombang orgasme menerpa, yang terdengar
hanya erangan tertahan, dengan refleks aku menekan vaginaku hingga penis
itu tertancap maksimal, Felix jadi kelabakan karena aku menghisap
lidahnya dengan kuat ditambah pelukanku yang makin erat. Akhirnya
tubuhku melemas di atasnya dengan penis masih menancap di vaginaku.
Dibelainya rambut dan punggungku dengan lembut
“Ci, itu tadi yang namanya orgasme yah ? gila banjir banget lu tadi, tapi enak, hangat !” komentarnya
“Kamu capek Ci ? udah lemas gini” tanyanya melihatku yang bernafas ngos-ngosan.
“Nggak, lu juga masih kuat kan, sekarang kita ganti gaya yah !” kataku
sambil bangkit dan bertumpu dengan kedua tangan dan lututku
Pinggulku kutunggingkan seakan menantangnya memperlihatkan kemaluanku
yang merah dengan bulu-bulunya hitam yang lebat. Tanpa harus kuajari
lagi Felix menempelkan penisnya pada bukit kemaluanku yang becek. Dengan
mesra dia membenamkan penisnya sedikit demi sedikit.
“Ooohh…yeahh ! fuck me like that…uuhh…i’m your bitch now !” erangku liar
Ronde berikutnya pun dimulai, kami saling memacu tubuh kami dalam posisi
doggy. Sambil menggenjotku, tangannya memijati payudaraku yang
bergelayutan dengan lembut, kupegangi tangannya agar remasannya ke
payudaraku tambah keras, tubuhku kugoyangkan berlawanan arah dengan
sentakannya sehingga sodokan penisnya makin terasa. Tidak sia-sia
ajaranku, ternyata dia tidak mengecewakan seperti perkiraan dulu. Lima
belas menit kemudian, kami berganti posisi lagi, aku telentang di tengah
ranjang membuka lebar kakiku sementara dia tetap dalam posisi
berlututnya diantara kedua pahaku. Sekarang dia yang memegang kendali
tanpa arahan-arahan dariku lagi, kedua betisku dinaikkan ke pundaknya,
tangannya turut aktif menjelajahi tubuhku. Yang kulakukan kini hanyalah
mendesah, menggeleng-gelengkan kepala dan menggigit jari menikmati hasil
pengajaranku. Aku lalu menurunkan kedua betisku itu dan meraih
lehernya, mengisyaratkan agar dia maju menindihku. Kami sudah demikian
hanyut dalam kenikmatan sampai dua SMS yang masuk ke HP-ku pun tidak
mengusik kami. Sambil terus menggumuliku, dia menciumiku di mulut, pipi,
telinga, dan leher
“Ahh-ahhh…Lix, kita coba keluar barengan ya, lu udah mau kan” desahku
sambil mempererat pelukan ketika kurasakan perasan itu sudah mendekat
“Iyah Ci, gua juga udah mau !” jawabnya terengah-engah sambil mempercepat genjotannya.
Kembali aku mengalami klimaks bersamanya yang lebih panjang dari
sebelumnya, tanpa peduli keadaan aku mengerang panjang melepaskan segala
perasaan yang ada dalam diriku. Disaat bersamaan pula, Felix menyusul
ke puncak dengan menyemburkan maninya yang kental ke vaginaku hingga
bercampur dengan lendir kewanitaanku.
“Oouuughh…!” dia pun melenguh panjang mengakhiri permainan ini
Kami berciuman dalam pelukan menikmati sisa kenikmatan hingga akhirnya
terkulai lemas bersebelahan namun masih tetap berpelukan, mata kami
saling pandang satu sama lain tanpa berkata-kata karena masih lelah.
“Ci, lu bakal hamil ngga ntar, takutnya…” tanyanya dengan khawatir
Aku tersenyum dengan pertanyaan polosnya lalu menjawabnya sambil memegang hidung kecilnya
“Ah lu, udah ngelakuin baru tanya akibatnya, tapi tenang, cewek kan ada
masa-masa suburnya dan sekarang gua lagi aman kok, masa gitu aja ga tau
sih ? kaan dulu di biologi ada ?”
“Iya sih, tapi kan prakteknya gua belom gitu jelas, sekarang baru dijelasin ama lu hehehe” dia tertawa renyah
“Eh Ci, gambar yang ini buat gua aja yah, buat kenangan pertama kalinya
gua ngelukis bugil, ntar kalau mau gua gambarin lagi buat lu, please”
pintanya
Aku sih iya-iya saja, toh niatku menggodanya sudah tercapai.
Hari-hari berikutnya, kami beberapa kali bekerjasama membuat ‘karya
seni’. Tidak jarang aku memberi saran mengenai latar dan pose. Kami
saling berbagi pengalaman, aku mendapat pengalaman sebagai model
lukisan, dia pun mendapat banyak wawasan untuk meningkatkan bakat
seninya dan tidak ketinggalan pelajaran seks dan hubungan sosial dariku.
Kini Felix sudah lebih pandai bergaul, tidak sekuper dulu lagi. Bahkan
pernah dia mengutarakan perasaannya padaku, namun sayang aku harus
menolaknya dengan halus, karena aku belum siap mendapatkan pacar lagi
sejak hubungan cintaku di masa lalu kandas tiga kali. Kami tetap
berteman baik hingga kini. Ketika aku lulus beberapa bulan lalu dia
telah mempunyai pacar. Syukurlah, aku pun senang karena bisa membantunya
belajar mengenai hidup dan membuatnya lebih terbuka.
No comments:
Post a Comment