Kisah ini terjadi ketika aku masih SMU, ketika umurku masih 18 tahun,
waktu itu rambutku masih sepanjang sedada dan hitam (sekarang sebahu
lebih dan sedikit merah). Di SMU aku termasuk sebagai anak yang menjadi
incaran para cowok. Tubuhku cukup proporsional untuk seusiaku dengan
buah dada yang sedang tapi kencang serta pinggul yang membentuk,
pinggang dan perutku pun ukurannya pas karena rajin olahraga, ditambah
lagi kulitku yang putih mulus ini. Aku pertama mengenal seks dari
pacarku yang tak lama kemudian putus, pengalaman pertama itu membuatku
haus seks dan selalu ingin mencoba pengalaman yang lebih heboh. Beberapa
kali aku berpacaran singkat yang selalu berujung di ranjang. Aku sangat
jenuh dengan kehidupan seksku, aku menginginkan seseorang yang bisa
membuatku menjerit-jerit dan tak berkutik kehabisan tenaga.
Ketika itu aku belum diijinkan untuk membawa mobil sendiri, jadi untuk
keperluan itu orang tuaku mempekerjakaan Bang Tohir sebagai sopir
pribadi keluarga kami merangkap pembantu. Dia berusia sekitar 30-an dan
mempunyai badan yang tinggi besar serta berisi, kulitnya kehitam-hitaman
karena sering bekerja di bawah terik matahari (dia dulu bekerja sebagai
sopir truk di pelabuhan). Aku sering memergokinya sedang mengamati
bentuk tubuhku, memang sih aku sering memakai baju yang minim di rumah
karena panasnya iklim di kotaku. Waktu mengantar jemputku juga dia
sering mencuri-curi pandang melihat ke pahaku dengan rok seragam abu-abu
yang mini. Begitu juga aku, aku sering membayangkan bagaimana bila aku
disenggamai olehnya, seperti apa rasanya bila batangnya yang pasti kekar
seperti tubuhnya itu mengaduk-aduk kewanitaanku. Tapi waktu itu aku
belum seberani sekarang, aku masih ragu-ragu memikirkan perbedaan status
diantara kita.
Obsesiku yang menggebu-gebu untuk merasakan ML dengannya akhirnya
benar-benar terwujud dengan rencana yang kusiapkan dengan matang. Hari
itu aku baru bubaran pukul 3 karena ada ekstra kurikuler, aku menuju ke
tempat parkir dimana Bang Tohir sudah menunggu. Aku berpura-pura tidak
enak badan dan menyuruhnya cepat-cepat pulang. Di mobil, sandaran kursi
kuturunkan agar bisa berbaring, tubuhku kubaringkan sambil memejamkan
mata. Begitu juga kusuruh dia agar tidak menyalakan AC dengan alasan
badanku tambah tidak enak, sebagai gantinya aku membuka dua kancing
atasku sehingga bra kuningku sedikit tersembul dan itu cukup menarik
perhatiannya.
“Non ga apa-apa kan? Sabar ya bentar lagi sampai kok” hiburnya
Waktu itu dirumah sedang tidak ada siapa-siapa, kedua orang tuaku
seperti biasa pulang malam, jadi hanya ada kami berdua. Setelah
memasukkan mobil dan mengunci pagar aku memintanya untuk memapahku ke
kamarku di lantai dua. Di kamar, dibaringkannya tubuhku di ranjang.
Waktu dia mau keluar aku mencegahnya dan menyuruhnya memijat kepalaku.
Dia tampak tegang dan berkali-kali menelan ludah melihat posisi tidurku
itu dan dadaku yang putih agak menyembul karena kancing atasnya sudah
terbuka, apalagi waktu kutekuk kaki kananku sehingga kontan paha mulus
dan CD-ku tersingkap. Walaupun memijat kepalaku, namun matanya terus
terarah pada pahaku yang tersingkap. Karena terus-terusan disuguhi
pemandangan seperti itu ditambah lagi dengan geliat tubuhku, akhirnya
dia tidak tahan lagi memegang pahaku. Tangannya yang kasar itu mengelusi
pahaku dan merayap makin dalam hingga menggosok kemaluanku dari luar
celana dalamku.
“Ssshhh…Bang” desahku dengan agak gemetar ketika jarinya menekan bagian tengah kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam.
“Tenang non…saya sudah daridulu kesengsem sama non, apalagi kalau
ngeliat non pake baju olahraga, duh tambah gak kuat abang ngeliatnya
juga” katanya merayu sambil terus mengelusi bagian pangkal pahaku dengan
jarinya.
Tohir mulai menjilati pahaku yang putih mulus, kepalanya masuk ke dalam
rok abu-abuku, jilatannya perlahan-lahan mulai menjalar menuju ke
tengah. Aku hanya dapat mencengkram sprei dan kepala Tohir yang
terselubung rokku saat kurasakan lidahnya yang tebal dan kasar itu
menyusup ke pinggir celana dalamku lalu menyentuh bibir vaginaku. Bukan
hanya bibir vaginaku yang dijilatinya, tapi lidahnya juga masuk ke liang
vaginaku, rasanya wuiihh…gak karuan, geli-geli enak seperti mau pipis.
Tangannya yang terus mengelus paha dan pantatku mempercepat naiknya
libidoku, apalagi sejak sejak beberapa hari terakhir ini aku belum
melakukannya lagi.
Sesaat kemudian, Tohir menarik kepalanya keluar dari rokku, bersamaan
dengan itu pula celana dalamku ikut ditarik lepas olehnya. Matanya
seperti mau copot melihat kewanitaanku yang sudah tidak tertutup apa-apa
lagi dari balik rokku yang tersingkap. Dia dekap tubuhku dari belakang
dalam posisi berbaring menyamping. Dengan lembut dia membelai
permukaannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Sementara tangan yang
satunya mulai naik ke payudaraku, darahku makin bergolak ketika telapak
tangannya yang kasar itu menyusup ke balik bra-ku kemudian meremas
daging kenyal di baliknya.
“Non, teteknya bagus amat….sama bagusnya kaya memeknya, non marah ga
saya giniin ?” tanyanya dekat telingaku sehingga deru nafasnya serasa
menggelitik.
Aku hanya menggelengkan kepalaku dan meresapi dalam-dalam elusan-elusan
pada daerah sensitifku. Tohir yang merasa mendapat restu dariku menjadi
semakin buas, jari-jarinya kini bukan hanya mengelus kemaluanku tapi
juga mulai mengorek-ngoreknya, cup bra-ku yang sebelah kanan
diturunkannya sehingga dia dapat melihat jelas payudaraku dengan
putingnya yang mungil.
Aku merasakan benda keras di balik celananya yang digesek-gesek pada
pantatku. Tohir kelihatan sangat bernafsu melihat payudaraku yang montok
itu, tangannya meremas-remas dan terkadang memilin-milin putingnya.
Remasannya semakin kasar dan mulai meraih yang kiri setelah dia
pelorotkan cup-nya. Ketika dia menciumi leher jenjangku terasa olehku
nafasnya juga sudah memburu, bulu kudukku merinding waktu lidahnya
menyapu kulit leherku disertai cupangan. Aku hanya bisa meresponnya
dengan mendesah dan merintih, bahkan menjerit pendek waktu remasannya
pada dadaku mengencang atau jarinya mengebor kemaluanku lebih dalam.
Cupanganya bergerak naik menuju mulutku meninggalkan jejak berupa air
liur dan bekas gigitan di permukaan kulit yang dilalui. Bibirnya
akhirnya bertemu dengan bibirku menyumbat eranganku, dia menciumiku
dengan gemas.
Pada awalnya aku menghindari dicium olehnya karena Tohir perokok jadi
bau nafasnya tidak sedap, namun dia bergerak lebih cepat dan berhasil
melumat bibirku. Lama-lama mulutku mulai terbuka membiarkan lidahnya
masuk, dia menyapu langit-langit mulutku dan menggelikitik lidahku
dengan lidahnya sehingga lidahku pun turut beradu dengannya. Kami larut
dalam birahi sehingga bau mulutnya itu seolah-olah hilang, malahan kini
aku lebih berani memainkan lidahku di dalam mulutnya. Setelah puas
berrciuman, Tohir melepaskan dekapannya dan melepas ikat pinggang
usangnya, lalu membuka celana berikut kolornya. Maka menyembullah
kemaluannya yang sudah menegang daritadi. Aku melihat takjub pada benda
itu yang begitu besar dan berurat, warnanya hitam pula. Jauh lebih
menggairahkan dibanding milik teman-teman SMU-ku yang pernah ML
denganku.
Dengan tetap memakai kaos berkerahnya, dia berlutut di samping kepalaku
dan memintaku mengelusi senjatanya itu. Akupun pelan-pelan meraih benda
itu, ya ampun tanganku yang mungil tak muat menggenggamnya, sungguh
fantastis ukurannya.
“Ayo non, emutin kontol saya ini dong, pasti yahud rasanya kalo diemut sama non” katanya.
Kubimbing penis dalam genggamanku ke mulutku yang mungil dan merah,
uuhhh…susah sekali memasukkannya karena ukurannya. Sekilas tercium bau
keringat dari penisnya sehingga aku harus menahan nafas juga terasa asin
waktu lidahku menyentuh kepalanya, namun aku terus memasukkan lebih
dalam ke mulutku lalu mulai memaju-mundurkan kepalaku. Selain menyepong
tanganku turut aktif mengocok ataupun memijati buah pelirnya.
“Uaahh…uueennakk banget, non udah pengalaman yah” ceracaunya menikmati
seponganku, sementara tangannya yang bercokol di payudaraku sedang asyik
memelintir dan memencet putingku.
Setelah lewat 15 menitan dia melepas penisnya dari mulutku, sepertinya
dia tidak mau cepat-cepat orgasme sebelum permainan yang lebih dalam.
Akupun merasa lebih lega karena mulutku sudah pegal dan dapat kembali
menghirup udara segar. Dia berpindah posisi di antara kedua belah pahaku
dengan penis terarah ke vaginaku. Bibir vaginaku disibakkannya sehingga
mengganga lebar siap dimasuki dan tangan yang satunya membimbing
penisnya menuju sasaran.
“Tahan yah non, mungkin bakal sakit sedikit, tapi kesananya pasti ueenak tenan” katanya
Penisnya yang kekar itu menancap perlahan-lahan di dalam vaginaku. Aku
memejamkan mata, meringis, dan merintih menahan rasa perih akibat
gesekan benda itu pada milikku yang masih sempit, sampai mataku berair.
Penisnya susah sekali menerobos vaginaku yang baru pertama kalinya
dimasuki yang sebesar itu (milik teman-temanku tidak seperkasa yang satu
ini) walaupun sudah dilumasi oleh lendirku.
Tohir memaksanya perlahan-lahan untuk memasukinya. Baru kepalanya saja
yang masuk aku sudah kesakitan setengah mati dan merintih seperti mau
disembelih. Ternyata si Tohir lihai juga, dia memasukkan penisnya
sedikit demi sedikit kalau terhambat ditariknya lalu dimasukkan lagi.
Kini dia sudah berhasil memasukkan setengah bagiannya dan mulai
memompanya walaupun belum masuk semua. Rintihanku mulai berubah jadi
desahan nikmat. Penisnya menggesek dinding-dinding vaginaku, semakin
cepat dan semakin dalam, saking keenakannya dia tak sadar penisnya
ditekan hingga masuk semua. Ini membuatku merasa sakit bukan main dan
aku menyuruhnya berhenti sebentar, namun Tohir yang sudah kalap ini
tidak mendengarkanku, malahan dia menggerakkan pinggulnya lebih cepat.
Aku dibuatnya serasa terbang ke awang-awang, rasa perih dan nikmat
bercampur baur dalam desahan dan gelinjang tubuh kami.
“Ooohh…Non Citra, sayang…sempit banget…memekmu…enaknya !” ceracaunya di tengah aktivitasnya.
Dengan tetap menggenjot, dia melepaskan kaosnya dan melemparnya. Sungguh
tubuhnya seperti yang kubayangkan, begitu berisi dan jantan,
otot-ototnya membentuk dengan indah, juga otot perutnya yang seperti
kotak-kotak. Dari posisi berlutut, dia mencondongkan tubuhnya ke depan
dan menindihku, aku merasa hangat dan nyaman di pelukannya, bau badannya
yang khas laki-laki meningkatkan birahiku. Kembali dia melancarkan
pompaannya terhadapku, kali ini ditambah lagi dengan cupangan pada leher
dan pundakku sambil meremas payudaraku. Genjotannya semakin kuat dan
bertenaga, terkadang diselingi dengan gerakan memutar yang membuat
vaginaku terasa diobok-obok.
“Ahh…aahh…yeahh, terus entot gua bang” desahku dengan mempererat pelukanku.
Aku mencapai orgasme dalam 20 menit dengan posisi seperti ini, aku
melepaskan perasaan itu dengan melolong panjang, tubuhku mengejang
dengan dahsyat , kukuku sampai menggores punggungnya, cairan
kenikmatanku mengalir deras seperti mata air. Setelah gelombang birahi
mulai mereda dia mengelus rambut panjangku seraya berkata
“Non cantik banget waktu keluar tadi, tapi non pasti lebih cantik lagi
kalau telanjang, saya bukain bajunya yah non, udah basah gini”
Aku cuma bisa mengangguk dengan nafas tersenggal-senggal tanda setuju.
Memang badanku sudah basah berkeringat sampai baju seragamku seperti
kehujanan, apalagi AC-nya tidak kunyalakan. Tohir meloloskan pakaianku
satu persatu, yang terakhir adalah rok abu-abuku yang dia turunkan lewat
kakiku, hingga kini yang tersisa hanya sepasang anting di telingaku dan
sebuah cincin yang melingkar di jariku.
Dia menelan ludah menatapi tubuhku yang sudah polos, butir-butir
keringat nampak di tubuhku, rambutku yang terurai sudah kusut. Tak
henti-hentinya di memuji keindahan tubuhku yang bersih terawat ini
sambil menggerayanginya. Kemudian dia balikkan tubuhku dan menyuruhku
menunggingkan pantat. Akupun mengangkat pantatku memamerkan vaginaku
yang merah merekah di hadapan wajahnya. Tohir mendekatkan wajahnya ke
sana dan menciumi kedua bongkahan pantatku, dengan gemas dia menjilat
dan mengisap kulit pantatku, sementara tangannya membelai-belai punggung
dan pahaku. Mulutnya terus merambat ke arah selangkangan. Aku mendesis
merasakan sensasi seperti kesetrum waktu lidahnya menyapu naik dari
vagina sampai anusku. Kedua jarinya kurasakan membuka kedua bibir
vaginaku, dengusan nafasnya mulai terasa di sana lantas dia julurkan
lidahnya dan memasukkannya disana. Aku mendesah makin tak karuan,
tubuhku menggelinjang, wajahku kubenamkan ke bantal dan menggigitnya,
pinggulku kugerak-gerakkan sebagai ekspresi rasa nikmat.
Di tengah-tengah desahan nikmat mendadak kurasakan kok lidahnya berubah
jadi keras dan besar pula. Aku menoleh ke belakang, ternyata yang
tergesek-gesek di sana bukan lidahnya lagi tapi kepala penisnya. Aku
menahan nafas sambil menggigit bibir merasakan kejantanannya menyeruak
masuk. Aku merasakan rongga kemaluanku hangat dan penuh oleh penisnya.
Urat-urat batangnya sangat terasa pada dinding kemaluanku.
“Oouuhh…Bang !” itulah yang keluar dari mulutku dengan sedikit bergetar saat penisnya amblas ke dalamku.
Dia mulai mengayunkan pinggulnya mula-mula lembut dan berirama, namun
semakin lama frekuensinya semakin cepat dan keras. Aku mulai menggila,
suaraku terdengar keras sekali beradu dengan erangannya dan deritan
ranjang yang bergoyang. Dia mencengkamkan kedua tangannya pada
payudaraku, terasa sedikit kukunya di sana, tapi itu hanya perasaan
kecil saja dibanding sensasi yang sedang melandaku. Hujaman-hujaman yang
diberikannya menimbulkan perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.
Aku menjerit kecil ketika tiba-tiba dia tarik rambutku dan tangan
kanannya yang bercokol di payudaraku juga ikut menarikku ke belakang.
Rupanya dia ingin menaikkanku ke pangkuannya. Sesudah mencari posisi
yang enak, kamipun meneruskan permainan dengan posisi berpangkuan
membelakanginya. Aku mengangkat kedua tanganku dan melingkari lehernya,
lalu dia menolehkan kepalaku agar bisa melumat bibirku. Aku semakin
intens menaik-turunkan tubuhku sambil terus berciuman dengan liar.
Tangannya dari belakang tak henti-hentinya meremasi dadaku, putingku
yang sudah mengeras itu terus saja dimain-mainkan. Gelinjang tubuhku
makin tak terkendali karena merasa akan segera keluar, kugerakkan
badanku sekuat tenaga sehingga penis itu menusuk semakin dalam.
Mengetahui aku sudah diambang klimaks, tiba-tiba dia melepaskan
pelukannya dan berbaring telentang. Disuruhnya aku membalikan badanku
berhadapan dengannya. Harus kuakui dia sungguh hebat dan pandai
mempermainkan nafsuku, aku sudah dibuatnya beberapa kali orgasme, tapi
dia sendiri masih perkasa. Dia biarkan aku mencari kepuasanku sendiri
dalam gaya woman on top. Kelihatannya dia sangat senang menyaksikan
payudaraku yang bergoyang-goyang seirama tubuhku yang naik turun.
Beberapa menit dalam posisi demikian dia menggulingkan tubuhnya ke
samping sehingga aku kembali berada di bawah. Genjotan dan dengusannya
semakin keras, menandakan dia akan segera mencapai klimaks, hal yang
sama juga kurasakan pada diriku. Otot-otot kemaluanku berkontraksi
semakin cepat meremas-remas penisnya. Pada detik-detik mencapai puncak
tubuhku mengejang hebat diiringi teriakan panjang. Cairan cintaku
seperti juga keringatku mengalir dengan derasnya menimbulkan suara
kecipak.
Tohir sendiri sudah mulai orgasme, dia mendesah-desah menyebut namaku,
penisnya terasa semakun berdenyut dan ukurannya pun makin membengkak,
dan akhirnya….dengan geraman panjang dia cabut penisnya dari vaginaku.
Isi penisnya yang seperti susu kental manis itu dia tumpahkan di atas
dada dan perutku. Setelah menyelesaikan hajatnya dia langsung terkulai
lemas di sebelah tubuhku yang berlumuran sperma dan keringat. Aku yang
juga sudah KO hanya bisa berbaring di atas ranjang yang seprei nya sudah
berantakan, mataku terpejam, buah dadaku naik turun seiring nafasku
yang ngos-ngosan, pahaku masih mekangkang, celah vaginaku serasa terbuka
lebih lebar dari biasanya. Dengan sisa-sisa tenaga, kucoba menyeka
ceceran sperma di dadaku, lalu kujilati maninya dijari-jariku.
Sejak dari itu, Tohir sering memintaku melayaninya kapanpun dan
dimanapun ada kesempatan. Waktu mengantar-jemputku tidak jarang dia
menyuruhku mengoralnya. Tampaknya dia sudah ketagihan dan lupa bahwa aku
ini nona majikannya, bayangkan saja terkadang saat aku sedang tidak
‘mood’ pun dia memaksaku. Bahkan pernah suatu ketika aku sedang mencicil
belajar menjelang Ebtanas yang sudah 2 minggu lagi, tiba-tiba dia
mendatangiku di kamarku (saat itu sudah hampir jam 12 malam dan ortuku
sudah tidur), karena lagi belajar aku menolaknya, tapi saking nafsunya
dia nekad memperkosaku sampai dasterku sedikit robek, untung kamar
ortuku letaknya agak berjauhan dariku. Meskipun begitu aku selalu
mengingatkannya agar menjaga sikap di depan orang lain, terutama ortuku
dan lebih berhati-hati kalau aku sedang subur dengan memakai kondom atau
buang di luar. 3 bulan kemudian Tohir berhenti kerja karena ingin
mendampingi istrinya yang TKW di Timur Tengah, lagipula waktu itu aku
sudah lulus SMU dan sudah direstui untuk membawa mobil sendiri.
No comments:
Post a Comment