I. Les Yang Menyenangkan
Jam 15:15. Aku berpikir sejenak, berarti tadi itu aku
dibantai sampai hampir 2 jam di gubuk tukang tambal ban itu. Aku sudah berada
di depan pintu rumahku sekarang. Setelah memasukkan mobil ke dalam garasi
rumah, aku mengambil nafas panjang untuk mengumpulkan kekuatan. Kemudian aku
turun dari mobilku, dan aku sudah membayangkan akan segera tidur pulas karena
capai yang amat sangat ini.
Masih terasa sekali, sisa rasa sakit bercampur ngilu pada
selangkanganku ketika aku melangkahkan kakiku. Kedua kakiku ini juga masih
lemas dan sedikit gemetar. Tapi aku harus segera mandi, membersihkan badanku
sebersih bersihnya, lalu tidur mengistirahatkan tubuhku yang sudah hancur
hancuran diperkosa oleh 7 orang tadi. (kisah bb)
Suasana rumah sepi sekali, dan ketika aku terus melangkah
sampai ke depan pintu kamarku, aku tertegun melihat sepasang sepatu, sepatunya
Cie Stefanny.
Aduh, aku baru ingat kalau harusnya aku les sejak jam satu
siang tadi. Aku segera masuk ke dalam kamarku. Tak ada siapa siapa di dalam
sini, tapi pintu kamar mandiku yang tertutup dengan suara gemericik air dari
dalam sana melenyapkan kebingunganku. Aku menaruh tas sekolahku di atas meja,
dan duduk di kursi menunggu Cie Stefanny keluar dari kamar mandi.
Aku memandangi ranjangku agak lama, dan aku mulai menyadari
keadaan sprei ranjangku sepintas memang rapi, tapi kalau diperhatikan
permukaannya terlalu banyak lipatan tak beraturan seperti sprei yang belum
disetrika saja.
Apakah karena Cie Stefanny tadi sempat tiduran di ranjangku?
Mungkin saja, karena gorden kamarku sekarang ini tertutup. Tapi kalaupun iya,
seharusnya sprei itu tidak sampai lecek di sana sini seperti ini.
‘Klik’, pintu kamar mandiku terbuka, dan Cie Stefanny yang
keluar dari sana sedikit terkejut melihatku.
“Hai… sudah pulang ya Eliza”, Cie Stefanny menyapaku. ©kisahbb
“Iya, aduh sori ya Cie, tadi…”, kata kataku terhenti ketika
aku terlalu tertarik untuk memperhatikan keadaan Cie Stefanny.
Wajahnya merah segar walaupun ada kesan sedikit capek
ditambah nafasnya yang ngos ngosan. Bajunya agak kusut, semua kancing baju itu
juga tidak terpasang, memperlihatkan kaus merah muda di dalamnya yang membalut
ketat tubuh Cie Stefanny. Rambutnya yang panjang dan biasanya selalu indah
tersisir rapi itu kini terlihat sedikit awut awutan. Sungguhpun begitu, Cie
Stefanny masih tetap terlihat begitu cantik.
“Eliza?”, tanya Cie Stefanny sambil memandangiku, membuatku
tersadar kalau aku sudah terlalu lama memperhatikannya. (kisah bb)
“Oh… itu Cie, anu… Cie Cie cantik sekali”, aku tergagap
panik dan berusaha menjawab apa saja.
Sadar dengan apa yang baru saja kuucapkan, aku jadi malu
sekali. Tapi belum sempat aku bereaksi lebih lanjut, tiba tiba aku sudah berada
dalam pelukan Cie Stefanny yang melingkarkan tangannya di belakang bahuku.
“Eliza… thanks ya udah bilang Cie Cie cantik…”, kata Cie
Stefanny perlahan. ©kisahbb
Hangat dan nyaman sekali pelukan ini, membuatku memejamkan
mata dan balas memeluk Cie Stefanny begitu saja. Kulingkarkan tanganku pada
pinggang guru lesku yang hanya sedikit lebih tinggi dariku ini, dan kusandarkan
kepalaku pada pundaknya.
Tiba tiba aku menggigit bibirku sendiri ketika kurasakan
rangsangan pada kedua puting payudaraku.
Oh, aku baru sadar, sekarang ini aku tidak mengenakan bra.
Berpelukan seperti ini, kurasakan kedua payudara kami saling menekan.
Akibatnya, tekanan ini langsung mengenai kedua putingku yang tak terlindung bra
ini, dan hal ini langsung menyengat perasaanku.
“Mmmh… Cie…”, tanpa sadar aku merintih ketika pelukan Cie
Stefanny itu makin erat.
“Kenapa Eliza…”, tanya Cie Stefanny pelan sambil melonggarkan
pelukannya, dan sekarang kami berdua saling beradu pandang.
Aku tak mengerti apa yang terjadi dengan diriku. Bertatapan
seperti ini dengan Cie Stefanny, mendadak gairahku kembali meninggi. Sesaat
kemudian aku sudah menerkam Cie Stefanny yang menjerit kecil karena terkejut.
Berikutnya aku menjatuhkan dan menidih tubuh mungil guru lesku ini di atas
ranjangku.
Entah dapat kekuatan dari mana, kini aku sudah berhasil
mencengkram kedua pergelangan tangan Cie Stefanny dan menekankan keduanya di
atas ranjangku.
“Aduh… Eliza… kamu kenapa mmphhh…”, kata kata Cie Stefanny
terputus saat aku memagut bibirnya yang memakai lipgloss itu dengan sepenuh
hatiku. ©kisahbb
Aku merasakan Cie Stefanny mencoba meronta, tapi aku
bertekad tak akan melepaskannya. Kedua telapak kakiku kukaitkan pada kedua
pergelangan kaki Cie Stefanny, dan aku melepaskan pagutanku dari bibirnya
sesaat untuk kemudian mencumbui wajah guru lesku yang cantik ini.
“Ohh… Eliza…”, Cie Stefanny merintih.
Akhirnya tak ada lagi perlawanan yang dilakukan oleh Cie
Stefanny. Ia menatapku dengan sayu, membuat jantungku semakin berdegup kencang.
Aku kembali memagut bibir Cie Sefanny, dan sekali ini ia sudah mau membalas
ciumanku ini.
Maka kulepaskan cengkraman tanganku dan kaitan kakiku dari
Cie Stefanny. Setelah beberapa saat aku mencumbui wajah guru lesku ini dengan
penuh gairah, kini kami sudah bergumul dengan panas di atas ranjangku. Beberapa
lamanya kami saling pagut dan berpelukan dengan mesra. Desahan dan rintihan
kami berdua memenuhi kamarku, dan kami baru saling melepaskan ketika sama sama
kehabisan nafas.
“Eliza… kamu nakal ya…”, kata Cie Stefanny sambil menatapku
dengan muka cemberut, tapi jelas sekali ia sedang menahan senyumnya. (kisah bb)
Aku menjawab dengan menyusupkan wajahku di antara belahan
dada Cie Stefanny. Senang rasanya ketika Cie Stefanny memeluk kepalaku dan
mengusap rambutku. Rasanya nyaman sekali, seperti mengobati kelelahanku setelah
tadi siang aku harus pasrah melayani tujuh orang yang ramai ramai memperkosaku
di tempat tukang tambal ban itu.
“Cie…”, aku mengguman pelan.
“Ada apa Eliza?”, tanya Cie Stefanny lembut.
“Hari ini, Cie Cie mau ya, menginap di sini?”, tanyaku
sambil mendongak dan menatap wajah guru lesku ini dengan penuh harap.
“Kenapa? Kok tumben sih kamu jadi aneh gini, Eliza?”, sekali
ini Cie Stefanny menatapku heran.
“Mmm… besok aku ada ulangan bahasa Inggris, dan ada bahan
yang aku belum bisa Cie”, kataku mencoba memberi alasan.
Sesungguhnya aku hanya ingin Cie Stefanny menemaniku hari
ini. Aku ingin terus memeluknya, mencumbuinya, dan bahkan kalau mungkin
bercinta dengannya. Entah mengapa Cie Stefanny hari ini terlihat amat
menggairahkan bagiku. Dan aku sudah membayangkan malam ini aku akan bercinta
dengan Cie Stefanny, walaupun mungkin sebaiknya nanti itu aku dan Cie Stefanny
sama sama menahan lenguhan saat menikmati percintaan kami, supaya tak ketahuan
oleh keluargaku.
“Iya Cie Cie ajarin, tapi nanti malam Cie Cie pulang ya… Cie
Cie kan nggak bawa baju…”, Cie Stefanny menawar permintaanku dengan ragu. ©kisahbb
“Nggak usah Cie, please… Temani aku ya Cie, kan Cie Cie bisa
pakai bajuku…”, aku mulai merengek.
“Duh… Kamu aneh deh hari ini, Eliza… Biasanya kan kamu nggak
pakai minta ditemanin segala seperti ini… Ya udah, terserah kamu”, kate Cie
Stefanny sambil tersenyum, manis sekali.
“Thanks ya Ciee…”, aku langsung meluapkan kesenanganku
dengan kembali memagut bibir Cie Stefanny sejadi jadinya.
“Mmmhh…”, Cie Stefanny mendesah, tubuhnya menegang sesaat,
tapi kemudian mengendur dan pagutanku kembali berbalas.
Kini ciuman kami semakin panas, apalagi Cie Stefanny sudah
pasrah dengan kenakalanku. Ia membiarkan lidahku menjelajahi mulutnya, dan
sekarang ini kurasakan lidahku saling mengait dengan lidah Cie Stefanny.
Setelah beberapa saat kami saling mencumbu, tiba tiba Cie
Stefanny membalik posisi kami hingga sekarang ia yang menindihku. Aku hanya
menurut dan memejamkan mata, pasrah menunggu apa yang akan dilakukan guru lesku
ini padaku.
“Eliza…”, desah Cie Stefanny di antara nafasnya yang
memburu.
“Iya Cie…”, aku membuka mataku dan menatapnya.
“Kalau kita seperti ini terus, kapan kamu mau belajar?
Katanya besok kamu ada ulangan…”, bisik Cie Stefanny.
“Mmm… bentar Cie…”, kataku sambil memeluk dan balik menindih
tubuh Cie Stefanny.
Kini aku menyusupkan wajahku di pundak kiri Cie Stefanny.
Bau harum dari rambut Cie Stefanny yang tergerai di depanku ini membuatku tak
ingin segera melepaskan guru lesku ini. Aku terus bermanja manja di pelukan Cie
Stefanny sambil mencium rambutnya.
“Ih… kamu kenapa sih…”, Cie Stefanny menggodaku. ©kisahbb
“Mmm… aku suka wangi rambutnya Cie Cie…”, aku asal menjawab
sambil memeluk Cie Stefanny.
Kalau saja aku tidak ingat liang vaginaku sekarang ini penuh
dengan sisa sperma para pemerkosaku tadi, juga pahaku yang berlumuran sperma
itu, aku pasti sudah melucuti pakaianku sendiri dan juga pakaian Cie Stefanny,
lalu bercinta dengannya. Tapi kini aku lebih baik mandi keramas membersihkan
tubuhku.
“Cie… Eliza mandi dulu ya…”, aku berbisik di telinga Cie
Stefanny. (kisah bb)
“Mmm…”, Cie Stefanny hanya mengguman, mirip sekali sepertiku
ketika sedang dalam keadaan terangsang dan malas diajak bicara.
Aku mati matian menahan gairahku yang menggelegak ini dan
aku beranjak dari tubuh Cie Stefanny. Kubiarkan guru lesku ini terbaring di
atas ranjangku, dengan dadanya yang naik turun sesekali. Mungkin Cie Stefanny
sendiri juga sedang berusaha menahan gairahnya, membuatku sedikit malu juga
setelah berbuat ‘nakal’ pada guru lesku ini.
Sambil menggigit bibir menahan senyum, aku segera mengambil
pakaian dalamku dari lemari, lalu aku segera ke kamar mandi. Setelah selesai
keramas, aku menyiram dan membilas seluruh tubuhku dengan sabun cair plus air
hangat. Semua debu dan keringat yang menempel di tubuh ini hanyut terbawa air
shower, dan rasanya nyaman sekali.
Tapi yang pasti aku tak mungkin lupa untuk mencuci sperma
para lelaki yang beruntung menikmati tubuhku siang hari tadi, baik yang kini
sudah mengering di kedua pahaku, dan juga yang masih tersisa di dalam liang
vaginaku yang amat becek ini.
Perlahan kumasukkan satu jariku yang sudah kulumuri sabun
pencuci vagina untuk mengorek semua sisa campuran sperma dan cairan cintaku di
dalam sana, lalu kusemprotkan air hangat sampai liang vaginaku jadi terasa
bersih dan kesat. Setelah memberi cairan pengharum vagina yang juga berfungsi
sebagai antiseptik, aku menghanduki rambutku dan tubuhku.
Lalu aku memakai bra dan celana dalamku. Dan tanpa memakai
baju, aku segera keluar dari kamar mandi, mengunci pintu kamarku untuk
memastikan tak ada gangguan dari luar. Lalu setelah mengambil buku pelajaran
bahasa Inggrisku dari lemari buku pelajaranku, sekarang aku sudah duduk di
sebelah Cie Stefanny yang masih tiduran di ranjangku. ©kisahbb
“Eliza? Kamu…”, Cie Stefanny memandangku sejenak, lalu ia
tersenyum malu dan memalingkan mukanya.
“Cie, ayo… katanya Eliza disuruh belajar…”, kataku dengan
manja sambil memeluk Cie Stefanny.
“Eliza… kamu nakal ya…”, kata Cie Stefanny dan mencubit
kedua pipiku dengan gemas.
“Auww… sakit Ciee… ampun…”, aku mengeluh manja.
Kami berdua sama sama tertawa geli. Berikutnya aku duduk di
sebelah Cie Stefanny, sambil mulai membuka buku pelajaran bahasa Inggrisku.
Setelah menunjukkan beberapa halaman yang menjadi bahan
ulangan besok, terutama bagian yang aku merasa cukup sulit, Cie Stefanny mengambil
buku itu dan memperhatikan halaman demi halaman.
Kini aku malah memperhatikan Cie Stefanny, dan melihat Cie
Stefanny masih memakai pakaian lengkap, aku jadi usil. (kisah bb)
“Cie, aku lepas bajunya ya…”, kataku sambil mencoba melucuti
baju Cie Stefanny.
“E… Eliza… ini…”, Cie Stefanny mengeluh sambil memandangiku,
tapi tak sedikitpun kurasakan ada perlawanan ataupun penolakan dari guru lesku
yang cantik ini.
Aku terus melepas baju Cie Stefany, dan memang Cie Stefanny
sudah pasrah. Ia menurut saja dan mengangkat tangannya ketika aku menarik lepas
baju itu dari tubuhnya. Lalu kulempar baju itu hingga terhampar di kursi meja
belajarku, yang biasanya kupakai duduk selama les dengan Cie Stefanny.
Kaus merah muda ketat yang masih melapisi tubuh Cie Stefanny
kutarik lepas ke atas. Agak sulit aku melepaskan kaus itu karena begitu
ketatnya kaus itu membalut tubuh Cie Stefanny. Aku segera melempar kaus yang
kulucuti dari tubuh Cie Stefanny itu ke tempat yang sama dimana tadi aku
melempar baju Cie Stefanny.
Kini aku melihat kedua payudara Cie Stefanny yang masih
terbungkus bra. Tidak begitu besar, kira kira hanya lebih besar sedikit dari
milikku.
Cie Stefanny hanya menatapku dengan ragu, lalu ia menunduk
sambil tersenyum malu. Aku tak menyia nyiakan kesempatan ini dan segera
melucuti sabuk yang dikenakan Cie Stefanny.
“Oh… Eliza… jangan…”, Cie Stefanny kembali merengek, dan ia
menatapku dengan pandangan memelas.
Tapi aku tak perduli, kini aku berusaha melucuti celana
jeans yang dikenakan Cie Stefanny. Resleting itu sudah kutarik turun dan
kurasakan tubuh Cie Stefanny sempat menegang dan kedua telapak tangan Cie
Stefanny menahan pergelangan tanganku, sepertinya Cie Stefanny tak ingin bagian
bawah tubuhnya kutelanjangi. ©kisahbb
Perlawanan yang jelas jelas hanya dilakukan dengan setengah
hati itu membuatku menggigit bibir dan menatap Cie Stefanny dengan penuh
gairah. Kutarik paksa celana jeans itu dari pinggang Cie Stefanny dan terus
kulorotkan sampai akhirnya lepas dari kedua kakinya yang indah itu.
Aku melempar celana jeans itu ke arah kursi dimana baju dan
kaos Cie Stefanny tergeletak.
“Nah, gini dong baru adil Cie”, kataku sambil meleletkan
lidah.
“Kamu…”, Cie Stefanny memandangku gemas dengan senyum yang
tertahan.
Kini kami berdua sama sama hanya mengenakan bra dan celana
dalam. Baru kali ini aku melihat tubuh Cie Stefanny dengan jelas, begitu
ramping dan indah. Kulitnya putih sekali, mungkin lebih putih dari kulitku,
membuat rambut Cie Stefanny yang lurus dan panjang itu tampak semakin hitam dan
indah.
Bra dan celana dalam warna putih bercampur coklat muda itu
membuat tubuh Cie Stefanny begitu sexy dan menggairahkan. Wajah guru lesku yang
cantik itu merona merah ketika ia menunduk malu, mungkin karena ia melihatku
memperhatikan tubuhnya sampai sebegitunya.
Sempat kuperhatikan, ada beberapa bagian dari kedua pangkal
paha Cie Stefanny yang membekas merah, sepertinya bekas cupangan. Demikian juga
kedua payudaranya Cie Stefanny, ada beberapa bekas cupangan juga. Dan celana
dalam Cie Stefanny juga sedikit basah, mungkin karena sekarang ini Cie Stefanny
sedang terangsang hingga cairan cintanya sedikit keluar membasahi celana
dalamnya itu.
Keadaan Cie Stefanny ini membuatku menduga duga, apakah
leceknya spreiku ini karena Cie Stefanny tadi sempat dipermainkan Wawan dan
Suwito di atas ranjangku? Apakah beberapa bekas cupangan pada tubuh Cie
Stefanny itu adalah hasil dari perbuatan mereka berdua? (kisah bb)
“Kamu kenapa lagi Eliza…”, Cie Stefanny bertanya dengan
curiga dan khawatir. ©kisahbb
“Nggak apa apa Cie… abisnya asyik ngeliatin Cie Cie yang
sexy gini”, aku mendesah dengan penuh gairah sambil kembali menindih Cie
Stefanny, dan ujung rambutku jatuh terhampar di samping wajah Cie Stefanny.
“Eliza boleh kan sayang sama Cie Cie…”, kataku di sela nafasku
yang makin memburu.
“Mmhh… boleh sayang…”, desah Cie Stefanny dengan pasrah dan
menatapku dengan sayu.
Kepasrahan Cie Stefanny membuatku tak tahan lagi untuk
mencumbuinya. Aku membelai pipi kiri Cie Stefanny, lalu mengecup mata dan
bibirnya. Kurasakan tangan kanan Cie Stefanny melingkar di punggungku,
memberikan belaian yang mesra. Aku sangat senang dan mendekap tubuh guru lesku
ini, rasanya nyaman sekali.
“Mmmh… Eliza… kamu kok tiba tiba seperti ini sih… sejak
kapan kamu jadi begini…”, Cie Stefanny merintih ketika aku mencium lehernya.
Aku diam sejenak, ingin rasanya aku menceritakan semua
kejadian buruk yang menimpaku, termasuk penderitaanku siang tadi di tempat
tambal ban itu, tapi aku pikir lebih baik kuceritakan nanti malam saja.
“Aku… nanti aja aku ceritakan Cie… sekarang aku cuma ingin
menyayangi Cie Cie…”, aku berbisik pelan di telinga Cie Stefanny.
“Ooh…”, Cie Stefanny mengeluh pasrah ketika aku melanjutkan
mengulum daun telinganya yang kiri.
Tubuh Cie Stefanny menegang dan mulai gemetar. Cie Stefanny
sudah sangat terangsang akibat perbuatan nakalku ini, dan dadanya terlihat naik
turun mengiringi nafasnya yang mulai tak beraturan. Aku sendiri juga sedang
diamuk birahi, yang mengalahkan semua rasa capek di tubuhku. ©kisahbb
“Tapi… kalau kita begini terus… kamu kapan… belajar…”, Cie
Stefanny mendesah terputus putus di sela nafasnya yang memburu.
Meskipun Cie Stefanny bertanya seperti itu, tak ada reaksi
penolakan sedikitpun dari Cie Stefanny. Ia hanya pasrah sambil memejamkan
matanya ketika aku masih terus memberikan rangsangan pada tubuhnya.
Sebenarnya aku sendiri sangat lelah, ingin rasanya tidur
sambil memeluk Cie Stefanny, tapi kata kata tadi itu membuatku sadar kalau
sekarang ini aku masih harus belajar untuk ulangan besok. Maka aku menyandarkan
kepalaku di pundak kiri Cie Stefanny, lalu aku memejamkan mataku sambil
berusaha menekan gairah birahiku yang membara ini.
“Iya Cie, sebentar ya…”, aku mengguman dan tak bergerak
gerak lagi, hanya menikmati empuknya tubuh Cie Stefanny yang berada di bawah tindihan
tubuhku.
Cie Stefanny sendiri juga hanya diam saja, tapi sesekali ia
membelai punggungku. Aku merasa disayang oleh Cie Stefanny, dan itu membuatku
senang sekali.
Setelah beberapa menit, barulah aku mau melepaskan Cie
Stefanny, dan duduk di sampingnya. Cie Stefanny sendiri juga duduk, dan kami
saling berpandangan dengan mesra sambil tersenyum geli. Kini sambil sesekali
tertawa kecil dan saling menggoda, kami berdua membahas apa yang harus
kupelajari untuk ulangan besok.
Yang pasti, aku tahu sejak saat ini, les bahasa Inggris ini
adalah les yang paling menyenangkan di antara semua les yang harus kuikuti. ©kisahbb
-x-
II. Akibat Mencari Jawaban
“Sekarang bagaimana, anak nakal? Kamu ini udah bisa dan
sangat siap untuk ulangan besok. Terus… masa Cie Cie masih harus menginap di
sini?”, tanya Cie Stefanny dengan senyum menggoda.
“Ciee… pleasee… temani aku yaa… sehari iniii aja…”, aku
merengek manja sambil merangkul Cie Stefanny.
“Iya iya… Tadi Cie Cie juga udah mau kok. Tapi… kamu hari
ini benar benar aneh, Eliza…”, guman Cie Stefanny sambil membelai rambutku.
Aku menatap Cie Stefanny dengan mesra, lalu perlahan aku
menyandarkan kepalaku di payudara Cie Stefanny yang masih terlindung bra ini.
Rasanya aku tak ingin hari ini segera berakhir, aku masih ingin bermanja manja
lebih lama di pelukan Cie Stefanny.
“Ko Melvin nggak marah kan Cie kalau aku sayang sama Cie
Cie…”, tanyaku bermaksud menggoda.
“Nggak, Cie Stefanny udah putus sama Melvin”, kata Cie
Stefanny membuat aku seperti mendengar petir di siang bolong.
“Apa…”, tanyaku tak percaya.
“Udah nggak usah bicarain hal itu. Liat nih, gara gara kamu,
pakai nelanjangin Cie Cie segala, sekarang perut Cie Cie mulas nih. AC kamarmu
dingin sekali sih… aduh…”, keluh Cie Stefanny sambil memegangi perutnya yang
rata dan indah itu. ©kisahbb
“Aduh… maaf ya Cie… ya udah Cie Cie ke WC dulu aja”, aku
tertawa geli dan beranjak ke lemari bajuku.
Aku mengambilkan satu set baju milikku untuk Cie Stefanny,
baju rumah yang santai, lengkap dengan bra dan celana dalamku. Kuberikan semua
itu juga handuk cadanganku, dan Cie Stefanny beranjak dari ranjangku ke kamar
mandi di kamarku ini.
“Cie…”, kataku tiba tiba, membuat Cie Stefanny menghentikan
langkahnya dan menoleh ke arahku, dan tanpa berkata apapun aku langsung memeluk
Cie Stefanny dan memagut bibirnya dengan penuh rasa mesra. (kisah bb)
Aku senang sekali karena pagutanku kembali berbalas, dan
kami berciuman dengan panas untuk beberapa saat lamanya, sampai akhirnya kami
saling melepaskan pagutan ini dengan nafas yang tersengal sengal.
“Udah dong Eliza… Bisa bisa Cie Cie nggak jadi ke kamar
mandi nih kalau pacaran sama kamu terus”, kata Cie Stefanny sambil cemberut,
dan sesaat kemudian kami berdua tertawa geli.
“Iya deh Cie… oh iya Cie Cie nggak boleh sungkan sungkan
lho… pakai aja shampoo dan sabunku ya… nanti aku kasih bonnya kok”, kataku
sambil duduk di ranjangku dan menatap Cie Stefanny dengan senyum usil.
“Oh gitu ya… awas kamu nanti ya… dasar anak nakal…”, kata
Cie Stefanny sambil melirikku dengan ekspresi wajah kesal, dan setelah kami
sama sama tertawa geli Cie Stefanny masuk ke kamar mandi.
Aku tersenyum, rasanya senang sekali hari ini Cie Stefanny
mau menginap di sini.
Sekarang jam 17:30. Sebentar lagi papa mamaku, juga kokoku
akan segera pulang. Setelah berpikir sejenak, aku memutuskan untuk mencari
jawaban tentang leceknya sprei ranjangku, sekaligus menanyai kedua pembantuku
itu, apa yang telah mereka perbuat terhadap Cie Stefanny.
Maka aku mengenakan baju rumah yang kuambil dengan asal
pilih, lalu aku turun ke bawah menuju ke kamar mereka untuk mencari mereka
berdua.
Tanpa mengetuk pintu, kubuka kamar mereka, dan kutemukan
Wawan dan Suwito di dalam sana. Mereka terlihat agak terkejut melihat
kedatanganku yang memasang muka kesal.
“Ada apa non”, tanya mereka nyaris berbarengan.
“Kalian… apa yang tadi kalian lakukan ke guru lesku? Nggak
cukup ya kalian sehari hari memperkosa aku, sampai guru lesku ini juga kalian
perkosa?”, tanyaku dengan kesal.
Entah Cie Stefanny masih virgin atau tidak, tapi kalau sampai
keperawanan Cie Stefanny terenggut oleh kedua maniak ini, bukankah aku jadi
ikut merasa bersalah?
“Lho non, tadi itu kami memang main main sebentar dengan
guru lesnya non. Tapi kami nggak sampai ngeseks kok”, jawab Wawan dengan muka
tak bersalah. ©kisahbb
“Lalu kalau nggak ngeseks, kenapa badan Cie Cie itu bisa ada
bekas merah merah? Memangnya main mainnya kalian itu seperti apa?”, aku
setengah membentak, entah mengapa aku tak rela kalau membayangkan Cie Stefanny
dipermainkan oleh mereka berdua.
“Non, jangan marah dulu, biar kami jelaskan”, kata Suwito
yang beranjak berdiri lalu mendekatiku.
Ketika Wawan melakukan hal yang sama, aku sadar akan terjadi
sesuatu terhadap diriku. Aku mencoba untuk mundur supaya aku berada di luar
kamar ini, tapi Suwito lebih cepat, ia sudah menutup pintu kamar ini.
“Kalian mau apa?”, tanyaku dengan panik.
“Lho non ini gimana? Tadi non nanya, gimana kami main main
sama guru lesnya non”, kata Suwito sambil cengegesan.
“Tadi itu begini ceritanya non… tiap hari Kamis jam setengah
tiga itu biasanya non kan sudah selesai les, jadi kami mau menemani non tidur
siang. Eh nggak tahunya bukan non yang ada di sana, tapi guru lesnya non itu
yang lagi tidur”, kata Wawan, yang begitu kata katanya selesai langsung
mendekapku erat.
“Eh… jangan sekarang Wan…”, aku mencoba meronta, aku tak
ingin bermain seks menjelang pulangnya papa dan mamaku, apalagi di atas ada Cie
Stefanny.
“Tenang aja non, sekarang non berbaring dulu lah”, kata
Wawan sambil menyeretku ke ranjangnya, lalu ia membaringkan tubuhku di atas
ranjang.
“Kalian jangan gila, papa mamaku sebentar lagi pulang
mmpphh…”, kata kataku terhenti ketika Wawan melumat bibirku.
“Ini awalnya kami main main sama guru lesnya non. Selagi dia
tidur, Wawan duduk di sebelah kanannya, terus langsung cium cium seperti itu”,
kata Suwito yang kulihat juga sedang mendekatiku.
Kata kata Suwito ini membuatku sadar kini mereka sedang
memperagakan apa yang tadi mereka lakukan terhadap Cie Stefanny untuk
menjelaskan semuanya padaku. Gilanya, aku malah terangsang dan pasrah menunggu
apa yang akan mereka lakukan.
“Guru lesnya non terbangun, meronta sebentar, tapi kedua
tangannya saya tangkap seperti ini”, kata Suwito sambil meraih kedua
pergelangan tanganku, lalu disatukan di atas kepalaku dan ia memegang dengan
erat sampai aku tak bisa bergerak lagi, hanya kakiku yang masih bebas, namun
jelas tak ada artinya karena aku malah mulai menikmati ketidakberdayaanku untuk
menggerakkan kedua tanganku ini.
“Nah, terus saya lepasi kancing bajunya”, kata Wawan sambil
melepasi kancing bajuku. ©kisahbb
Lalu tanpa berkata apa apa lagi, Wawan mulai membelai dan
menciumi payudaraku, membuatku mendesah perlahan. Tangan Suwito yang satunya
membekap mulutku, sungguhpun itu adalah hal yang tidak perlu karena aku tak
akan menjerit.
Tapi aku tahu Suwito memang ingin ‘merekonstruksi’ apa yang
tadi diperbuat olehnya terhadap Cie Stefanny. Demikian juga dengan Wawan. Aku
sedang dijadikan model peraga mereka berdua untuk menerangkan bagaimana mereka
tadi melecehkan Cie Stefanny.
Sungguh kurang ajar perbuatan mereka ini, tapi jujur saja
aku benar benar menikmatinya. Kalau tadinya aku kesal karena mereka kurang ajar
terhadap Cie Stefanny, kini aku malah semakin bergairah membayangkan Cie
Stefanny tadi diperlakukan seperti ini.
Tiba tiba kurasakan sedikit rasa sakit bercampur geli pada
bagian payudaraku. Ternyata Wawan sedang sibuk mencupangi kedua payudaraku. Aku
jadi semakin terangsang dan menggeliat perlahan, kedua kakiku kutekuk sedikit
hingga telapak kakiku sepenuhnya menempel pada ranjang ini, lalu kutekankan ke
bawah untuk menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhku.
“Jangan berteriak ya non”, kata Suwito kepadaku, dan sambil
melepaskan pegangannya pada kedua telapak tanganku, kepalaku ditekan, menuntun
aku melakukan gerakan mengangguk.
“Nah, setelah guru lesnya non mengangguk, saya lepasin”,
kata Suwito sambil melepas bekapannya pada mulutku.
Aku langsung mendesah karena Wawan menyupangi kedua
payudaraku, dan ia mulai menyusu bergantian pada kedua puting payudaraku dengan
rakus. Sementara itu Suwito melepas celananya, mengeluarkan senjatanya dan
menyodorkan ke arah mulutku.
“Diisep non”, perintah Suwito. ©kisahbb
Tangan si Suwito bergerak meraih kepalaku, dan menekan
kepalaku ke arah selangkangannya. Kini aku mengoral penisnya Suwito, sementara
Wawan menyibak rok yang kukenakan, lalu ia sudah sibuk menyupang kedua pangkal
pahaku, bergantian.
Aku mulai gemetar menahan nikmatnya rasa geli yang bercampur
sedikit sakit ini. (kisah bb)
Sementara Suwito sendiri dengan bersemangat memompa mulutku
sambil tangannya meraih payudaraku yang sebelah kiri, dan ia meremas dengan
seenaknya, kadang lembut, kadang kasar dan menyakitiku.
“Mmph..”, aku merintih ketika remasan pada payudaraku begitu
kuat dan menyakitkan.
Kedua pangkal pahaku sudah basah oleh air ludah Wawan, dan
pasti sudah ada bekas cupangan di sana sini. Kini aku sudah tahu bagaimana bisa
ada bekas cupangan di kedua payudara dan paha Cie Stefanny.
Tiba tiba kurasakan jilatan pada selangkanganku yang masih
terbungkus celana dalam ini. Aku menggeliat lemah, dan tak ada yang bisa
kulakukan selain terus memberikan servis oral pada Suwito, yang entah kenapa
cepat sekali hari ini dia sudah mencapai puncak.
“Ooh… non Elizaa… sepongan non memang nomer satuu…”, Suwito
meracau dan melolong, tubuhnya menggigil tanda penisnya sudah akan
berejakulasi.
Penis itu berkedut dan menyemprotkan cairan sperma ke dalam
mulutku, hanya sedikit. Aku cepat menelan semuanya, sudah bosan hari ini aku
merasakan genangan cairan sperma dalam mulutku. Setelah aku melaksanakan
‘kewajibanku’ untuk mengulum penis itu sampai bersih, Suwito terduduk lemas di
bawah sana, sementara Wawan masih sibuk menjilati celana dalamku hingga makin
basah saja. ©kisahbb
“Ya, kami baru sebentar menemani guru lesnya non, tiba tiba
kami dengar suara mesin mobilnya non, jadi kami keluar dari kamar non dan lewat
belakang, supaya tidak ketahuan non”, kata Suwito sambil cengengesan sambil
menyulut sebatang rokok dan mulai menghisapnya.
“Ohh… sudah, hentikan… katanya kalian udah keluar… harusnya
sekarang kan sudah selesai…”, aku merintih ketika Wawan masih saja meneruskan
cumbuannya pada liang vaginaku.
Aku tak heran melihat Wawan tak perduli. Ia malah mengait
bagian bawah celana dalamku, pastinya dengan jarinya, lalu setelah menarik
bagian bawah celana dalamku hingga liang vaginaku terpampang di hadapannya,
dengan rakus ia mencucup liang vaginaku, membuatku menggelepar keenakan.
Walaupun aku minta Wawan menghentikan perbuatannya, aku
sendiri sama sekali tak berusaha untuk melepaskan diri, meskipun aku bebas
bergerak. Aku malah pasrah dijadikan barang mainan oleh kedua pembantuku ini.
Suwito sudah asyik mencucup puting payudaraku yang kiri
setelah menaikkan braku sedikit, membuatku semakin tak berdaya dan memilih
menikmati semua ini, walaupun aku sadar di atas itu ada Cie Stefanny yang
mungkin akan bertanya tanya kalau aku tidak segera kembali ke sana.
Deru khas mesin mobil papaku di depan rumah menyelamatkanku
dari pergumulan lebih lanjut dengan kedua pembantuku ini. Wawan dan Suwito
segera melepaskanku, lalu mereka keluar untuk membuka pintu gerbang, tentunya
setelah mereka mengenakan baju seperlunya. Aku sendiri dengan panik segera
keluar dari kamar ini sambil membetulkan letak braku yang sudah tak karuan, dan
aku terus berlari menaiki tangga belakang menuju ke kamarku sambil
mengancingkan bajuku.
-x-
III. Makan Malam
Jantungku masih berdegup kencang. Aku masuk ke dalam kamarku
dan mengunci pintu. Ternyata Cie Stefanny masih berada di kamar mandi. Aku
duduk di ranjangku sambil mati matian berusaha menekan gairahku yang masih amat
tinggi setelah tadi aku dipermainkan kedua pembantuku di kamar mereka tadi.
Aku sudah tahu penyebab leceknya sprei ranjangku ini.
Ternyata benar seperti dugaanku, Cie Stefanny tadi sempat menjadi korban dua
pembantuku yang sudah keranjingan menikmati tubuh gadis Chinese.
Aku tahu Papa mamaku sudah pulang, kokoku juga harusnya
sudah pulang, karena sebentar lagi kami aka makan malam. Maka aku terus
berusaha untuk tak memikirkan semua hal yang bisa membangkitkan gairahku
terhadap Cie Stefanny. Lebih baik aku bertemu dengan semua keluargaku dalam
keadaan yang wajar, bukan dalam keadaan bergairah seperti ini. ©kisahbb
‘Klik’, pintu kamar mandiku terbuka, dan Cie Stefanny keluar
dengan rambut terurai, sedikit basah.
Sungguh Cie Stefanny terlihat begitu cantik sexy di mataku.
Aku memandangnya dengan tatapan mesra dan kagum, sementara Cie Stefanny sendiri
setelah bertatapan denganku, menunduk dan tesipu malu.
Oh, ingin sekali aku memeluk Cie Stefanny, mencumbuinya
lagi, tapi aku mati matian menahan diri karena aku tahu masih banyak waktu
untuk itu nanti malam. Dan sekarang ini lebih baik kalau aku tidak terus
terusan membakar tubuhku dengan gairahku sendiri, supaya nanti aku punya cukup
tenaga untuk bercinta dengan Cie Stefanny.
“Cie, nanti makan sama sama ya Cie, tapi seadanya aja… nggak
apa apa ya?”, aku bertanya sambil duduk di atas ranjangku, sekalian
mengistirahatkan tubuhku sejenak.
“Duh Eliza… makanya kamu ini, sekarang Cie Cie jadi nggak
enak…”, keluh Cie Stefanny dengan bingung.
“Yee, kenapa pakai nggak enak sih? Nggak apa apa lah Cie…”,
jawabku sambil berpikir.
Aku baru sadar, berarti nanti Cie Stefanny akan bertemu
kokoku.
Sebenarnya mereka ini sempat berpapasan ketika Cie Stefanny
akan pulang setelah les selesai, tepat ketika kokoku memasukkan mobil ke dalam
garasi. Waktu itu, Cie Stefanny tidak melihat kokoku, tapi kokoku melihat Cie
Stefanny dari dalam mobilnya. Dan setelah Cie Stefanny pergi, kokoku waktu itu
bilang kepadaku kalau Cie Stefanny itu cantik sekali.
Sekarang ini Cie Stefanny udah putus dari pacarnya yang
bernama Melvin itu. Jadi aku nggak merasa bersalah kalau aku ngenalin Cie
Stefanny dengan kokoku. Dan kalau kami makan di rumah, mereka berdua akan
bertemu muka untuk pertama kalinya. Lalu nanti aku akan mengatur mereka duduk
bersebelahan.
Oh, senangnya kalau kelak ternyata mereka berdua bisa
menjadi pasangan, berarti Cie Stefanny akan menjadi Cie Cie iparku.
“Iih… anak nakal, kenapa kamu senyum senyum?”, tanya Cie
Stefanny sambil mendekatiku dan dari gerak gerik tubuhnya aku tahu Cie Stefanny
akan melakukan sesuatu terhadapku.
Rupanya tadi itu tanpa sadar aku tersenyum membayangkan
semua itu.
“Rahasia!”, kataku sambil tersenyum geli dan meleletkan
lidah. (kisah bb)
“Auuw… ampun Cieee”, aku mengeluh kesakitan ketika Cie
Stefanny mencubit lenganku.
“Nggak ada ampun, kamu hari ini nakal sekali”, kata Cie
Stefanny sambil tertawa, dan mencubit lenganku yang satunya dengan gemas. ©kisahbb
“Aduuh…”, aku mencoba menghindar dengan menjatuhkan badanku
ke ranjang, tapi tak kusangka Cie Stefanny malah menyergapku, dan sekarang ini
ia menindihku. Untuk beberapa saat lamanya, kami saling bertatapan, dan tanpa
ampun lagi gairahku langsung naik cepat.
“Eliza…”, Cie Stefanny berbisik mesra padaku, terlihat
sekali Cie Stefanny sendiri sedang diamuk gairah.
Bisa ditebak, selanjutnya kami sudah berciuman dengan panas.
Aku memeluk Cie Stefanny erat erat dan kami saling memagut bibir seperti
layaknya sepasang kekasih. Kupejamkan mataku menikmati semua ini, bibirku
kubuka perlahan menerima air ludah Cie Stefanny.
Kutelan semuanya dengan cepat, lalu aku menyusupkan lidahku
ke dalam mulut Cie Stefanny. Tubuhku bergetar ketika lidahku terjepit oleh
bibir Cie Stefanny. Aku semakin melayang ketika kurasakan lidahku disedot masuk
ke dalam mulut Cie Stefanny, tak ada yang bisa kulakukan selain merintih mesra.
Pelukanku melemah seiring semakin sulitnya aku bernafas. Cie
Stefanny sendiri juga tersengal sengal, dan kami saling melepaskan diri. Tapi
Cie Stefanny dengan nafasnya memburu, mulai melepasi kancing bajuku. Dengan
penuh gairah aku sendiri juga melakukan hal yang sama, aku sudah tak sabar
untuk bercinta dengan Cie Stefanny.
‘tok tok tok…’, suara pintu kamarku yang diketuk membuat
kami berdua berhenti.
“Eliza, ayo turun, waktunya makan malam…”, aku mendengar
suara mamaku.
“Iya maa…”, aku cepat menjawab.
Batal saling menelanjangi, Cie Stefanny dan aku dengan panik
langsung berusaha mengancingkan semua kancing baju kami masing masing, dan juga
merapikan rambut kami yang sedikit awut awutan ini.
“Sudah ditungguin semua lho… Mama tunggu di bawah ya,
Eliza…”, kata mama lagi.
“Iya ma, Eliza turun bentar lagi…”, aku menjawab lagi. ©kisahbb
Akhirnya kami berdua selesai merapikan baju dan rambut kami
yang sedikit awut awutan ini. Aku dan Cie Stefanny saling pandang dan tertawa
geli, melihat tubuh kami yang bisa bisanya berkeringat di kamar dengan AC
sedingin ini.
Kini kami berdua keluar kamar. Aku menggandeng tangan Cie
Stefanny dan kami berdua berjalan menuruni tangga menuju ke ruang makan.
“Eh… ada temanmu toh… Kamu kok nggak bilang sih Eliza?”,
tegur mamaku.
“Ma, ini kan Cie Stefanny, guru les bahasa Inggrisnya Eliza.
Sorry ya ma, ini tadi Eliza lupa waktu, masih sibuk belajar untuk ulangan
besok, terus Eliza masih ada yang belum bisa. Jadi Cie Stefanny mau menginap di
sini, untuk ngajarin Eliza sampai nanti agak malam”, aku menjawab sekaligus
memberikan alasan mengajak Cie Stefanny menginap di sini, tentunya di kamarku.
Alasan yang benar benar spontan terpikir begitu saja.
Meskipun aku sudah selesai belajar, tapi lebih baik kalau mereka berpikir Cie
Stefanny menginap di sini karena mau mengajariku untuk ulangan besok.
Dengan begitu aku tak usah berpikir keras mencari alasan
mengapa aku mengajak guru lesku menginap, dan lebih lagi, mereka tak akan
menggangguku malam ini, semalam bersama Cie Stefanny yang cantik.
“Suk… Ai… Ko…”, Cie Stefanny menyapa semua keluargaku.
“Oh iya, Stefanny ya, Ai kira teman Eliza… Aduh… kamu
sekarang jadi makin ayu ya… Ai sampai pangling lho… Ini si Eliza kok jadi
ngerepotin, makasih ya Stefanny”, kata mamaku yang tersenyum hangat pada Cie
Stefanny.
“Oh… nggak… nggak apa apa kok Ai, Stefanny suka kok mm…
ngajarin Eliza”, kata Cie Stefanny tergagap dan tersipu malu.
“Ayo Stefanny, duduk dan makan bersama”, ajak papaku.
“Iya, makasih Suk”, jawab Cie Stefanny dengan kikuk. (kisah
bb)
Aku segera memperhatikan kokoku. Ternyata kokoku tak berani
melihat ke arah Cie Stefanny, dan ia malah menunduk, mukanya memerah. Diam diam
aku tersenyum geli melihat hal ini dan sifat usilku segera kambuh. Aku
menggandeng Cie Stefanny yang hanya menurut saja ke kursi di sebelahnya kokoku.
“Ko, disapa sama Cie Cie kok nggak jawab sih? Nggak sopan
ah”, aku pura pura menegur dengan kesal sambil membuka kursi itu supaya di
acara makan malam ini Cie Stefanny duduk di sebelah kokoku.
“Eh… itu… iya… Aku Hengki”, kokoku dengan panik menjawab dan
makin salah tingkah. ©kisahbb
Setelah menatap sekilas ke arah Cie Stefanny, lalu ke
arahku, kokoku segera menunduk lagi sambil tersenyum malu, jelas sekali kalau
kokoku jadi salah tingkah.
“Aku Stefanny”, kata Cie Stefanny dengan suara pelan. Cie
Stefanny menggigit bibirnya sejenak, lalu ia juga menunduk dan tersenyum malu.
“Kok nggak ngajak salaman sih ko? Masa kenalan kok seperti
orang ketakutan gitu… Cie Stefanny ini baik kok, nggak nggigit. Eliza jamin deh
ko”, aku semakin usil menggoda mereka berdua.
“Oh iya…”, kata kokoku dengan suara yang terdengar jelas
gemetar, tapi kokoku berdiri mengulurkan tangannya mengajak Cie Stefanny
bersalaman.
Aku sekuat tenaga berusaha menahan tawa melihat keduanya
bersalaman dengan begitu canggung dan malu malu. Apalagi sekilas aku melihat
papa mamaku tersenyum senyum. Selesai mereka bersalaman, aku tak menduga tiba
tiba Cie Stefanny dengan diam diam mencubit pinggangku.
“Auuw…”, aku mengeluh kaget dan tertawa kegelian.
“Kenapa Eliza?” tanya mamaku heran.
“Enggak apa apa ma, tadi kaki Eliza ada yang nginjak… nggak
sengaja sih”, aku malah makin usil menggoda Cie Stefanny, yang kini sama sekali
tak bisa berbuat apa apa untuk membalasku.
“Duduk sini ya Cie”, kataku sambil ‘membimbing’ Cie Stefanny
untuk duduk di sebelah kokoku.
Sempat aku melihat Cie Stefanny menatapku dengan pandangan
protes, tapi aku tak perduli dan cepat cepat meninggalkan mereka dan duduk di
sebelah mamaku, tentunya dengan perasaan menang di dalam hati melihat Cie
Stefanny yang diam diam menatapku dengan gemas. ©kisahbb
“Kalau gitu kebetulan. Tadinya papa dan mama bermaksud
meninggalkan kokomu di rumah untuk menemani kamu di rumah, sayang. Tapi kalau
ada Stefanny yang menemani kamu, nanti setelah makan kokomu bisa ikut papa dan
mama menginap di hotel ***** malam ini, untuk menemani tamu papa dari luar
kota”, kata papaku.
“Oh ya, nggak apa apa kok Pa”, kataku berusaha untuk
bersikap tenang.
Padahal saat ini aku amat senang dan jantungku berdegup
kencang, membayangkan nanti malam aku bisa bercinta dengan Cie Stefanny sepuas
hati dan tak perlu menahan segala rintihan ataupun lenguhan saat aku tenggelam
dalam kenikmatan bersama Cie Stefanny.
Maka acara makan malam ini dimulai, dan disemarakkan
perkenalan kokoku dan Cie Stefanny yang masih sama sama kuliah ini. Walaupun
tak terlihat banyak mengobrol, aku tahu sekarang ini kokoku pasti senang sekali
bisa berkenalan dengan Cie Stefanny. Papa mamaku juga terlihat suka mengobrol
dengan Cie Stefanny. (kisah bb)
Aku makan dengan tenang, dan tidak terlalu berusaha menggoda
Cie Stefanny dan kokoku, supaya mereka tak semakin canggung selama di meja
makan ini. Tanpa sadar aku sendiri mulai melamunkan keadaanku. Kapan, aku bisa
seperti ini sama Andi?
-x-
IV. Menggoda Cie Stefanny
“Kok melamun, Eliza? Lagi mikirin apa sayang?”, aku tiba
tiba dikagetkan mamaku yang memelukku dari belakang dengan lembut.
“Eh… mama… enggak…”, kataku sambil tersenyum malu dan
memeluk tangan mamaku.
“Ya udah, ayo… sudah selesai belum makannya? Tinggal kamu
yang masih di meja makan.”, kata mamaku, membuatku sadar.
“Ma, Cie Stefanny mana?”, tanyaku sambil mengalihkan
pandanganku ke seputar ruang tamu dan ruangan utama, dan kemudian aku sudah
menemukan jawabannya.
Cie Stefanny, sedang bersama kokoku di sofa ruang utama.
Benar benar pemandangan yang jarang, karena kokoku itu lebih sering bersama
teman teman cowoknya, atau kalau tidak ya sibuk dengan komputernya di kamarnya
sendiri. ©kisahbb
Baru kali ini aku melihat kokoku antusias mengobrol dengan
cewek, dan mereka berdua entah sedang terlibat obrolan apa, yang pasti mereka
terlihat akrab dan penuh canda tawa. Lagi lagi aku tersenyum senang melihat itu
semua.
“Stefanny itu orangnya baik ya, Eliza…”, kata mamaku sambil
melepaskan pelukannya dariku.
“Iya ma, Cie Stefanny itu orangnya baik, sabar, pintar lagi
Ma. Pokoknya Cie Stefanny itu guru lesnya Eliza yang paling baik… auww…”, aku
mengaduh karena kedua pipiku dicubit mamaku.
“Sudah sudah, nggak usah promosi. Mama juga tau kok… kamu
sudah berapa kali bilang kalau kamu senang sekali mendapat guru les seperti
Stefanny”, kata mamaku sambil melihat ke arah kokoku dan Cie Stefanny yang lagi
tertawa di ruang utama.
“Ih mama, gitu juga masa Eliza dicubit… sakit nih”, aku
merajuk manja, walaupun diam diam aku makin senang karena melihat cara mamaku
menatap Cie Stefanny, aku merasa mamaku pasti suka kalau Cie Stefanny itu bisa
jadian sama kokoku.
“Kamu ini sudah besar, masih saja manja seperti anak kecil.
Sudah ayo piring kotornya diangkat”, kata mamaku sambil tertawa.
“Iya ma”, aku segera berdiri, mengangkat piringku dan
membawa ke dapur.
Aku melihat jam, ternyata sudah jam 7:30 malam. Aku
sebenarnya tak ingin segera merebut Cie Stefanny dari kokoku, tapi aku harus
memperlihatkan kalau aku masih harus ‘belajar’ seperti kataku tadi, supaya mama
papaku tidak curiga.
Selain itu, mungkin hal ini malahan bisa membuat kokoku
berusaha mencari Cie Stefanny, semoga…
“Ehm…”, aku sengaja berdehem ketika aku sudah ada di ruang
utama.
Mereka berdua langsung melihat ke arahku, lalu keduanya
tertunduk malu. Sifat usilku kembali kambuh, dan aku jadi semakin ingin
menggoda mereka. ©kisahbb
“Koko ini, tadi aja… disapa Cie Stefanny nggak jawab…
Sekarang aku mau belajar sama Cie Stefanny, eh Cie Cie malah diculik ke sini.
Gimana sih?”, kataku lagi dengan pura pura sedikit kesal.
“Ini… anu…”, kokoku tergagap panik.
Sedangkan Cie Stefanny sempat melotot padaku sekilas, tapi
kemudian ia hanya bisa menunduk dan menggigit bibirnya sambil tersenyum malu
sekali.
“Ya udah, sekarang waktunya Cie Stefanny nemani aku ya,
kalau kalian belum selesai, sekarang tukeran nomer handphone dulu deh, jadi
besok kan bisa dilanjutin”, kataku lagi, sekali ini dengan menahan tawa.
“Oh iya, kalau gitu boleh ya aku simpan nomer handphonemu ya
Stefanny”, kata kokoku sambil mengeluarkan handphonenya. Yee… harusnya kokoku
ini berterima kasih lho sama adiknya ini :p
“Iya boleh”, kata Cie Stefanny dengan suara yang pelan.
(kisah bb)
Aku mati matian menahan geli selagi mereka yang dengan sikap
malu malu bertukar nomer handphone mereka. Ketika mereka saling missed call dan
menyimpan nomer dalam handphone masing masing, aku melihat papa dan mamaku
menghampiri kami semua di ruang utama ini. Maka aku mendekati Cie Stefanny dan
merangkul tangan kanannya.
“Ayo Cie, sekarang sama Eliza dulu, besok besok aja baru
sama koko, lagian koko itu kan udah mau pergi”, kataku sambil meleletkan lidah
ke kokoku.
“Sudah ya, tukar tukaran nomer hanpdhonenya?”, mamaku malah
ikut menggoda mereka berdua
Entah bagaimana keadaan Cie Stefanny, tapi aku tak bisa lagi
menahan geli hingga aku tertawa sambil menutup mulutku melihat kokoku yang
tidak bisa berbuat apa apa selain salah tingkah dengan wajah yang merah seperti
kepiting rebus,
“Kalau sudah, ayo kita pergi. Stefanny, kami berangkat dulu,
titip Eliza ya. Eliza, jangan bikin repot Stefanny ya”, kata papaku berpamitan.
“Oh… iya Suk, Ai”, kata Cie Stefanny yang terus menunduk
malu. ©kisahbb
“Lho lho? Koko kok nggak pamitan sama Cie Stefanny sih?”,
aku memprotes dengan pura pura kesal.
“Oh… itu… Stefanny, aku pergi dulu ya”, kata kokoku dengan
suara yang pelan.
“Iya…”, kata Cie Stefanny dengan suara yang tak kalah
pelannya.
Mereka semua keluar menuju ke garasi, dan aku dengan senang
menarik Cie Stefanny pergi menuju kamarku.
-x-
V. Bercinta Dengan Cie Stefanny
“Eliza… kamu ini nakal sekali ya…”, Cie Stefanny berbisik
dengan suara pelan sekali saat kami menaiki tangga, tapi aku bisa merasakan
kalau Cie Stefanny mengatakan hal itu dengan gemas sekali.
Aku hanya tertawa geli dan terus menuju kamarku. Setelah
kami masuk dan aku mengunci kamar, tiba tiba saja Cie Stefanny memelukku dari
belakang dan menyusupkan kedua tangannya, mencari dan meremas kedua payudaraku
dengan lembut.
“Ouw… Cie…”, aku mengeluh, terangsang.
“Anak nakal… sekarang kamu Cie Cie hukum”, desah Cie
Stefanny di sela nafasnya yang memburu.
“Ampun Ciee…”, aku menggeliat terbakar gairah ketika Cie
Stefanny yang tak melepaskan remasannya pada kedua payudaraku, menarik tubuhku
sampai ke tepi ranjang.
“Enak aja kamu minta ampun… udah bikin Cie Cie malu tadi…”,
kata Cie Stefanny gemas dan memperkuat remasannya pada kedua payudaraku.
“Aduuh… mmmh… malu kenapa Cie…”, aku merintih tapi masih
juga nekat menggoda Cie Stefanny.
“Kamu iniii… masih pakai nanya lagi… awas ya…”, Cie Stefanny
menarikku sampai kami berdua jatuh terduduk di atas ranjangku dan kini tubuhku
ada di pangkuan Cie Stefanny. ©kisahbb
Aku sama sekali tak berniat kabur, kubiarkan Cie Stefanny
memelukku dan meremasi kedua payudaraku.
Malah tubuhku kusandarkan pada Cie Stefanny, dan kupegang
kedua punggung telapak tangan Cie Stefanny yang masih meremasi kedua payudaraku
dengan lembut. Dada Cie Stefanny yang menempel di punggungku membuatku bisa
merasakan degup jantung Cie Stefanny yang begitu cepat. Aku sendiri juga dalam
keadaan yang sama, bedanya aku lebih bisa menguasai diriku, setelah beberapa
kali aku harus pasrah ‘diperkosa’ Sherly dan Jenny. Mungkin gara gara perbuatan
mereka berdua itu, hingga membuatku menjadi suka dengan sesama wanita seperti
ini.
Sudah sejak tadi sebelum les, aku menahan gairahku untuk
bermesraan dan bercinta dengan Cie Stefanny. Sedangkan Cie Stefanny sendiri
tampaknya masih canggung dan malu malu, sama seperti diriku waktu pertama kali
digoda Sherly, lalu Jenny. Aku bisa merasakan tangan Cie Stefanny agak gemetar
waktu meremasi kedua payudaraku ini.
Maka aku memutuskan untuk ‘memaksa’ Cie Stefanny bermesraan
denganku.
Kutarik lepas kedua tangan Cie Stefanny dari payudaraku,
lalu aku membalik badan dan menarik lepas baju rumahan yang kukenakan, tentu
saja kemudian aku juga menarik lepas baju yang dikenakan Cie Stefanny. Mudah
saja aku melakukannya, karena baju rumahanku memang longgar untuk ukuran
tubuhku, sedangkan ukuran tubuh Cie Stefanny sama sekali tak beda dengan ukuran
tubuhku.
Selain itu memang tak ada perlawanan dari Cie Stefanny yang
sudah pasrah. Muka Cie Stefanny semakin merah ketika aku merangkulkan tanganku
ke belakang punggung Cie Stefanny, melucuti bra yang dikenakannya.
“Cie Cie takut ya”, aku berbisik mesra pada guru lesku ini
sambil membuang bra itu ke samping ranjang.
“Mmm… nggak tau…”, Cie Stefanny hanya menggeleng lemah
dengan ragu.
Perlahan aku meraih celana dalam Cie Stefanny dengan kedua
tanganku. Setelah jari jari tanganku mengait bagian celana dalam di kedua
pinggangnya, kutarik lepas ke bawah dengan perlahan. Aku tahu ini akan membuat
Cie Stefanny sangat terangsang, ditelanjangi secara perlahan seperti ini.
“Eliza…”, desah Cie Stefanny.
“Iya Cie…”, aku pura pura perhatian dan bertanya, tapi aku
terus melorotkan celana dalam Cie Stefanny sampai akhirnya lepas dari kedua
kakinya yang indah ini.
“Cie Cie ini mau kamu apain…”, tanya Cie Stefanny dengan
suara bergetar sambil memejamkan matanya.
“Eliza mau liat Cie Cie nggak pakai baju. Boleh kan Cie?”
tanyaku dengan manja. ©kisahbb
Cie Stefanny hanya diam dan menggigit bibirnya.
“Tapi kalau Cie Cie masih virgin, Eliza pasangkan lagi
celana dalam ini, Cie”, kataku sekalian memastikan apakah Cie Stefanny masih
virgin atau tidak. (kisah bb)
“Nggak… Cie Cie udah nggak…”, Cie Stefanny menggeleng lemah,
matanya tetap terpejam.
Aku membuang celana dalam itu ke samping ranjang, lalu aku
merangkak, lututku sengaja kutempelkan di depan selangkangan Cie Stefanny yang
sudah terbaring pasrah di atas ranjangku. Tanpa menindih tubuh Cie Stefanny,
perlahan aku membelai wajah guru lesku yang cantik ini dengan kedua tanganku.
Kurasakan tubuh Cie Stefanny menegang sesaat, tapi kembali melemas.
Dengan nafas yang mulai memburu, aku melanjutkan belaianku
ke bawah, menyusuri leher Cie Stefanny yang mulus dan jenjang ini perlahan,
menggunakan semua ujung jari tanganku. Cie Stefanny hanya mendesah dan matanya
tetap terpejam pasrah.
Kini aku membelai pundak Cie Stefanny, kemudian lengan
bagian luar dan terus ke bawah. Aku menikmati pemandangan di depanku, ekspresi
wajah Cie Stefanny yang seperti menahan sakit, dengan bibirnya yang terkatup
erat sejak tadi itu terbuka sedikit. Aku menemukan telapak tangan Cie Stefanny,
dan setelah kugenggam lembut, kami saling meremas jemari tangan kami.
Aku merentangkan tangan Cie Stefanny, lalu menekuk tangannya
ke atas. Kulepaskan genggamanku, lalu aku menyusuri kulit lengan itu perlahan,
kembali ke bagian dada Cie Stefanny.
“Ohh…”, Cie Stefanny merintih pelan.
“Kenapa Cie…”, tanyaku dengan mesra.
“Kamu nakal… sayang…”, desah Cie Stefanny. ©kisahbb
Aku hanya tersenyum tanpa menjawab, dan jari tanganku terus
kugerakkan melingkari payudara Cie Stefanny. Kini tubuh Cie Stefanny mulai
menggeliat pelan. Aku tahu Cie Stefanny menginginkan sentuhan ataupun
rangsangan pada kedua puting payudaranya, tapi aku sengaja menurunkan belaianku
ke bawah tanpa menyentuh puting payudara Cie Stefanny.
“Mmmh…”, Cie Stefanny merintih dan menatapku seperti kecewa
and memohon, membuatku harus sekuat tenaga menahan gairahku untuk tidak
langsung mencumbui Cie Stefanny.
Sekarang ini aku ingin menggoda Cie Stefanny sampai
terangsang dahulu, supaya nanti ketika kami bercinta, Cie Stefanny tak lagi
canggung ataupun malu malu. Aku yakin ini pengalaman pertama Cie Stefanny
bercinta dengan sesama wanita, dan aku ingat keadaanku dulu. Butuh waktu yang
cukup lama sebelum aku bisa membalas kemesraan Sherly dan Jenny.
Aku ingin Cie Stefanny terbiasa dengan hal ini, supaya nanti
aku bisa bercinta sepuas puasnya dengan guru lesku yang cantik ini.
Kini perut Cie Stefanny yang rata ini kubelai dengan lembut,
sementara pemiliknya hanya bisa menggeliat lemah. Dan ketika belaianku sampai
ke pangkal paha Cie Stefanny, aku sedikit menggerakkan lututku ke depan sesaat,
menekan vagina Cie Stefanny hingga guru lesku ini langsung merintih dan
mendesah, tubuhnya mengejang lemah.
Kemudian aku merangkak mundur, karena aku akan melanjutkan
membelai kedua kaki Cie Stefanny. Tapi tentu saja aku tak lupa menggoda Cie
Stefanny dulu. Tanpa sekalipun menyentuh liang vagina milik Cie Stefanny, aku
menggerakkan jemariku melingkari sekitar bibir liang vagina itu, dan sesekali
kutekan dengan lembut.
“Oooh…”, Cie Stefanny mengerang pelan. ©kisahbb
Ternyata memang itu sudah lebih dari cukup, Cie Stefanny
mulai menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri perlahan, dengan kepalanya
yang sedikit terangkat Cie Stefanny menatapku dengan pandangannya yang memelas,
seperti memohon padaku untuk memberikan sentuhan jariku pada bibir liang
vaginanya.
Aku tak berniat mengabulkan permohonan Cie Stefanny secepat
itu. Aku ingin menggodanya sampai gairahnya benar benar memuncak dan
membangkitkan sisi liar Cie Stefanny. Kini aku mulai membelai kedua paha Cie
Stefanny perlahan sementara Cie Stefanny mulai menggigil terangsang.
Aku tak perduli dan belaian jemariku sudah sampai di ujung
jari kaki Cie Stefanny. Dengan lembut aku menyentuh tiap bagian di antara jari
kaki Cie Stefanny, membuat guru lesku ini semakin menggeliat.
“Eliza… kamu…”, keluh Cie Stefanny, pastinya antara geli dan
terangsang.
Aku menatap Cie Stefanny mesra tanpa menjawab, dan Cie
Stefanny yang dadanya sudah naik turun karena nafasnya yang mulai tak beraturan
itu hanya memalingkan wajahnya yang merona merah, pasrah membiarkan aku
mempermainkan gairahnya sesuka hatiku. (kisah bb)
Aku merasa Cie Stefanny masih terlalu malu untuk
mengekspresikan gairahnya. Tapi aku tak menyerah, aku kembali melanjutkan
belaian jemariku ke atas, dan sekali ini aku mulai menggunakan telapak
tanganku.
Kedua betis Cie Stefanny yang pertama menjadi sasaranku,
kubelai dengan lembut dan akhirnya belaian tanganku sampai ke bagian ke
belakang lutut Cie Stefanny.
“Sshh…”, Cie Stefanny mendesah pelan.
Aku merasakan kedua kaki Cie Stefanny sudah mulai mengejang
perlahan, dan aku melanjutkan ke bagian paha, dan terus ke atas. Aku sempat
membelai bibir vagina Cie Stefanny dengan gerakan seperti tidak sengaja.
“Eliza…”, desah Cie Stefanny sambil menatapku.
“Iya Cie…”, aku menjawab pelan dengan suara yang sedikit
bergetar.
Aku sendiri sebenarnya juga sedang diamuk gairaku sendiri.
Tapi kelihatannya Cie Stefanny sudah tak tahan lagi, tiba tiba ia meraih
tubuhku dan memeluk erat. Belum lagi aku bereaksi, bibirku sudah dipagut dengan
ganas oleh Cie Stefanny.
“Mmmh…”, aku merintih mesra dan membalas ciuman ini dengan
sepenuh hati.
Kudorong Cie Stefanny sampai kembali terbaring di ranjangku.
Kini aku menindih Cie Stefanny, dengan kedua payudara kami saling menggesek dan
sesekali puting payudara kami saling bersentuhan. ©kisahbb
Akibatnya gairah kami makin menjadi jadi. Cie Stefanny
menjepit paha kiriku di antara kedua pahanya, aku sendiri balas menjepitkan
paha kananku hingga kami seperti sedang bergulat. Perlahan kurasakan liang
vagina Cie Stefanny yang sudah mulai membasah itu bergesekan dengan pahaku.
Kini saatnya aku menggoda liang vagina Cie Stefanny. Selagi
kami masih asyik berpagut, kuturunkan tangan kiriku mencari bibir vagina Cie
Stefanny. Begitu jari telunjukku menemukan bibir vagina Cie Stefanny, segera
kucelupkan perlahan.
“Angghk…”, Cie Stefanny melenguh kaget dan menggeliat.
Pelukan Cie Stefanny terlepas. Aku mulai menggunakan tangan
kananku untuk membelai dan meremas kedua payudara Cie Stefanny bergantian. Dan
yang pasti jari telunjuk kiriku terus kudorong masuk sampai terbenam seluruhnya
di dalam liang vagina Cie Stefanny.
Hangat… licin… dan yang terutama denyutan denyutan dalam
liang vagina Cie Stefanny benar benar membuatku makin bergairah dan tanpa bisa kutahan
lagi, tanganku yang masih menempel di atas payudara Cie Stefanny kuremaskan
dengan kuat pada payudara Cie Stefanny hingga guru lesku ini kembali
menggeliat.
“Aduuh… Eliza… sakit…”, keluh Cie Stefanny, dan aku sudah
bisa merasakan nada manja dari suara Cie Stefanny.
“Mana yang sakit Cie…”, tanyaku dengan nada menggoda.
Cie Stefanny menatapku dengan gemas, dan tiba tiba kedua
tangan Cie Stefanny bergerak, dan sekarang kedua payudaraku balik diremas oleh
Cie Stefanny.
“Oooh… Cieee…”, aku mengeluh terangsang. (kisah bb)
Tak hanya remasan yang kurasakan, kini kedua putingku
rasanya seperti terjepit. Aku melihat sejenak, ternyata kedua puting payudaraku
dijepit jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan Cie Stefanny, sementara tiga
jari lainnya memberikan tekanan pada masing masing bukit payudaraku, seperti
sedang meremas saja.
Dan untuk makin menyiksaku, kedua jari tangan Cie Stefanny
itu tak hanya menjepit puting payudaraku, tapi mulai memilin milin hingga aku
mulai merintih dan terangsang hebat. Aku sudah tak tahan lagi, dan aku kembali
menatap Cie Stefanny, kali ini ganti aku yang memelas. ©kisahbb
“Cie… cium Eliza dong”, aku merintih dan memohon, tangan
kananku terkulai lemas ke bawah karena tenagaku sekarang ini entah lenyap ke
mana.
“Iya sayang…”, desah Cie Stefanny, yang kemudian lebih
menekuk siku tangannya hingga tubuh kami kembali menyatu.
Kami kembali saling berpagut mesra, tanpa lupa untuk terus
saling merangsang. Cie Stefanny masih terus mempermainkan kedua payudaraku juga
putingnya, sementara aku kembali meliuk liukkan jari telunjuk tangan kiriku
dalam liang vagina Cie Stefanny.
“Ooh… sayang… kamu nakal…”, Cie Stefanny merintih ketika aku
mempercepat gerakkan jari telunjuk tangan kiriku dan terus mengaduk liang
vagina Cie Stefanny.
“Cie Cie juga…”, aku sendiri juga merintih mesra dan
melingkarkan tangan kananku di belakang bahu Cie Stefanny.
“Ngghh…”, Cie Stefanny melenguh ketika aku menusukkan jariku
sambil mengait dinding liang vaginanya.
Kini Cie Stefanny sudah mulai tak mampu menguasai dirinya.
Tubuhnya tertekuk ke belakang sesaat dan roboh terbaring ke ranjang ketika aku
terus menggoda liang vaginanya. Kedua kakinya tertekuk sedikit, dan sesekali
mengejang. Cairan cinta Cie Stefanny mulai membasahi liang vaginanya. Aku tahu
sekarang ini Cie Stefanny tidak akan merasa begitu sakit kalau aku mengikutkan
jari tengahku untuk mengaduk aduk liang vaginanya.
“Kamu… kamu mau apa Eliza…”, rintih Cie Stefanny ketika
ujung jari tengahku mulai menguak membuka jalan ke liang vaginanya yang sudah
menampung jari telunjukku.
“Nggak apa apa Cie… ini nggak sakit kok…”, aku mendesah
dalam keadaan terbakar gairah dan memang sekarang ini jalan masuk ke dalam
liang vagina Cie Stefanny sudah begitu licin, dan dengan mudah aku mencelupkan
jari tengahku bersama jari telunjukku ke dalam liang vagina guru lesku ini.
“Angghk…”, Cie Stefanny kembali melenguh. ©kisahbb
Aku mendiamkan kedua jariku sejenak supaya Cie Stefanny bisa
beradaptasi. Sementara itu aku beranjak dan berbaring miring di samping Cie
Stefanny, tentu saja dengan kedua jariku yang masih tercelup mengait liang
vagina Cie Stefanny.
“Sakit ya Cie…”, aku berbisik menggoda Cie Stefanny.
“Iya…”, keluh Cie Stefanny dengan manja.
“Tapi enak kan Cie…”, kataku sambil mulai mengaduk liang
vagina Cie Stefanny dengan kedua jariku.
“Auww… iyaah…”, erang Cie Stefanny keenakan dan memiringkan
tubuhnya menghadap ke arahku, dan menggeliat pasrah.
Aku menggunakan kesempatan ini untuk mengecup lembut mata
Cie Stefanny yang terpejam erat. Tak ada lagi perlawanan dari Cie Stefanny yang
kini tubuhnya mengejang hebat dalam pelukanku. Cie Stefanny sudah berhenti
meremasi kedua payudaraku, sekarang ia hanya bisa merintih dan mendesah,
bergulat dengan kenikmatan yang mendera liang vaginanya.
Berulang kali tubuh Cie Stefanny tersentak ketika aku mulai
menirukan gerakan kaki orang berjalan dengan kedua jariku yang masih terbenam
dalam liang vaginanya.
“Aduh… Elizaa… Cie Cie… mau… pipis… ngghhh…”, Cie Stefanny
melenguh panjang, dan tubuhnya mengejang berulang ulang.
Rupanya Cie Stefanny sudah dilanda orgasmenya. Cairan
cintanya membanjir dan membuat liang vagina guru lesku ini begitu becek. Aku
sama sekali tak menurunkan kecepatan adukan jari tanganku pada liang vaginanya
hingga terdengar bunyi kecipak cairan cinta Cie Stefanny yang teraduk aduk itu,
di antara desahan dan lenguhan yang amat sexy dan menggairahkan itu.
“Eliza… sebentar… berhentii… duluu… angghhk…”, Cie Stefanny
terus merengek dan memohon, tapi tak ada yang bisa dilakukan Cie Stefanny
selain melenguh ketika aku malah menyusu pada puting payudaranya yang kiri.
Tubuh Cie Stefanny terus menggelepar dan mengejang, karena
aku sama sekali tak menghentikan adukan kedua jari tanganku di dalam liang vaginanya.
Selain itu aku malah mencumbui kedua payudara Cie Stefanny dengan nakal. ©kisahbb
“Ngghh… sudah… Elizaa… ampun…”, Cie Stefanny melenguh tanpa
daya, tubuhnya mengejang dan tertekuk sexy, kemudian kurasakan cairan cintanya
kembali membanjir, sementara kedua betis Cie Stefanny melejang tak karuan.
Aku kasihan juga melihat Cie Stefanny didera multi orgasme.
Kedua jariku kini kudiamkan terbenam dalam liang vagina Cie Stefanny, menikmati
setiap denyutan otot liang vagina Cie Stefanny.
Kulumanku pada puting payudara Cie Stefanny juga kuhentikan,
kini aku menikmati pemandangan indah di depanku, wajah Cie Stefanny yang
menggambarkan dengan jelas kalau dirinya terangsang hebat, dengan matanya yang
terpejam erat dan nafasnya yang tersengal sengal, sedang pasrah menghadapi
semua kenakalanku.
Tubuh Cie Stefanny berkeringat banyak sekali, dan sesekali
Cie Stefanny mendesah. Aku memeluk guru lesku yang sejak hari ini pasti menjadi
guru les kesayanganku ini.
“Cie… capai ya…”, tanyaku dengan mesra.
“Mmm…”, Cie Stefanny masih terlalu lemas untuk menjawab.
(kisah bb)
Perlahan aku menarik lepas jariku dari jepitan liang vagina
Cie Stefanny. Aku melihat kedua paha Cie Stefanny mengejang tepat ketika ujung
jariku keluar dari jepitan liang vaginanya. Benar benar satu pemandangan yang
membangkitkan gairahku, membuatku ingin menggoda Cie Stefanny.
Perlahan aku bergerak ke arah selangkangan Cie Stefanny.
Selagi mata guru lesku ini masih terpejam, aku mendekatkan wajahku ke liang
vaginanya.
“Ngghkk… auww…”, Cie Stefanny kembali melenguh sejadi
jadinya ketika aku mencucup bibir vaginanya guru lesku ini.
Aku terus menyeruput cairan cinta Cie Stefanny sepuas
puasnya sampai tak tersisa, sementara Cie Stefanny terus menggelinjang kegelian
dan menggelepar keenakan.
“Sayang… Cie Cie udah nggak kuat…”, erang Cie Stefanny
memelas. ©kisahbb
“Udah selesai kok Cie…”, kataku sambil menindih tubuh Cie
Stefanny.
“Ooh…”, keluh Cie Stefanny dengan manja ketika aku
memeluknya mesra.
“Eliza sayang Cie Cie…”, kataku pelan sambil menatap mata
Cie Stefanny dengan sayu.
“Cie Cie juga sayang kamu… anak nakal…”, bisik Cie Stefanny
lemah sambil melingkarkan kedua tangannya ke belakang punggungku.
Belaian tangan Cie Stefanny pada rambutku membuatku makin
merasa nyaman. Aku menyusupkan wajahku di dalam rambut Cie Stefanny yang
terhampar di sisi kiri kepalanya. Walaupun bercampur keringat saat kami
bercinta tadi, baunya wangi menyenangkan, membuatku ingin tidur dalam posisi
seperti ini.
-x-
VI. Cerita Sedih
Agak lama kami saling berdiam diri dalam posisi seperti ini,
kini nafas kami sama sama mulai teratur. Tapi kami masih berpelukan dengan
mesra, dengan posisi tubuhku yang menindih Cie Stefanny. Sesekali aku mencium
bibir Cie Stefanny yang cuma bisa pasrah menghadapi kenakalanku ini. Tapi
setiap ciumanku selalu berbalas, dan aku menikmati belaian tangan Cie Stefanny
pada rambutku dan juga punggungku.
“Eliza… sekarang kamu mau cerita nggak, kenapa kamu hari ini
jadi nakal seperti ini dan mengajak Cie Cie bercinta?”, tanya Cie Stefanny
dengan lembut sambil menyibakkan sebagian rambutku yang tergerai jatuh menutup
keningku.
Aku mengangkat kepalaku, dan mengecup bibir Cie Stefanny
dengan mesra sebelum aku beranjak dari tubuh Cie Stefanny dan berbaring di sisi
kiri Cie Stefanny. Sempat aku menerawang sejenak, baru kemudian aku menoleh ke
kanan menatap Cie Stefanny.
“Tadi, yang Eliza pulang telat itu… waktu Cie Cie memeluk
Eliza…”, aku menguatkan hatiku dan mulai bercerita.
Cie Stefanny tersenyum manis sekali, tapi ia menatapku
dengan sungguh sungguh, terlihat sekali kalau ia siap untuk mendengarkan semua
ceritaku.
“Eliza nggak pakai bra, Cie”, aku menunduk, ingin sekali
menyembunyikan wajahku di belahan dada Cie Stefanny.
“Jadi, tadi itu terasa sekali tekanan dari payudara Cie Cie
di sini…”, kataku pelan sambil menggerakkan tangan kiriku untuk menunjuk ke
arah puting payudaraku.
Cie Stefanny tertegun menunggu kelanjutan ceritaku,
sedangkan aku dengan perasaan yang campur aduk meneruskan ceritaku.
“Eliza tadi nggak pakai bra, soalnya tadi waktu di tempat
tambal ban…”, aku memejamkan mata dan mulai menangis.
“Sayang, kalau kamu nggak mau cerita… jangan dipaksa”, bisik
Cie Stefanny lembut dan memelukku dengan sayang.
“Eliza diperkosa Cie…”, aku berkata di antara tangisku. ©kisahbb
“Oh… sayang…”, kata Cie Stefanny sambil memelukku, dadanya
Cie Stefanny berguncang karena sekarang Cie Stefanny juga menangis.
Aku jadi semakin sedih. Kubenamkan wajahku di belahan dada
Cie Stefanny, lalu aku menangis sejadi jadinya. Hatiku pedih sekali mengingat
nasibku yang sedemikian buruk ini, berkali kali jatuh ke dalam pemerkosaan oleh
berbagai orang, tanpa bisa berbuat apa apa.
Memang aku selalu orgasme dalam setiap perkosaan yang
menimpaku, tapi itu lebih karena aku berusaha untuk tidak makin menyakiti
hatiku dan membuang pikiran kalau aku ini sedang diperkosa. Toh rela ataupun
tidak, tak ada yang bisa kulakukan dan aku tetap akan diperkosa. Maka daripada
aku makin tersiksa, aku memilih pasrah memberikan tubuhku, bahkan aku cenderung
berusaha menikmatinya.
Akibatnya aku malah selalu terangsang dan orgasme di tangan
para pemerkosaku, bahkan tak jarang aku mempermalukan diriku di hadapan mereka.
Sudah berkali kali tubuhku bergerak di luar kendaliku untuk memuaskan hasrat
tubuhku sendiri saat aku ditenggelamkan dalam lautan kenikmatan oleh para
pemerkosaku, membuatku benar benar terlihat seperti perempuan yang kegatalan
atau haus seks, dan juga membuatku tak beda dengan pelacur. ©kisahbb
Tapi kalau dalam keadaan tenang dan akal sehatku berjalan
seperti ini, tetap saja aku merasa sedih sekali merenungkan keadaanku. Entah
sudah sekotor apa diriku ini, yang sudah berkali kali dinodai siraman sperma
dari para pemerkosaku. Aku makin sedih dan tangisanku semakin menjadi. Entah
berapa lama, belaian lembut Cie Stefanny pada rambutku perlahan membuatku
menjadi tenang kembali.
Setelah kami berdua sama sama bisa menguasai diri, aku
membenamkan wajahku di belahan dada Cie Stefanny.
“Eliza…”, kata Cie Stefanny sambil membelai rambutku.
Aku menumpahkan semua isi hatiku dan mulai menceritakan pada
Cie Stefanny, bagaimana aku harus kehilangan keperawananku karena diperkosa
ramai ramai di UKS, kemudian sopir dan dua pembantuku yang jadi keranjingan
menikmati tubuhku.
Aku tidak menceritakan tentang pemerkosaan yang menimpaku di
rumah Jenny, karena aku tak ingin menyangkutkan Jenny yang waktu itu dibantai
bersamaku. Aku juga memilih tak menceritakan kekurangajaran tukang sapu di
sekolah baletku ataupun perselingkuhan Cie Elvira. Aku hanya menceritakan
pertama kalinya aku merasakan berciuman dengan seorang wanita, yaitu Cie
Elvira.
“Jadi sejak itu kamu jadi suka sama sesama wanita ya”, goda
Cie Stefanny.
“Yee… Cie Cie jahat… enggak Cie, belum”, kataku sambil
meleletkan lidah.
“Jadi sejak kapan kamu jadi begini?”, tanya Cie Stefanny
dengan cukup penasaran. ©kisahbb
“Ada teman sekolah Eliza, Cie. Namanya Sherly. Orangnya
cantik sekali, dan suatu hari waktu Eliza ngembalikan buku ke rumahnya, tiba
tiba dia menciumi Eliza…”, kataku sambil senyum senyum sendiri.
“Anak nakal… jadi sekarang Cie Cie kamu jadikan korban
pelampiasanmu ya…”, kata Cie Stefanny gemas sambil mencubit kedua pipiku.
(kisah bb)
“Auww… ampun Cie…”, aku merintih manja.
“Abisnya Cie Cie cantik sih…”, kataku sambil menatap nakal
pada Cie Stefanny sambil memegangi kedua pipiku yang terasa panas akibat
cubitan Cie Stefanny.
Cie Stefanny mengecup kedua mataku mesra, dan aku memejamkan
mataku menikmati cumbuan guru lesku yang cantik ini.
“Nah, lebih parah lagi, suatu hari itu Eliza, Jenny, Sherly,
juga tiga teman Eliza yang lain berlibur. Pertama itu Sherly yang nggodain dan
menciumi Eliza, dan Eliza cuma bisa pasrah. Tapi Eliza nggak nyangka kalau
Jenny melihat semua itu. Dan waktu kami pulang liburan, Jenny juga ikut ikutan
menciumi Eliza. Yah… akhirnya Eliza jadi seperti ini Cie”, kataku sambil terus
menatap Cie Stefanny
Sekali ini Cie Stefanny sudah tak lagi canggung dan mau
balas menatapku dengan mesra selagi aku menceritakan bagaimana aku bermesraan
habis habisan dengan Sherly di vila, kemudian saling melumat bibir dengan Jenny
di depan rumahnya, dan dari awal yang canggung, aku jadi terbiasa untuk
bermesraan dengan kedua temanku ini.
“Terus, kenapa tiba tiba kamu mengajak Cie Cie bercinta… Cie
Cie kan nggak melakukan apa apa selain memeluk kamu…”, tanya Cie Stefanny yang
masih penasaran.
“Kalau puting payudara Cie Cie ditekan seperti ini…”, kataku
sambil beranjak duduk lalu menekan kedua puting payudara Cie Stefanny yang
masih menyembul itu.
“Sshhh…”, Cie Stefanny mendesah pelan.
“Nah gitu deh Cie, terus yang menekan punya Eliza tadi itu
cewek yang cantik seperti Cie Cie. Apalagi Cie Cie terlihat sexy dengan rambut
sedikit basah tadi, ya udah…”, kataku sambil mendekatkan wajahku ke wajah Cie
Stefanny, lalu aku balas mengecup kedua matanya.
“Mmmh… kamu ini nakal ya… Tadi itu Cie Cie sampai kaget
setengah mati waktu kamu menciumi dan menerkam Cie Cie seperti itu. Untungnya
yang memperkosa Cie Cie itu cewek yang cantik seperti kamu, jadi Cie Cie rela
deh…”, kata Cie Stefanny sambil tersenyum manis.
“Cie Cie baru pertama kali ya digodain cewek?”, tanyaku
mencoba menebak.
“Bukan cuma pertama kali digodain cewek. Selama ini Cie Cie
cuma tahu tentang orgasme wanita dari membaca artikel di majalah kesehatan
ataupun internet, tapi baru tadi itu Cie Cie merasakan bagaimana rasanya
orgasme, sayang”, kata Cie Stefanny sambil menggigit bibirnya. ©kisahbb
“Ohh… tapi Cie Cie… oh nggak kok, tadi nggak ada darah”, aku
sempat merasa ngeri kalau kalau ternyata tadi itu aku merenggut keperawanan Cie
Stefanny, tapi aku ingat tak ada bekas darah di jariku, ataupun rasa amis darah
ketika aku menyeruput cairan cinta dari liang vagina Cie Stefanny tadi.
“Cie Cie udah nggak virgin kok sayang… Valentine Day tahun
ini, Cie Cie sudah pernah bersetubuh, lebih tepatnya dipaksa…”, kata Cie
Stefanny sambil menerawang.
“Ko Melvin ya, Cie?”, aku bertanya dengan hati hati.
“Iya… Melvin memaksa Cie Cie, merayu Cie Cie, pokoknya
segala macam cara dan alasan dia pakai, sampai akhirnya Cie Cie luluh, lagipula
waktu itu Cie Cie juga takut kehilangan Melvin”, kata Cie Stefanny datar, tapi
kurasakan kesedihan dalam suara Cie Stefanny.
Aku memeluk Cie Stefanny, ingin sekali aku mengurangi
kesedihan Cie Stefanny.
“Setelah Melvin berhasil membuat Cie Cie menyerahkan tubuh Cie
Cie, Melvin ninggalin Cie Cie begitu saja. Ditelepon selalu sibuk, di SMS nggak
pernah dibalas, kalau ketemu di kampus selalu menghindar, pokoknya Melvin itu
jelas jelas menunjukkan kalau dia menghindari Cie Cie… dan sudah nggak mau
berhubungan lagi dengan Cie Cie…”, kata Cie Stefanny, sekali ini air matanya
meleleh dan Cie Stefanny mulai terisak pelan.
“Akhirnya Cie Cie menyerah, lalu Cie Cie memutuskan hubungan
dengan Melvin. Sakit rasanya, Eliza. Tapi itu adalah yang terbaik”, kata Cie
Stefanny dengan suara serak.
Aku tak tahu harus berkata apa, perasaanku benar benar
campur aduk. Di satu sisi aku amat membenci perbuatan Ko Melvin yang sangat
egois itu, sedangkan di sisi lain aku merasa harapanku semakin besar bisa
terkabul, untuk mendekatkan Cie Stefanny dengan kokoku. Tapi saat ini, aku
hanya bisa ikut sedih dan menangis bersama Cie Stefanny.
Aku terus memeluk Cie Stefanny sampai akhirnya Cie Stefanny
mulai tenang kembali. Sementara itu aku diam dan merenung. Apakah semua laki
laki seperti itu? Apakah Andi juga akan seperti itu?
Beberapa saat kemudian, akhirnya Cie Stefanny sudah bisa
menguasai dirinya, lalu mulai melanjutkan ceritanya.
“Belum lagi hilang sakit hatinya Cie Cie ini, hampir sebulan
kemudian…”, keluh Cie Stefanny dan menceritakan tentang Caroline, adik
perempuan Cie Stefanny yang baru saja berumur 20 tahun, dan masih kuliah
semester V di universitas ternama di Surabaya. ©kisahbb
“Malam itu Cie Cie keluar kamar, mau ambil minuman di
kulkas. Dan waktu itu Cie Cie melihat Caroline berjalan menuju pintu belakang.
Penasaran, Cie Cie ke balik pintu dan mengintip apa yang akan dilakukan
Caroline. Waktu Cie Cie melihat Caroline masuk begitu saja ke dalam kamar para
pekerja mebel di rumah Cie Cie, rasanya jantung Cie Cie ini seperti berhenti”,
Cie Stefanny menghentikan ceritanya sebentar dan memandangku sambil menarik
nafas panjang.
“Cie Cie mendekat dan mengintip dari jendela kamar itu. Di
dalam sana, Cie Cie melihat Caroline digumulin empat pekerja itu, shock rasanya
melihat semua itu Eliza…”, kata Cie Stefanny yang kini jadi menerawang, seperti
sedang membayangkan dan mengingat kejadian itu dalam pikirannya.
“Cie Cie akhirnya masuk ke dalam kamar Caroline, dan duduk
di ranjangnya menunggu dia kembali. Satu jam baru akhirnya Caroline masuk, dan
Cie Cie langsung bertanya tentang apa yang Cie Cie lihat itu. Dan Caroline… dia
menangis dan menceritakan semuanya… Awal tahun ini, dua minggu setelah Caroline
berulang tahun ke 20, ganti Cie Cie yang berulang tahun…”, Cie Stefanny
menunduk sejenak, tapi aku bisa melihat ekspresi wajahnya yang sendu.
“Cie Cie nungguin Caroline, ingin mengajaknya makan kue
ulang tahun pemberian Melvin, tapi Caroline malah pulang tengah malam dari
dugem, dalam keadaan setengah mabuk lagi”, Cie Stefanny kembali menarik nafas
panjang, sekali ini kesedihan yang amat dalam kembali terpancar dari wajahnya
yang cantik.
“Caroline… kamu anak bodoh…”, Cie Stefanny mengeluh dan
mulai terisak. (kisah bb)
Terlihat jelas sekali kalau Cie Stefanny amat kesal dan
sedih. Cie Stefanny menggigit bibir sementara air matanya meleleh.
“Dia takut ketahuan Cie Cie kalau mulutnya berbau alkohol…
dia malah mengambil jalan belakang. Dan waktu itu salah satu pekerja mebel di
rumah Cie Cie melihat Caroline, yang pasti wajahnya merah karena pengaruh
alkohol. Tepat ketika Caroline akan masuk ke rumah dari pintu belakang.
Caroline ditangkap, mulutnya dibekap, lalu dia diseret ke kamar mereka”, kata
Cie Stefanny dengan air mata yang semakin deras membasahi kedua pipinya. ©kisahbb
“Bajingan bajingan itu tahu betul, papa dan mama memang
tidak mengijinkan anak anaknya pergi dugem apalagi pulang larut malam seperti
itu. Mereka sempat bercerita pada Caroline, papa pernah mengobrol dengan
temannya di tempat mereka berkerja, tentang ketidak sukaan papa dan mama
terhadap anak anak jaman sekarang yang suka dugem dan pulang larut malam.”, Cie
Stefanny menggigit bibir sesaat di antara tangisnya.
“Dan di sana Caroline diancam akan dilaporkan ke papa, mama
atau Cie Cie, kalau Caroline nggak mau menuruti nafsu bejat mereka. Caroline…
dia diperkosa dalam keadaan setengah mabuk… dan sampai sekarang Caroline
diperlakukan seperti budak mereka, . Oh… Eliza… kalau saja waktu itu Cie Cie
nggak nungguin Caroline, harusnya ini nggak perlu terjadi…”, Cie Stefanny
menangis dengan penuh penyesalan.
Tak ada yang bisa kulakukan selain menggigit bibir dan
memeluk Cie Stefanny erat erat sambil menangis sedih.
“Dan harusnya Caroline itu nggak perlu takut ketemu sama Cie
Cie waktu itu… Oh Tuhan… kenapa harus jadi seperti ini… Cie Cie merasa bersalah
sekali sama Caroline…”, Cie Stefany memelukku dan tangisannya makin menjadi
jadi, membuat hatiku rasanya seperti teriris karena tak ada yang bisa kulakukan
untuk mengibur Cie Stefanny, juga melihat nasib adik Cie Stefanny yang tak
lebih baik dariku.
-x-
VII. Hampir Tertangkap
Tak ada lagi cerita. Kami berdua tenggelam dalam duka. Tentu
saja aku tak ingin malam ini kami lewatkan dengan menangis dalam penyesalan,
aku mencoba mencairkan suasana ini.
“Cie… Eliza buatin sereal yah”, kataku pelan.
“Nggak usah deh sayang… kok malah ngerepotin kamu…”, jawab
Cie Stefanny.
“Nggak repot kok Cie… kalau repot Eliza juga nggak mau
buatin”, kataku mencoba mengajak Cie Stefanny bercanda. ©kisahbb
“Ya udah anak nakal… kalau kamu nggak repot, Cie Cie mau…”,
kata Cie Stefanny sambil membelai pipiku dengan sayang.
Aku bangkit berdiri dan mengenakan bra dan baju rumahku.
Sebenarnya reflek saja aku mengenakan bra, karena memang aku biasa memakai bra
dan celana dalam walaupun aku berada di dalam rumah. Tapi ketika Cie Stefanny
ikut berdiri dan hendak memakai bra dan celana dalamnya, aku langsung merengek.
“Cie… jangan… Cie Cie nggak boleh pakai…”, aku mendekati Cie
Stefanny dan memegang kedua tangannya.
“Kamu… Sayang… ini kan nggak adil… masa kamu boleh pakai
baju tapi kamu suruh Cie Cie telanjang terus?”, tanya Cie Stefanny dengan pura
pura kesal.
“Eliza kan mau turun. Nanti Eliza juga nggak pakai bra kok…
pokoknya Cie Cie jangan pakai ya…”, aku terus merengek dan pura pura merajuk
sambil memeluk Cie Stefanny yang masih telanjang bulat ini, lalu kupagut
bibirnya dengan sepenuh hati.
“Mmmh…”, Cie Stefanny merintih mesra dan membalas pagutanku.
Setelah puas saling berpagut bibir dengan Cie Stefanny,
barulah aku melepaskan pagutanku, sementara Cie Stefanny menatapku dengan
tatapan orang dewasa terhadap anak kecil yang nakal.
“Cie… Eliza mau turun buatin sereal… Cie Cie kunci pintunya
dulu ya… nanti kalau Eliza udah mau masuk, Eliza panggil Cie Cie… tapi janji ya
Cie Cie nggak boleh pakai baju”, kataku dengan tatapan nakal.
“Kamu ini memang… ya udah… terserah kamu sayang…”, kata Cie
Stefanny sambil tersenyum geli.
Maka aku keluar dari kamarku dan Cie Stefanny langsung
mengunci pintu. Aku tersenyum geli dan turun ke ruang makan, untuk membuat dua
gelas sereal instant yang hangat. Sebenarnya aku sudah lelah dan mengantuk
sekali, tapi tiba tiba saja aku jadi bergairah membayangkan betapa Cie Stefanny
yang sedang telanjang bulat menunggu pasrah di kamarku. Sambil mengaduk kedua
gelas sereal ini, aku memikirkan hal yang membuatku tak sabar untuk segera ke
atas dan kembali bercinta dengan Cie Stefanny.
“Eh?”, aku terkejut ketika kurasakan dua tangan yang
mendekap tubuhku dari belakang.
“Non… kangen…”, suara itu, aku tahu kalau suara itu milik
pak Arifin.
“Mmmhh…”, aku merintih ketika kurasakan remasan yang amat
kuat pada kedua payudaraku. ©kisahbb
Aku berhenti mengaduk sereal di kedua gelas itu, bermaksud
melepaskan kedua payudaraku dari remasan kedua tangan pak Arifin. Tapi ketika
tanganku sudah akan meraih tangan pak Arifin, cengkeraman pada masing masing
pergelangan tanganku menahan gerakan kedua tanganku ini.
Sesaat kemudian, kedua tanganku sudah terentang lebar. Aku
menoleh ke kanan dan ke kiri, mendapati Wawan dan Suwito yang sudah ikut
mengerubutiku dengan pandangan yang sangat bernafsu.
“Eh… apa apaan kalian malam malam gini mpphh…”, omelanku
terhenti ketika Suwito sudah melumat bibirku tanpa ampun. (kisah bb)
Aku mulai panik ketika Wawan sudah mengangkat kaki kiriku
yang kini sudah tertekuk ke atas hingga menempel di perutku. Kancing baju yang
kukenakan sudah dipreteli mereka dengan cepat, sementara tangan kanan Suwito
sudah menyusup masuk ke dalam celana dalamku. Jarinya yang mencari dan dengan
cepat menemukan bibir vaginaku, langsung tercelup masuk dan membuatku
menggeliat mengikuti irama adukan jari tangan Suwito pada liang vaginaku.
Kalau dengan keadaanku yang sudah amat lemas ini masih harus
melayani mereka bertiga sekaligus seperti ini, bisa bisa mereka membuatku
pingsan pingsan. Aku segera berpikir keras mencoba menghindar dari sopir dan
kedua pembantuku yang sudah makin bernafsu untuk menikmati tubuhku ini.
“Engghh… kalian berhenti… besok… aku ini… ada ulangan…”, aku
memohon di antara rintihanku.
Dan mereka memang langsung menghentikan rangsangan mereka
terhadapku. Sekarang mereka sudah melepaskanku, tapi mereka masih
mengelilingiku, membuat jantungku berdebar sedikit lebih keras, membayangkan
apa yang masih akan meleka lakukan terhadapku.
“Yah… non, padahal saya sudah kangen nih”, kata pak Arifin.
“Kangen kangen… ngapain sih kalian ini malam malam gini di
sini?”, aku bertanya dengan setengah kesal.
“Kan ortu dan kakak non lagi pergi, sayang dong kalau nggak
pesta sama non”, kata Suwito sambil kembali meremas payudara kiriku. ©kisahbb
“Udah… berhenti… tunggu besok juga kenapa sih? Sekarang aku
masih mau belajar untuk ulangan besok pagi tau”, kataku sambil menepis tangan
Suwito.
“Yah… kalau gitu cium dulu non sebelum kami tidur”, kata
Wawan yang langsung meraih tubuhku dalam pelukannya dan memagut bibirku dengan
sangat bernafsu.
Aku melemas dalam pelukan Wawan, membiarkan pembantuku ini
melumat habis bibirku. Suwito dan pak Arifin jelas tak mau ketinggalan, mereka
bergiliran melumat bibirku dengan ganas sampai nafasku tersengal sengal.
Dadaku masih naik turun ketika mereka semua selesai
menikmati bibirku. Aku terduduk di kursi, mencoba mengatur nafasku sejenak.
“Non Eliza kok tidak kembali ke atas?”, tanya Suwito
“Menunggu kami cium lagi ya?”, sambung Wawan usil.
Tak ingin bibirku kembali dilumat habis, aku segera bangkit
berdiri. Bukannya aku tak mau, sebenarnya aku suka suka saja diperlakukan
seperti ini oleh mereka bertiga ini, tapi sekarang ini selain aku sudah
kelelahan, di atas Cie Stefanny sudah menungguku.
Aku mengambil mengambil sebuah sendok teh, sebotol kecil
susu kental manis dan sebotol besar air dingin. Bersama kedua gelas sereal
buatanku tadi, aku letakkan semua di atas baki. Tanpa pamit pada mereka, baki
ini kubawa ke atas menuju kamarku.
“Perlu bantuan non?”, tanya Suwito ketika aku sudah di
tengah tangga.
Aku sempat menoleh ke arahnya dan menggeleng tegas, lalu aku
terus berjalan menuju kamarku.
-x-
VIII. Bercinta Lagi Dengan Cie Stefanny
“Cie… ini Eliza…”, aku berkata pelan di depan pintu kamarku.
Pintu kamarku terbuka dan aku segera masuk. Cie Stefanny
yang bersembunyi di balik daun pintu kamarku langsung mengunci pintu. Kutaruh
baki ini di atas meja belajarku, dan kuberikan segelas sereal hangat ini pada
Cie Stefanny, lalu Cie Stefanny kuajak duduk di depan meja belajar. ©kisahbb
“Duh sayang, Cie Cie kira kamu ditangkap pembantu pembantumu
tadi, abisnya kamu kok lama amat nggak kembali kembali”, kata Cie Stefanny.
“Oh, nggak kok Cie… sini… Eliza suapin ya…”, kataku sambil
mulai mengambil sesendok sereal dari gelasku, lalu kusuapkan pada Cie Stefanny
yang hanya tertawa geli menerima suapanku.
Berikutnya kami saling menyuapi sampai sereal di gelas kami
habis, tentu saja diselingi canda tawa kami berdua. Kemudian setelah gelas
gelas ditaruh di atas meja, aku melihat jam. Oh… sudah jam sembilan malam.
“Cie… bukain baju Eliza dong…”, kataku sambil memegang
tangan Cie Stefanny.
“Eliza… lagi?”, Cie Stefanny mendesah pelan, ia menatapku
sambil menggigit bibir dan menahan senyum.
Aku mengangguk dan terus menatap Cie Stefanny dengan sayu
penuh permohonan. Cie Stefanny sempat menunduk jengah, tapi kemudian tangannya
mulai bergerak melepas baju rumahku. Aku memejamkan mata menahan gairah yang
makin menggelegak ini, dan aku pasrah saja ketika Cie Stefanny menuntunku dan
berikutnya kami sudah sama sama terbaring di ranjang, dengan tubuhku ditindih
Cie Stefanny.
“Cie…”, aku merintih ketika kedua payudaraku dibelai dengan
lembut oleh Cie Stefanny.
“Sayang… kamu … cantik sekali…”, desah Cie Stefanny terputus
putus di tengah nafasnya yang memburu.
Oh, senang sekali rasanya dipuji seperti ini oleh Cie
Stefanny. Aku langsung memeluk dan memagut bibir Cie Stefanny, meluapkan semua
gairahku. Sementara itu kurasakan kedua tangan Cie Stefanny menyusup ke
belakang punggungku, dan sesaat kemudian kait bra yang kukenakan sudah
terlepas.
Dengan senang hati kuangkat kedua tanganku hingga Cie
Stefanny dengan mudah menarik lepas bra ini dari tubuhku. Dan seperti
harapanku, Cie Stefanny sudah tak canggung lagi untuk bermesraan denganku, kini
celana dalamku ditariknya lepas melewati kedua betisku, dan kami berdua sama
sama telanjang bulat di atas ranjangku. ©kisahbb
“Nah anak nakal, begini baru adil… sekarang Cie Cie akan
balas kamu…”, kata Cie Stefanny dengan nafas memburu dan berikutnya aku sudah
ditindih oleh Cie Stefanny.
“Mmmh…”, aku merintih manja dan pasrah ketika kedua
pergelangan tanganku direntangkan oleh Cie Stefanny.
Wajahku dihujani ciuman mesra Cie Stefanny, dan aku sesekali
berusaha membalas. Rasa geli sekaligus terangsang membuatku lemas dalam
gairahku, kubiarkan Cie Stefanny berbuat sesuka hatinya terhadap diriku.
“Oooh… Cie…”, aku menggeliat dan mengejang sesaat ketika kedua
puting payudarku dicubit oleh Cie Stefanny.
“Sayang… sakit ya…”, goda Cie Stefanny. (kisah bb)
Aku menggigit bibir dan menggeleng lemah.
“Auww… Cie… ampuun…”, aku menggeliat ketika Cie Stefanny
memperkeras cubitannya pada kedua puting payudaraku.
Selagi aku memejamkan mata menahan sakit yang sebenarnya tak
terlalu menyiksa ini, Cie Stefanny menghentikan cubitannya, lalu tiba tiba
kurasakan kedua puting payudara dikulum bergantian oleh Cie Stefanny.
“Ssshh… aduuhh…”, aku mendesah tak karuan.
Ingin sekali rasanya sekarang ini aku menerkam Cie Stefanny,
tapi aku mati matian menahan diri, supaya Cie Stefanny punya waktu untuk
mengekpresikan gairahnya. Rambut Cie Stefanny yang terjatuh di dadaku ini
terseret ke kiri dan ke kanan mengikuti gerakan kepalanya. Aku menikmati rasa
geli yang ditimbulkan ujung demi ujung rambut Cie Stefanny.
“Sayang… perut kamu indah sekali…”, Cie Stefanny mengguman
dan mengecup kulit perutku.
Aku tersenyum senang mendengar pujian Cie Stefanny. Kubelai
rambut Cie Stefanny yang halus ini, selagi perutku dicumbui olehnya. Darahku
berdesir ketika kurasakan cumbuan itu perlahan berpindah ke bawah menuju ke
vaginaku.
“Mmmhh…”, aku merintih ketika kurasakan ciuman dari Cie
Stefanny pada bibir vaginaku. ©kisahbb
Cie Stefanny terus menggoda vaginaku. Kedua pahaku sudah
dilebarkan oleh Cie Stefanny, dan aku hanya pasrah.
Tak ada jilatan nakal yang kurasakan, tapi setelah beberapa
kali mengecup bibir vaginaku, kini jari jari tangan Cie Stefanny mulai ikut
bermain. Liang vaginaku dikuak sedikit, dan ketika sebuah jari menusuk liang
vaginaku dengan lembut, tiba tiba aku merasa sedikit nyeri. Mungkin karena
sehari ini liang vaginaku sudah berkali kali ditembusi penis penis pemerkosaku.
“Cie… sakit…”, aku mengeluh pelan.
“Kenapa sayang…”, tanya Cie Stefanny sambil menatapku sayu.
Aku hanya menggeleng lemah sambil berusaha tersenyum. Aku
jadi tak tega menolak keinginan Cie Stefanny. Biarlah, aku akan menahan rasa
nyeri yang moga moga hanya sebentar ini. Mungkin kalau nanti liang vaginaku
sudah basah oleh cairan cintaku, rasa nyeri yang mengganggu itu akan mereda
atau bahkan hilang.
“Angghk…”, aku mengerang ketika dua jari Cie Stefanny
terbenam dalam liang vaginaku.
Tubuhku mulai mengejang, antara sakit dan nikmat. Ketika dua
jari itu mulai mengaduk liang vaginaku, aku mendesah dan menggeliat keenakan.
Tak ada yang bisa kulakukan selain menggenggam sprei ranjangku, mencoba
bertahan dari siksaan kenikmatan ini.
“Eliza… hangat sekali di dalam sini sayang…”, bisik Cie
Stefanny mesra.
“Mmmh… iyah Cie…”, aku merintih malu. (kisah bb)
Adukan jari tangan Cie Stefanny makin liar, membuatku
menggigit bibir dan memejamkan mataku erat erat, sementara tubuhku menggigil
merasakan ngilu yang amat nikmat pada liang vaginaku. Cairan cintaku yang sudah
membasahi liang vaginaku benar benar meredakan rasa nyeri yang kurasakan sejak
Cie Stefanny menyerang liang vaginaku.
“Ngghhh… Ciee…”, pinggangku sampai terangkat ketika Cie
Stefanny meliuk liukkan kedua jari tangannya dalam liang vaginaku. ©kisahbb
“Oooh… Ciee… jangan berhentii…”, aku mengeluh dan memohon
ketika Cie Stefanny menghentikan gerakan jari jari tangannya yang masih
terbenam dalam liang vaginaku.
“Tapi… kamu sampai kesakitan gitu sayang…”, kata Cie
Stefanny dengan ragu.
“Nggaaak… nggak sakit… ayo Cie… pleasee…”, aku merengek tak
ingin kehilangan kenikmatan ini.
Dua jari tangan Cie Stefanny di dalam liang vaginaku kembali
bergerak, mengembalikan sensasi nikmat yang tadi sempat menurun. Aku menggeliat
menikmati semua ini, bahkan aku mendorong dorongkan pinggulku ke depan, rasanya
ingin sekali membuat jari jari itu tertelan semuanya dalam liang vaginaku, dan
akibatnya aku malah merintih keenakan.
“Eliza… kamu nggak apa apa sayang…?”, tanya Cie Stefanny
ragu.
“Ngghh… enak kok Cie…”, aku melenguh dan merintih
“Oh… sayang… kamu sexy sekali…”, Cie Stefanny mendesah
pelan.
Sepertinya Cie Stefanny sendiri sedang terbakar oleh
gairahnya sendiri. Tanpa menghentikan adukan jari tangannya pada liang
vaginaku, Cie Stefanny merayap di atas tubuhku, menindihku dan kemudian
mencumbui wajahku. Aku yang semakin tenggelam dalam kenikmatan ini, segera
memeluk Cie Stefanny dan kupagut bibir Cie Stefanny sejadi jadinya.
Rintihan kami berdua bersahut sahutan memenuhi kamarku.
Ngilu yang kurasakan pada liang vaginaku ini semakin menjadi jadi, dan tubuhku
mulai mengejang dan tersentak sentak, mengiringi orgasme yang mulai menderaku.
“Nngghh… Ciee… mmmph…”, aku menjerit keenakan dalam orgasme
yang amat nikmat, tapi jeritanku langsung tertahan karena Cie Stefanny langsung
memaksaku untuk kembali saling berpagut dengan panas.
Tentu saja aku tak menolak, dan aku mempererat pelukanku
pada Cie Stefanny. Dan pinggangku sampai tertekuk ke atas karena adukan jari
tangan Cie Stefanny dalam liang vaginaku ini sama sekali tidak mereda, malah
semakin menjadi jadi. Kurasakan cairan cintaku membanjir di dalam sana, tubuhku
juga basah oleh keringatku. ©kisahbb
AC kamar yang harusnya terasa dingin ini tak mampu
membendung rasa panas yang menjalari sekujur tubuhku. Nafasku sudah tinggal
satu satu, tapi Cie Stefanny masih saja memagut bibirku dengan ganas, sedangkan
adukan jari tangan Cie Stefanny belum menunjukkan tanda tanda akan berhenti.
Akibatnya liang vaginaku semakin ngilu, dan orgasmeku sama sekali tidak mereda,
malah makin menjadi jadi.
Kedua betisku melejang lejang sampai rasanya kram.
Diperlakukan seperti ini, lama kelamaan aku mulai jatuh dalam keadaan setengah
sadar, pandanganku mulai kabur, entah karena kehabisan nafas atau kehabisan
tenaga, atau mungkin kedua duanya. Pelukanku melemah, kedua tanganku terkulai
pasrah di atas ranjang. Aku memejamkan mata, pasrah membiarkan Cie Stefanny
berbuat sesuka hatinya terhadap diriku.
Akhirnya Cie Stefanny melepaskan pagutannya pada bibirku,
juga menghentikan adukan jari tangannya dalam liang vaginaku. Kepalaku langsung
terkulai lemas dengan nafas yang terputus putus. Sesekali tubuhku tersentak,
dan sekujur tubuhku gemetar dalam kenikmatan, dan tulang tulangku seperti
terlepas dari semua sambungannya. Benar benar lemas sekali, bahkan untuk
bergerak pun rasanya aku sudah tak punya tenaga.
“Ngghh…”, aku melenguh lemah ketika Cie Stefanny menarik
lepas kedua jari tangannya dari liang vaginaku.
Entah apa lagi yang akan dilakukan Cie Stefanny, aku sudah
pasrah. Mataku terpejam erat menikmati sisa sisa orgasmeku yang mulai mereda.
Belaian belaian mesra Cie Stefanny benar benar membuatku merasa nyaman, dan aku
mulai bisa mengatur nafasku.
“Sayang…”, guman Cie Stefanny dan bibirku dikecupnya dengan
mesra. (kisah bb)
“Mmm…”, aku merintih perlahan dan balas mengecup bibir Cie
Stefanny dengan tak kalah mesranya.
Kedua telapak tanganku digenggam oleh Cie Stefanny, kemudian
Cie Stefanny menyusupkan wajahnya di pundak kiriku. Aku senang sekali dan balas
menggenggam telapak tangan Cie Stefanny. Beberapa saat lamanya aku pasrah
membiarkan tubuhku ditindih Cie Stefanny. Saat tenagaku mulai pulih, aku
mekepaskan genggaman tangan kami, kemudian memeluk Cie Stefanny dengan mesra.
Rasanya nyaman sekali, dan kami berdua terdiam menikmati semua ini.
-x-
IX. Menikmati Cairan Cinta Cie Stefanny
“Sayang… sekarang pakai baju aja ya… nanti kita masuk
angin”, kata Cie Stefanny.
“Nggak boleh…”, aku memandang Cie Stefanny dengan nakal. ©kisahbb
“Kamu ini…”, kata Cie Stefanny sambil menggeleng gelengkan
kepalanya, lalu melepaskan tindihannya pada tubuhku dan berbaring di sebelahku.
“Malam ini, Cie Cie nggak boleh pakai baju… Eliza juga kok…
sekarang kita selimutan aja ya Cie…”, kataku sambil duduk dan mengambil
selimutku, yang sebenarnya adalah bed cover, dan kuhamparkan menutupi tubuh
kami berdua yang masih telanjang bulat.
“Eliza ingin main main lagi sama Cie Cie …”, kataku dengan
manja sambil menyusupkan kepalaku di pundak Cie Stefanny.
“Ya ampun… kamu nggak capek Eliza?”, tanya Cie Stefanny yang
memandangku heran.
“Capek sih… enggak kok Cie, Eliza bukan mau ngajak Cie Cie
bercinta lagi kok… Eliza cuma ingin…”, aku menggigit bibir sambil tersenyum
senyum membayangkan rencanaku.
“Anak nakal… Cie Cie ini mau kamu apain lagi…”, tanya Cie
Stefanny yang pura pura merajuk, tapi kemudian tubuhku dipeluknya dengan mesra.
Aku melihat jam, masih jam sembilan malam. Sebentar lagi
tenagaku akan cukup untuk kupakai bermain main sebentar dengan Cie Stefanny,
habis itu barulah aku akan tidur mengistirahatkan tubuhku, yang sebenarnya
sudah amat capek ini. Seharian ini aku sudah berkali kali orgasme, dan itu
benar benar menguras tenagaku, juga membuat pinggangku terasa seperti akan
patah.
Tapi aku tak mau melewatkan kesempatan untuk bermanja manja
dengan Cie Stefanny malam ini. Sambil menunggu, kami berdua saling bercerita
pengalaman lucu kami di sekolah. Bukan hal yang penting, tapi pastinya lebih
baik daripada kami hanya berdiam diam saja.
Beberapa menit kemudian aku menyibakkan bed cover ini, dan
jadinya kami berdua sama sama menggigil kedinginan. ©kisahbb
“Eliza… dingin nih…”, kata Cie Stefanny memelas.
“Iya… sebentar ya Cie…”, aku mencari remote AC dan mematikan
AC kamarku.
Kemudian aku mengambil botol yang berisi susu kental manis
dari baki yang tadi kubawa masuk ini, tak lupa juga sendok kecilnya. Lalu aku
mendekati Cie Stefanny yang masih belum mengerti apa yang akan kulakukan.
“Kok…?”, tanya Cie Stefanny dengan heran.
“Pokoknya Cie Cie berbaring aja ya Cie…”, kataku sambil
meleletkan lidah.
“Duh… kamu… kamu mau apa lagi sayang…”, keluh Cie Stefanny
dan menatapku dengan pandangan memelas.
Kubuka botol itu, dan sambil sesekali menatap Cie Stefanny,
aku mengambil sesendok kecil susu kental manis. Setelah cukup, aku menuangkan
susu itu tepat pada puting payudara kanan milik Cie Stefanny.
“Oooh…”, Cie Stefanny terkejut seperti tak percaya.
“Auww… Eliza…”, Cie Stefanny antara merintih dan tertawa
geli ketika aku mencucup putingnya yang berlumuran susu kental manis itu.
“Mmm… enak lho Cie…”, aku menggoda Cie Stefanny dengan
tatapan nakal setelah mengulum bersih puting susunya.
“Kamu…”, Cie Stefanny menatapku tanpa daya dengan gemas.
Aku tertawa kecil, lalu kembali menuangkan sesendok susu
kental manis pada puting payudara kanan Cie Stefanny. Dan aku segera mencucup
puting itu, sementara Cie Stefanny kembali tertawa geli dan tubuhnya
menggelinjang. Muka Cie Stefanny sampai memerah, entah karena malu atau
terangsang.
Setelah kurasakan tak ada lagi sisa susu yang tersisa pada
puting payudara Cie Stefanny, aku beranjak ke belakang, dan kini kedua paha Cie
Stefanny kulebarkan hingga vaginanya tersaji di depanku.
“Ooh… Eliza… kamu ini nakal sekali…”, keluh Cie Stefanny
memelas ketika aku bersiap siap mengoleskan susu kental manis ini di bibir
vaginanya.
Aku hanya meleletkan lidah, lalu bibir vagina Cie Stefanny
yang indah ini mulai kubasahi dengan susu kental manis, dan kedua paha Cie
Stefanny yang terbuka lebar ini kutahan dengan kedua tanganku. Aku menatap Cie
Stefanny dengan senyum menggoda. Cie Stefanny hanya menatapku dengan pandangan
memelas dan hanya bisa pasrah dengan kenakalanku. ©kisahbb
“Udah… nggak tau… terserah mau kamu apakan Cie Cie ini…”,
keluh Cie Stefanny yang sudah menyerah pasrah.
“Angghhk…”, Cie Stefanny melenguh ketika aku dengan tiba
tiba mencucup bibir vaginanya.
Semua susu kental yang teroles di bibir vagina Cie Stefanny
ini kusedot sampai tandas. Sementara Cie Stefanny hanya bisa merintih dan
melenguh, kedua pahanya mengejang hebat, dan kurasakan kedua betis Cie Stefanny
juga melejang tak karuan.
Bibir vagina Cie Stefanny sudah kubersihkan dari susu kental
manis. Aku melihat Cie Stefanny sekarang ini memejamkan matanya erat erat,
nafasnya juga tersengal sengal. Kedua payudaranya berguncang sexy seiring naik
turunnya dada Cie Stefanny. Dan selagi guru lesku yang cantik ini tak berdaya,
aku mulai mencelupkan jari telunjuk tangan kananku ke dalam liang vagina Cie
Stefanny.
“Ngghh…”, lagi lagi Cie Stefanny melenguh. (kisah bb)
Kedua tangan Cie Stefanny mencengkram sprei ranjangku ketika
aku mulai mengaduk aduk liang vagina Cie Stefanny. Aku bermaksud membuat cairan
cinta Cie Stefanny keluar membasahi liang vaginanya, maka aku mempercepat
adukan jari tanganku ini. Bahkan selagi Cie Stefanny terus merintih dan
mengerang, jari tengah tangan kananku ikut kucelupkan ke dalam liang vagina Cie
Stefanny.
“Ngghh… Eliza… ini… kok lagi…”, Cie Stefanny mulai merengek
di antara lenguhannya.
“Satu kali aja Cie…”, aku menjawab di antara deru nafasku
yang memburu.
“Ngghh… aduuuh…”, Cie Stefanny tak kuat menahan siksaan
kenikmatan yang kuberikan padanya, dan ia langsung orgasme dengan hebatnya. ©kisahbb
Tubuh Cie Stefanny kembali terlonjak lonjak, dan aku cepat
memasukkan sebuah guling di bawah pinggang Cie Stefanny. Kini vagina Cie
Stefanny sedikit menghadap ke atas. Aku kembali mengambil botol susu dan sendok
kecil itu, lalu kuambil sesendok susu kental dan kutuangkan tepat di bibir
vagina Cie Stefanny.
“Oooh…”, Cie Stefanny merintih dan kedua pahanya mengejang
sesaat.
Tanpa ampun aku segera mencucup bibir vagina Cie Stefanny
yang berlumuran susu kental manis bercampir cairan cintanya ini. Cie Stefanny
hanya bisa menggelepar tanpa daya, erangannya makin lemah dan akhirnya guru
lesku ini terkulai pasrah dengan tubuhnya yang sesekali tersentak keenakan.
Akhirnya habis juga, cairan cinta Cie Stefanny yang
bercampur susu kental manis ini. Aku duduk dan menatap Cie Stefanny sambil
tersenyum nakal, sedangkan Cie Stefanny hanya menatapku dengan sayu dan
memelas. Tampaknya tenaga Cie Stefanny sudah terkuras habis, dan aku sendiri
sebenarnya juga sudah sangat capek.
-x-
X. Tidur Dalam Pelukan Cie Stefanny
Setelah mengatur nafas sejenak, kukembalikan botol susu dan
sendok ini ke atas baki. Lalu kutuangkan air dingin dari gelas besar ini ke dua
gelas bekas kami minum sereal tadi. Dan kubawakan gelas ini ke Cie Stefanny
yang masih tergolek lemas di atas ranjangku.
“Cie… minum dulu ya”, aku berkata lembut.
Cie Stefanny perlahan mencoba bangkit dan duduk, lalu
memandangku dengan gemas.
“Sudah puas kamu, anak nakal… Cie Cie sampai lemas gini…”,
kata Cie Stefanny pura pura kesal.
“Mmm… belum sih Cie… tapi nggak apa apa deh… besok besok
masih bisa dilanjutin kok”, kataku sambil meleletkan lidah.
“Dasar… kamu ini benar benar nakal ya Eliza… sampai sampai
tadi… masa kamu olesin badan Cie Cie pakai susu kental manis… awas ya, sekarang
ini Cie Cie memang capek, tapi besok Senin Cie Cie balas… Dan… kok kamu ini
bisa bisanya sampai punya pikiran seperti itu sih?”, tanya Cie Stefanny sambil
mengambil gelas minuman untuknya dari tanganku.
“Duh… capeknya…”, Cie Stefanny memandangku seperti minta
pertanggung jawaban, membuatku tak bisa menahan geli.
“Iya deh Cie, udah Cie Cie duduk aja, sini Eliza yang bawa”,
kataku sambil mengambil kedua gelas itu dari tangan Cie Stefanny. ©kisahbb
“Sayang… sekalian tolong ambilkan tissue basah di tasnya Cie
Cie ya”, kata Cie Stefanny.
“Iya Cie”, jawabku dan setelah menaruh kedua gelas ini, aku
mengambil tas Cie Stefanny yang tergeletak di meja belajarku.
Aku membuka tas itu, mencari cari dan segera menemukan
beberapa sachet tissue basah di dalamnya, tapi ketika aku melihat dompet Cie
Stefanny, aku jadi penasaran. Apakah Cie Stefanny masih menyimpan foto ko
Melvin di dalam dompet itu?
Maka aku mengambil keduanya, dan tentu saja hanya satu
sachet tissue basah itu yang kuberikan pada Cie Stefanny.
“Eliza ingin liat SIMnya Cie Cie… boleh yaa”, aku bertanya
penuh harap
“Iya boleh kok”, kata Cie Stefanny sambil mulai membuka
sachet tissue basah itu.
Aku senyum senyum walaupun hatiku berharap harap cemas. Dan
aku lega ketika memang tak ada secuil pun foto ko Melvin dalam dompet Cie
Stefanny, itu artinya kokoku benar benar punya harapan. Dan aku pura pura
memperhatikan SIM milik Cie Stefanny sebelum akhirnya dompet itu kukembalikan
ke dalam tas.
Tapi tepat saat aku akan menutup dompet itu, pandanganku
tertuju pada foto yang terpajang di bagian utama dompet itu, tiga orang gadis
remaja yang sedang duduk di meja restoran. Entah mengapa aku jadi tertarik
untuk terus melihat foto itu, Cie Stefanny dan dua temannya yang cantik.
“Cie… ini Cie Cie kan?”, tanyaku sambil menunjuk salah
seorang cewek paling kanan dalam foto itu yang menurutku paling mirip dengan
Cie Stefanny. ©kisahbb
“Iya, itu waktu Cie Cie baru aja lulus SMA, dan lagi makan
makan dengan keluarga”, kata Cie Stefanny sebentar setelah melihat ke foto itu.
“Ih… nggak terlalu beda lho sama Cie Cie sekarang…”, kataku
sambil terus memperhatikan foto itu.
“Kalau yang ini?”, tanyaku sambil menunjuk ke cewek yang
paling kiri.
“Ya itu Caroline, adik Cie Cie”, jawab Cie Stefanny. (kisah
bb)
“Oooh… kalau yang di tengah ini siapa Cie?”, tanyaku cepat
cepat berusaha mengalihkan pembicaraan supaya Cie Stefanny tak teringat masalah
adiknya itu.
“Yang di tengah ya… itu Katherine, sepupu Cie Cie. Kalau
masih hidup, sekarang usianya sudah 24 tahun”, kata Cie Stefanny sambil
menerawang.
“Lho… kenapa? Sudah nggak ada Cie?”, tanyaku dengan ragu.
“Iya. Empat tahun lalu, abis ikut acara makan makan untuk
merayakan kelulusan SMA Cie Cie, Katherine dan tiga temannya berlibur ke villa
di Bogor. Cie Cie masih ingat, temannya itu ada yang bule, dan yang dua lagi
Chinese”, Cie Stefanny melanjutkan ceritanya.
“Oh…”, aku mulai merasa kalau tiga temannya Cie Katherine
itu juga…
“Mereka sudah akan sampai ke villa ketika mobil mereka
ditabrak oleh truk yang sopirnya ugal ugalan, hingga mobil itu terbalik.
Semuanya, Katherine dan temannya, meninggal…”, kata Cie Stefanny dengan nada
menyesal.
“Ya ampun…”, aku cuma bisa mengguman.
“Tiga teman Cie Katherine itu langsung meninggal karena
benturan keras. Katherine yang terjepit mobil yang terbalik itu, menurut
beberapa saksi mata sebenarnya masih hidup, tapi akhirnya juga meninggal dengan
luka bakar yang sangat parah, karena mobilnya terbakar… Cie Cie waktu itu sampai
berkali kali mimpi buruk melihat mayat Katherine di peti, hangus terbakar… “,
Cie Stefanny menggigit bibir.
“Cie… udah jangan teruskan…”, kataku ngeri sambil memeluk
Cie Stefanny, tak ingin mendengar detail cerita itu.
Lagi lagi masa lalu yang menyedihkan. Aku sedikit merasa
bersalah pada Cie Stefanny dan aku menunduk entah harus berkata apa ketika aku
melepaskan pelukanku. ©kisahbb
“Sayang, sorry ya Cie Cie tadi terlanjur cerita…”, kata Cie
Stefanny.
“Nggak Cie, Eliza yang salah, harusnya Eliza nggak tanya
tanya soal foto itu”, aku masih menyesal mengapa aku harus menanyakan foto foto
yang ada di dompet Cie Stefanny itu.
“Ya, abisnya sama kamu itu… mana bisa Cie Cie nggak
cerita…”, kata Cie Stefanny yang tiba tiba meraih tubuhku dalam pelukannya dan
memagut bibirku sejadi jadinya.
“Mmmhh…”, aku agak terkejut walaupun aku langsung pasrah
bahkan langsung membalas pagutan Cie Stefanny ini, dan lagi lagi kami berdua
berciuman dengan panas sampai sama sama kehabisan nafas.
“Cie…”, aku merintih manja dan menaruh kepalaku di pundak
Cie Stefanny, dan aku tersenyum senang ketika kurasakan belaian tangan Cie
Stefanny pada rambutku.
“Udah deh… yuk kita tidur… besok kamu ulangan lho sayang…”,
bisik Cie Stefanny lagi.
Bibir yang mungil itu kukecup mesra. Weker kusetel jam
setengah enam pagi, lalu aku berdiri dan mematikan lampu kamar. Dengan cepat
aku menarik Cie Stefanny hingga kami sama sama terbaring di ranjang. Remote AC
kupencet supaya AC kamarku kembali menyala, lalu bed cover ini kutarik menutupi
kedua tubuh kami yang polos ini. Di dalam selimut, aku memeluk tubuh Cie
Stefanny, dan menyusupkan kepalaku ke pundaknya.
Rasanya nyaman sekali, apalagi ketika kurasakan tangan Cie
Stefanny melingkar dan memeluk tubuhku.
“Cie… Eliza ngantuk…”, kataku sambil bermanja manja di
pelukan Cie Stefanny.
“Cie Cie juga sayang…”, jawab Cie Stefanny sambil membelai
rambutku. ©kisahbb
Aku memejamkan mata, menikmati pelukan Cie Stefanny yang
mulai bercerita kalau tadi siang itu Cie Stefanny sempat disergap Wawan dan
Suwito di ranjang ini, lalu dipermainkan mereka sampai lemas.
“Cie Cie tadi sudah hampir diperkosa mereka… untung kamu
cepat datang sayang…”, kata Cie Stefanny sambil mencium keningku mesra.
“Eliza sih… nyaris tiap hari diperkosa mereka Cie…”, aku
menjawab dengan sangat mengantuk.
“Kamu nggak ngelawan sayang?”, tanya Cie Stefanny.
“Mmm…”, aku hanya menggelengkan kepala.
“Kok nggak?”, Tanya Cie Stefanny mempererat pelukannya
padaku.
“Nggak tau Cie, abisnya punya Wawan itu… enak…”, aku
menjawab walaupun sudah hampir tertidur.
“Kalau sama mereka Cie Cie nggak tau, takut deh. Tapi kalau
sama kamu tadi, mm… kalau saja tadi itu ada yang merekam waktu Cie Cie
bercinta…”, kata kata Cie Stefanny sudah tak bisa kudengar lagi karena aku
sudah tertidur pulas, dalam pelukan Cie Stefanny.
-x-
XI. Penderitaanku Di Sekolah
Nafasku masih tersengal sengal ketika tinggal aku sendiri
yang masih berada di kamar ganti. Bagaimana tidak capek, tenaga masih belum
benar benar pulih akibat perkosaan demi perkosaan yang kualami kemarin,
ditambah semalaman aku bermesraan dengan Cie Stefanny, tadi aku dan semua teman
teman harus berlari keliling lapangan berkali kali karena guru olahraga kami
marah dan memberi kami hukuman.
Teringat tentang Cie Stefanny, aku jadi senyum senyum sendiri,
dan setelah selesai berganti pakaian, aku keluar dari kamar ganti ini. Aula
tempat kami berolahraga ini sudah kosong sama sekali, dan aku melangkah menuju
pintu aula ini.
Tapi sesaat kemudian aku berhenti melangkah, dan aku
tertegun melihat sosok lelaki yang berdiri di depan pintu aula. Itu kan… Andi?
Jantungku berdegup kencang, ketika aku melihat Andi
melangkah mendekatiku. Oh, apa yang akan dia lakukan di sini? Benarkah ini Andi
yang sampai mencariku ke sini? Aku diam mematung, dan menundukkan kepala tak
tahu harus berbuat apa, di antara rasa tegang dan senang, tapi juga bercampur
malu.
“Hai, Eliza”, Andi menyapaku.
“H… Hai juga Andi…”, aku membalas sapaan Andi.
“Aku tadi diberitahu Jenny, kamu masih di sini”, kata Andi. ©kisahbb
“Kamu… cari aku?”, aku bertanya dengan hati yang berbunga
bunga.
“Iya”, kata Andi sambil memegang kedua lenganku, membuatku
terkejut sekali.
Jantungku terus berdebar dengan hati yang berharap harap
cemas. Apa yang ingin Andi katakan padaku di saat hanya ada kami berdua dalam
aula ini? Apakah seperti biasanya, Andi hanya ingin meminjam buku catatan
pelajaranku? Atau Andi akan menyatakan cintanya padaku? Atau apakah ada yang
lain?
Dan selagi aku masih bertanya tanya dalam hati, tiba tiba
Andi mendorongku masuk kembali ke kamar ganti, dan setelah kami sama sama
berada di dalam, pintu kamar ganti ini dikuncinya dengan cepat.
“Andi?”, tanyaku tak percaya.
“Eliza… sudah lama aku menginginkan kamu”, kata Andi dengan
suara berat dan ia memandangku dengan penuh gairah, tapi anehnya aku merasakan
pandangan itu juga sedikit merendahkan diriku.
Berikutnya ia sudah menubrukku, memeluk tubuhku dan menciumi
wajahku. Aku meronta dengan perasaan kecewa. Ternyata Andi tidak berbeda dengan
mereka, mereka yang cuma menginginkan tubuhku saja. Aku mulai menangis, rasanya
sudah tak ada lagi harga diri yang tersisa dariku. Apakah aku memang dilahirkan
hanya untuk memuaskan nafsu para lelaki bejat?
“Eliza… kenapa kamu menangis? Apa kamu tidak tahu bagaimana
perasaanku padamu?”, ejek Andi.
Aku membuang muka. Tiba tiba saja aku merasa muak dan marah,
dan aku kembali meronta dan berusaha mendorong Andi yang masih mendekap
tubuhku. Tapi tenaga Andi terlalu kuat bagiku, dan tak ada perlawanan yang
berarti dariku ketika Andi melucuti baju seragam sekolahku, lagipula tiba tiba
saja aku jadi takut kalau kalau Andi mendadak jadi kalap dan merobek bajuku
ini. ©kisahbb
“Ya Tuhan… kulitmu putih sekali Eliza… sudah lama aku ingin
melihat tubuhmu, cantik”, kata Andi yang kini matanya seperti melotot hendak
keluar memandangi payudaraku yang masih terlindung bra ini.
“Andi… kamu gila… kenapa kamu jadi seperti ini…”, aku
kembali mencoba meronta berusaha melepaskan diri dari dekapan Andi yang sudah
seperti kerasukan setan ini. (kisah bb)
“Kenapa Eliza… kamu nggak mau bersenang senang denganku?
Tapi kamu cuma mau bersenang senang dengan tukang tambal? Dengan tukang
becak?”, kata kata Andi ini membuatku merasa seperti disambar petir.
“Nggak usah pucat begitu, Eliza. Aku tahu semuanya, kamu ini
sebenarnya cewek bispak. Sudah banyak laki laki di sekolah ini yang mencicipi
tubuhmu, termasuk kemarin Dedi dan Pandu. Waktu istirahat pertama tadi, mereka
tadi sudah cerita ke semua orang yang ada di warung depan sekolah, tentang
servis oralmu yang luar biasa, juga memekmu yang masih seret walaupun sudah
nggak perawan lagi”, kata Andi dengan senyuman yang penuh ejekan.
“Ohh…”, aku mengeluh lemas, air mataku mengalir membasahi
kedua pipiku dan aku sudah sama sekali tak berniat untuk meronta ataupun
berteriak.
“Jadi, sekarang aku ingin coba servismu, perek… sebelum aku
nggak kebagian”, kata Andi sambil melorotkan celananya.
Hatiku benar benar hancur mendengar perkataan Andi, dan rasa
ngeri menyelimuti hatiku. Apa itu berarti satu sekolah ini sudah tahu kalau aku
ini sudah bukan perawan lagi? ©kisahbb
Entah apa yang harus kulakukan, dan entah apa yang terjadi
kalau berita ini sampai ke telinga papa dan mamaku. Kini aku hanya menangis
pasrah ketika Andi menaikkan ujung bawah rok seragam sekolahku ini sampai ke
pinggangku.
Celana dalamku dengan cepat ditarik lepas ke bawah oleh
Andi, dan tanpa melepaskan sepatuku, Andi menaikkan kedua kakiku ke pundaknya,
lalu mulai mengarahkan penisnya untuk membelah liang vaginaku.
“Aduh… sakit Ndi…”, aku mengeluh ketika Andi menjejalkan penisnya
begitu saja ke dalam liang vaginaku tanpa perasaan.
“Augh… benar benar sempit… persis seperti kata Dedi dan
Pandu…”, Andi meracau tak karuan sambil mulai memompa liang vaginaku.
Aku menggeliat kesakitan, liang vaginaku pedih sekali,
rasanya seperti diterjang besi panas. Penis Andi ternyata cukup besar, dan
cukup untuk menyakiti liang vaginaku karena belum ada cairan pelumas sama
sekali di dalam sana.
“Ndi… sakit…”, aku kembali memohon dengan memelas.
“Sudah diam perek, nanti juga enak”, Andi membentakku.
Kata kata yang baru saja keluar dari mulut Andi itu sangat
melukai perasaanku. Dan setelah berkata begitu, Andi langsung meremasi kedua
payudaraku dengan kasar, sampai bra yang kukenakan ini tertarik ke atas dan
memperlihatkan puting payudaraku. Sementara itu sodokan penisnya Andi semakin
menyiksaku. Entah sebesar apa penisnya Andi ini, tapi sekarang ini liang
vaginaku rasanya seperti dirobek robek, dan rintihan kesakitan dariku sama
sekali tak diperdulikan oleh Andi.
Hatiku benar benar sakit. Laki laki yang selama ini kuidam
idamkan dalam hati, ternyata bejat tak bermoral, juga tega memperlakukan diriku
dengan kejam seperti ini. Sakit di hatiku akibat penghinaan dan pelecehan yang
dilakukan Andi jauh lebih besar dari rasa sakit yang mendera liang vaginaku
sekarang ini. Kini aku hanya memejamkan mata sambil menangis sedih, menanti
selesainya pemerkosaan terhadap diriku.
“Mmph…”, sayup sayup aku mendengar rintihan wanita.
Aku sangat mengenal suara rintihan itu. Itu adalah suara
rintihan Cie Stefanny! ©kisahbb
Tentu saja hal ini membuatku bertanya tanya karena tadi itu
hanya tinggal aku sendiri yang berada di dalam ruang ganti ini, dan kini
seharusnya hanya aku dan Andi yang berada di dalam sini. Dan lagi bagaimana Cie
Stefanny bisa berada di sekolahku? Aku membuka mata, tapi sinar lampu yang amat
terang memaksaku kembali memejamkan mata dan membuka mataku dengan perlahan.
Selagi aku masih berusaha beradaptasi dengan sinar lampu ini, Andi menghentikan
genjotannya pada liang vaginaku.
-x-
XII. Terbangun Dari Mimpi Buruk
“Non, kok menangis?”, aku merasa terkejut, yang barusan
bertanya ini jelas bukan suara Andi.
Apakah benar benar ada orang lain di ruangan ini? Aku segera
membuka mataku kembali, dan yang pertama kulihat adalah langit langit… kamarku
sendiri!?
Aku mengarahkan pandanganku ke depan, ternyata Suwito yang
berada di depanku, dekat sekali, dengan kedua betisku yang tertumpang di
pundaknya. Lalu di mana Andi? Kulihat jam digital di meja belajarku, ternyata
sekarang ini hari Jumat jam 12:15… pagi!? Harusnya begitu, karena kalau ini
siang dan masih jam segitu, aku pasti belum pulang dari sekolah.
Tapi tetap saja aku ragu. Siapa tahu aku pulang lebih awal?
Dan semua tadi itu adalah nyata?
Walaupun mataku memang basah oleh air mata, sesaat kemudian
aku mulai berharap tadi itu semuanya hanyalah mimpi.
“Suwito… ini masih pagi kan?”, aku bertanya penuh harap.
“Masih tengah malam non”, jawab Suwito, yang terlihat heran
dengan pertanyaanku.
Tapi jawaban Suwito yang belum jelas ini membuatku kembali
kuatir. Aku sendiri merenung sejenak, mencoba memahami keadaanku. Tubuhku yang
telanjang bulat tanpa sehelai kainpun yang melekat, terduduk di kursi meja
belajarku. Suwito sendiri seperti duduk di depanku, membuatku cukup tertarik
untuk memperhatikan bagaimana ia melakukannya. (kisah bb)
Ternyata ia memang sedang duduk di atas kursi satunya dari
meja belajarku, yang ditaruhnya berhadapan dengan kursi yang kududuki ini.
Dengan penisnya yang menancap dalam liang vaginaku tentunya, yang kini denyutan
denyutan penis itu sedikit banyak membuatku jadi terangsang juga.
“Cie Stefanny…”, aku langsung teringat, dengan jantung
berdegup kencang, berharap Cie Stefanny masih ada di sini, karena itu adalah
hal yang paling bisa meyakinkanku kalau semua kejadian bersama Andi yang tadi
itu hanyalah mimpi buruk.
“Guru lesnya non? Tuh, Wawan yang dapat bagian”, jawab
Suwito sambil cengengesan. ©kisahbb
Aku segera menoleh ke sana kemari tanpa memperdulikan tawa
Suwito yang kurang ajar ini, dan aku segera menemukan Cie Stefanny, sedang
tergolek di ranjangku, dengan kedua tangannya yang terentang pasrah terikat
pada kedua ujung ranjangku. Tubuhnya telanjang bulat sama sepertiku, dan
kulitnya yang putih mulus itu jadi terlihat begitu putihnya dengan adanya tubuh
Wawan yang kini sedang menindih dan mencumbui guru lesku ini.
Sesekali aku melihat Cie Stefanny meronta, tapi dengan kedua
tangannya yang terentang dan terikat erat pada sudut sudut ranjangku, tak
banyak yang bisa dilakukan oleh Cie Stefanny selain sesekali mengejang menerima
rangsangan demi rangsangan yang diberikan oleh Wawan.
“Mmphh…”, kembali kudengar Cie Stefanny merintih.
Melihat Cie Stefanny masih di sini, aku sudah yakin kalau
semua kekejaman Andi tadi itu hanyalah mimpi buruk. Oh Tuhan, entah bagaimana
nasibku kalau mimpi tadi itu adalah kenyataan, dan kini aku menangis sejadi
jadinya meluapkan kelegaanku.
“Non… maaf membuat non marah”, kata Suwito dengan panik
sambil menjauhkan dirinya dariku hingga penisnya terlepas dari jepitan liang
vaginaku.
Ingin sekali aku menahan Suwito, aku tak ingin penis itu
terlepas meninggalkan liang vaginaku. Tapi sekarang ini aku memikirkan Cie
Stefanny, maka aku harus menahan gairahku sendiri dan memastikan Cie Stefanny
baik baik saja.
Aku melihat Wawan sudah berhenti bergerak dan memandangku
dengan tegang, kelihatannya ia juga kuatir melihatku menangis. Tepat ketika aku
mulai memikirkan bagaimana mereka berdua ini bisa masuk ke kamarku, karena aku
sangat yakin tadi aku sudah mengunci pintu kamarku, tiba tiba sesosok tubuh
muncul dari jendela kamarku, dan setelah bunyi klik yang menandakan tertutupnya
jendelaku, sosok itu mendorong dan menerobos gorden di kamarku yang menutup
kaca jendela itu.
Ternyata sosok itu adalah pak Arifin!
Aku menyesali kebodohanku yang tadi tidak memeriksa kunci
jendela kamarku. Aku memang hampir tak pernah membuka jendela kamarku hingga
sama sekali tak terlintas di pikiranku untuk memeriksanya, dan selain itu
jendela kamarku memang biasanya selalu terkunci. Siapa yang akan menyangka hal
seperti ini akan terjadi? ©kisahbb
“Wah bener Wan, cantik sekali, nggak kalah sama non Eliza”,
seru pak Arifin mengagumi kecantikan Cie Stefanny.
Dan aku makin kesal karena pak Arifin yang baru datang itu
tanpa sungkan langsung naik ke ranjangku lalu ikut mengeroyok Cie Stefanny yang
terus merintih tertahan. Tapi kemudian ia segera berhenti karena ditahan oleh
Wawan.
“Kalian semua sudah gila ya?”, aku mendesis ngeri di sela
isak tangisku.
Tak pernah aku berpikir mereka bertiga akan senekat ini,
memasuki kamarku di tengah malam lewat jendela untuk memperkosaku, apalagi kini
ada Cie Stefanny yang harus ikut menemaniku jadi bulan bulanan para pembantu
dan sopir keluargaku ini.
Aku berdiri dan berjalan mendekati Cie Stefanny. Kulihat
mulut Cie Stefanny disumpal dengan segumpal kain, yang ketika kutarik ternyata
adalah celana dalamku. Benar benar kurang ajar mereka ini, aku merasa sangat
marah melihat hal ini.
“Aahh…”, keluh Cie Stefanny ketika mulutnya terlepas dari
sumpalan ini.
Aku cepat melepaskan semua ikatan pada kedua pergelangan
tangan Cie Stefanny yang ternyata juga sedang menangis.
“Sorry Cie…”, aku tak tahu harus berkata apa selain mencoba
menenangkan Cie Stefanny dengan memeluknya.
“Nggak sayang… Cie Cie nggak apa apa”, Cie Stefanny
memelukku, dan tanpa kuduga sama sekali bibirku langsung dipagut Cie Stefanny
dengan penuh gairah.
“Mmhhh…”, aku merintih mesra dan membalas pagutan Cie
Stefanny dengan penuh gairah.
Aku membayangkan, tiga orang lelaki di kamarku ini pasti
terbengong bengong melihat dua bidadari di depan mereka ini saling berpagut
mesra seperti ini. ©kisahbb
Diam diam aku tertawa geli dalam hati, dan aku malah sengaja
memamerkan kemesraanku dengan Cie Stefanny, walaupun aku sadar hal ini berarti
kami berdua secara tidak langsung memberikan lampu hijau pada pak Arifin, Wawan
dan Suwito untuk menikmati tubuh kami sepuas puasnya.
-x-
XIII. Live Show
Cukup lama aku dan Cie Stefanny berciuman dan bercumbu
dengan mesra, ketika kurasakan dua tangan yang menyusup dari belakang tubuhku,
mencari dan menggerayangi kedua payudaraku. Hal ini membuat gairahku yang sudah
terbakar karena saling berpagut dengan Cie Stefanny ini makin menjadi jadi.
“Non Eliza… bikin takut saja pakai nangis segala”, kata
Wawan gemas dan meremas kedua payudaraku dengan keras.
“Mmh… aah…”, aku merintih dan menggeliat kesakitan hingga
pagutanku pada bibir Cie Stefanny terlepas.
“Eliza…”, Cie Stefanny merengek dan menatapku memelas ketika
pak Arifin memeluknya dari belakang dan meremasi kedua payudaranya.
“Udah non, sama saya saja”, kata pak Arifin sambil meremasi
kedua payudara Cie Stefanny yang hanya bisa merintih rintih.
Berikutnya, Cie Stefanny hanya pasrah ketika wajahnya
dicumbui pak Arifin. Adegan sensual di depanku ini benar benar membuatku
terbakar birahi, apalagi payudaraku sendiri terus diremasi oleh Wawan. Dan tiba
tiba aku melihat Suwito yang kini sudah ada di samping kananku, dan memandangku
dengan gemas, membuat jantungku berdegup kencang.
“Su… Suwito… mau apa kamu mmpph…”, kata kataku terputus
ketika Suwito memagut bibirku dengan ganas.
Seperti biasa, Wawan dan Suwito dengan mudah membuatku
tenggelam dalam lautan birahi. Aku hanya bisa menggeliat pasrah dalam pelukan
mereka berdua, menikmati pagutan gemas Suwito pada bibirku, juga semua cumbuan
dan rangsangan oleh Wawan yang memeluk tubuhku dari belakang.
Sesekali kudengar rintihan pasrah dari Cie Stefanny yang
digumuli oleh pak Arifin, sementara dengusan nafas pak Arifin yang sudah begitu
bernafsu terdengar dengan jelas. Aku makin terangsang membayangkan Cie Stefanny
diperkosa oleh sopirku yang keranjingan ini. ©kisahbb
“Ngghh…”, aku melenguh pelan ketika Suwito yang baru saja
melepaskan pagutannya pada bibirku, kini sudah kembali memaksa memasukkan
penisnya ke dalam liang vaginaku.
Entah apa yang membuatku berpikir seperti ini, tapi tiba
tiba saja aku ingin Cie Stefanny menikmati keperkasaan Wawan yang penisnya amat
keras dan selama ini memang Wawan yang paling mampu berlama lama mempermainkan
liang vaginaku. Bukan hanya itu, kini aku bahkan ingin melihat Cie Stefanny
dipuaskan oleh mereka bertiga sekaligus, seperti yang biasa dilakukan oleh
mereka lakukan bertiga ini padaku.
“Cie…”, aku memanggil Cie Stefanny di antara deru nafasku.
“Iyah… sayaang…”, Cie Stefanny menjawab di sela rintihannya.
“Cie Cie… mau nggak… kalau sama Wawan… ngghh…”, aku kembali
melenguh ketika Suwito menusukkan penisnya begitu dalam pada liang vaginaku.
“Mmpph…”, Cie Stefanny hanya merintih tertahan, mungkin
karena bibirnya sudah dipagut lagi oleh pak Arifin, aku tak bisa melihat karena
aku sendiri sedang digumuli oleh Wawan dan Suwito.
“Wan… kamu sama Cie Cie aja…”, aku berkata sambil memejamkan
mata menikmati genjotan Suwito.
Tanpa menjawab, Wawan melepaskan pelukannya pada tubuhku
hingga kini aku terbaring di ranjang. Dan Suwito tampaknya mengerti keinginanku,
ia menggeser posisi persetubuhan kami hingga aku bisa melihat ke arah Cie
Stefanny yang sedang pasrah dipagut oleh pak Arifin. Kedua tangannya lunglai
tanpa daya, benar benar sebuah pemandangan yang amat erotis.
Kini Wawan sudah berada di depan selangkangan Cie Stefanny.
Wawan segera melebarkan kedua paha Cie Stefanny, dan bersiap untuk menusukkan
senjatanya yang perkasa itu. Aku terus berusaha melihat ke arah mereka bertiga.
Tapi Cie Stefanny yang sadar dengan keberadaan Wawan mencoba merapatkan kedua
pahanya, tampaknya ia masih ragu untuk menerima hunjaman penis lelaki pada
liang vaginanya.
Tiba tiba aku terkejut ketika memikirkan satu hal. ©kisahbb
“Suwito… berhenti…”, aku beranjak duduk dan mendorong tubuh
Suwito hingga penisnya terlepas dari jepitan liang vaginaku.
“Lho… kenapa lagi non…”, Suwito penasaran dan mencoba
memeluk tubuhku, tapi aku menahannya.
“Sebentar Suwitoo… nggak sabaran amat sih…”, aku mengomel
dan menjauhkan diri dari Suwito yang masih menatapku dengan penuh nafsu.
Aku tak perduli dan segera merangkak mendekati Cie Stefanny,
memaksa pak Arifin menghentikan pagutannya pada Cie Stefanny yang sudah hampir
kehabisan nafas itu. Lalu aku memeluk Cie Stefanny dan menyusupkan kepalaku ke
pundak kirinya.
“Cie… lagi subur nggak…”, aku berbisik di telinga Cie
Stefanny yang terlihat sekali kalau sedang terangsang hebat ini.
Cie Stefanny menatapku dengan pandangan memelas dan ia
menggeleng tanpa menjawab.
“Cie Cie mau nggak diperkosa mereka?”, tanyaku lagi dengan
masih berbisik, sekali ini sambil menatap mata Cie Stefanny dengan nakal.
“Nggak mau…”, rintih Cie Stefanny dengan memelas. (kisah b
b)
“Mmm… ya udah, Cie Cie lihat Eliza aja ya…”, kataku sambil
menjauh dari Cie Stefanny.
Aku tahu Cie Stefanny hanya belum biasa, dan kalau aku bisa
membangkitkan gairahnya, bukan tidak mungkin kalau akhirnya malah Cie Stefanny
yang menginginkannya. Maka kini aku akan mencoba menggoda iman Cie Stefanny,
dengan melakukan live show di depan Cie Stefanny.
“Kalian bisa ngeseks denganku, tapi jangan sentuh Cie
Stefanny. Mengerti?”, aku berkata serius pada pak Arifin, Wawan dan Suwito.
“Siap bos”, jawab mereka serempak.
Sebenarnya aku ingin bercinta dengan Wawan, tapi tadi yang
terakhir mendapatkan jatah liang vaginaku adalah Suwito dan ia belum tuntas menikmati
tubuhku. Aku tak ingin mengecewakan Suwito, maka Suwito kusuruh tiduran di atas
ranjangku, lalu aku menaiki tubuhnya untuk menunggangi penisnya yang sudah
ereksi dan amat tegang itu. ©kisahbb
Selain itu kalau aku harus memberikan liang vaginaku pada
Wawan, aku takut kalau aku harus orgasme berkali kali, sedangkan tubuhku
sebenarnya baru mendapatkan sedikit istirahat, yang pasti belum cukup kalau aku
harus ngeseks sepuas puasnya dengan Wawan. (kisah bb)
Dan aku memang hanya ingin memberikan servis oral saja
kepada Wawan, hingga nanti Wawan akan membantai Cie Stefanny dengan ganas
karena nafsunya yang memuncak akibat spermanya yang harusnya tak mungkin keluar
hanya karena kuoral saja.
Aku menunduk dan memegang penis Suwito, lalu aku memasangkan
bibir vaginaku ke kepala penis Suwito. Tubuhku kuturunkan ke bawah hingga liang
vaginaku menelan penis Suwito yang langsung saja merem melek keenakan. Aku
terus menekan pinggulku ke bawah sambil memandang sayu ke arah Cie Stefanny.
Cie Stefanny menggigit bibirnya dan menatapku antara malu
dan bergairah, lalu ia kembali melihat ke arah selangkanganku. Aku menahan
gerakan pinggulku, dan malah menarik sedikit ke atas, lalu kuturunkan lagi
perlahan hingga penis Suwito akhirnya amblas sepenuhnya tertelan liang vaginaku.
“Aakkh… enaknya noon…”, Suwito meracau tak karuan
Suwito sudah tak tahan lagi untuk memulai menikmati tubuhku.
Dengan sekali sentakan oleh Suwito, aku langsung memejamkan mata sambil
menggigit bibir menahan nikmat. Liang vaginaku mulai dipompa dengan kencang
oleh Suwito, membuatku mulai lemas diamuk gairah. Namun aku masih harus
melanjutkan rencanaku, dan aku menatap ke arah pak Arifin.
“Pak, sini… ke depan Eliza…”, kataku pelan.
Liang vaginaku yang dipompa Suwito sudah mulai terasa ngilu
ngilu enak. Aku merintih pelan dan sedikit menggeliat, lalu dengan gerakan yang
sengaja kubuat erotis, aku melucuti sabuk yang dikenakan pak Arifin, yang sudah
berdiri di depanku. Sesekali aku melirik ke arah Cie Stefanny yang sepertinya
makin gugup melihatku bertingkah seperti pelacur saja. ©kisahbb
Dalam keadaan terangsang karena liang vaginaku terus dipompa
dari bawah oleh Suwito, aku melepaskan kancing celana panjang pak Arifin dan
menurunkan resletingnya. Aku melorotkan celana panjang itu ke bawah sambil
menatap pak Arifin dengan nakal.
“Ngghh…”, aku melenguh pelan menikmati sodokan penis Suwito
yang makin gencar.
Tubuhku bergetar menahan nikmat, dan aku mati matian
berusaha menguasai diri. Lalu aku membelai senjata pak Arifin yang masih
terbungkus celana dalamnya hingga pemiliknya mengerang menikmati kenakalanku.
Masih dengan perlahan dan dengan gerakan erotis yang pasti sangat menggoda iman
sopir keluargaku ini, aku melorotkan celana dalam itu hingga penis yang panjang
dan besar itu langsung mengacung ke arahku.
“Pak, tadi katanya… kangen sama Eliza… Sekarang kok diam
aja…”, desahku pelan sambil terus menggoda penis pak Arifin.
Aku jadi ingin tertawa geli melihat pak Arifin yang
menatapku sambil melongo. Aku mengulum penis pak Arifin sambil menatap Cie
Stefanny yang langsung menunduk malu, tapi sesekali Cie Stefanny menatapku
sekilas.
Kira kira semenit aku mengoral penis pak Arifin bahkan
beberapa kali kupaksa masuk ke dalam liang tenggorokanku, sampai aku menganggap
penis itu cukup basah oleh air ludahku. Aku melepaskan penis itu dari mulutku,
lalu aku menatap Suwito yang sama sekali tak menurunkan tempo genjotannya pada
liang vaginaku. Sambil sedikit membungkuk aku menahan tubuhku dengan kedua
tanganku yang kutekankan di ranjang.
“Pak… Arifin… ngghh… masukin… punya pak Arifin… juga… di
belakang…”, kataku di antara lenguhanku ketika aku sudah tak mampu lagi menahan
nikmat yang diberikan Suwito pada liang vaginaku ini.
“Beneran nih non? Sudah lama bapak ingin menikmati lubang
non yang belakang ini”, kata pak Arifin antusias.
“Eliza… kamu…”, desis Cie Stefanny yang kembali menggigit
bibirnya.
Kini tubuhku sudah kurebahkan hingga dadaku menempel pada
dada Suwito, sambil terus menatap Cie Stefanny dengan sayu, menunggu datangnya
siksaan dari penis pak Arifin pada liang anusku. Sebenarnya aku tak suka jika
anusku dibobol, tapi demi membangkitkan gairah Cie Stefanny, aku merelakan
kedua liang di selangkanganku ini dihajar ramai ramai oleh pak Arifin dan
Suwito.
“Angghhk…”, aku melenguh kesakitan ketika penis pak Arifin
mulai membobol liang anusku. ©kisahbb
“Elizaa… kamu nggak apa apa sayang?”, tanya Cie Stefanny.
“Nggak… apa apa… Ciee… ngghh…”, jawabanku terputus ketika
aku harus melenguh dan hampir mengejan karena penis pak Arifin yang panjang dan
cukup keras itu terus melesak masuk memenuhi liang anusku.
Kini dua penis sudah menancap erat di dalam kedua liang di
selangkanganku yang terasa penuh. Aku menguatkan diri dan dengan kedua tanganku
yang kutekankan di ranjang, bagian depan tubuhku kuangkat sedikit. Dan aku
menatap Wawan sambil menggigit bibir.
“Wan… ayo aku emut… punya kamu…”, aku bahkan hampir tak bisa
mempercayai kata kataku yang mungkin tak beda dengan rayuan pelacur rendahan,
entahlah mungkin karena aku sudah diamuk gairah membayangkan aku akan dikeroyok
habis habisan oleh mereka bertiga di depan Cie Stefanny.
“Weleh weleh, tumben tumbennya non yang minta satu lawan
tiga. Ya sudah, emut non”, kata Wawan yang langsung berlutut menyodorkan
penisnya ke hadapan mulutku.
Aku menatap Cie Stefanny sejenak, lalu aku segera menghisap
penis Wawan. Dan mereka bertiga mulai menggerak gerakkan tubuh mereka, menyiksa
dan menggelamkanku dalam kenikmatan yang luar biasa.
Setiap Suwito menekankan penisnya ke dalam liang vaginaku,
penis pak Arifin sedikit tertarik keluar dari liang anusku. Bersamaan dengan
itu Wawan dengan kejam menjejalkan penisnya hingga terus melesak masuk ke dalam
kerongkonganku.
Dan berikutnya ketika Suwito sedikit menarik keluar penisnya
dari liang vaginaku, ganti penis pak Arifin yang melesak masuk ke dalam liang
anusku, membuat perutku terasa mulas dan aku harus menahan diriku supaya tidak
mengejan. Wawan sendiri juga menarik penisnya sampai keluar seluruhnya dari
tenggorokanku, tapi kepala penis hingga setengah batang penis Wawan masih ada
di dalam jepitan mulutku yang mungil ini. ©kisahbb
“Mmpph…”, aku merintih antara kesakitan dan keenakan.
“Oooghh… punya non ini seretnya minta ampun…”, racau pak
Arifin sambil meremasi kedua pantatku.
“Enak noon…”, erang Suwito yang kini menambah siksaan
kenikmatan pada tubuhku dengan mulai meremasi kedua payudaraku yang tergantung
di depan wajahnya.
Aku sendiri tak bisa menjawab apapun karena mulutku
tersumpal penis Wawan yang tak berkata apa apa dan terus menikmati servis deep
throat dariku.
Mereka bertiga terus mengaduk aduk ketiga liang
kenikmatanku, dan aku sendiri berusaha untuk menikmati semua rangsangan yang
kuterima, terutama untuk melenyapkan rasa sakit yang mendera liang anusku.
Kenikmatan sekaligus rasa sakit yang mendera tubuhku membuat rintihanku mulai
berubah menjadi erangan tertahan, tubuhku mulai gemetar dan pandangan matakuku
cepat sekali sudah kabur dan berkunang kunang.
Aku sempat berpikir, keadanku yang lebih lemah dari biasanya
ini mungkin karena staminaku yang sudah habis. Aku masih ingat bagaimana
kemarin seharian aku harus ngeseks berkali kali mulai dari berlesbian ria di
toilet sekolah dengan Jenny, lalu digangbang di ruang guru oleh pak Edy, Pandu
dan Dedi, lalu dibantai lagi oleh Dedi, tukang tambal ban dan 5 tukang becak
siang kemarin. Dan sorenya aku masih sempat sempatnya berlesbian ria dengan Cie
Stefanny, bahkan keterusan sampai malam.
Semua itu diperparah dengan tidurku yang hanya dua jam dan
sekarang aku harus ngeseks lagi dengan ketiga lelaki yang sekarang ini
menikmati tubuhku. Memikirkan semua itu malah membuatku makin bergairah, dan di
tengah jepitan tubuh ketiga orang lelaki ini aku orgasme tanpa bisa kutahan
lagi.
“Mmpphh… mmmmhhh…”, aku merintih panjang tanpa daya
menikmati orgasmeku.
“Ohh… kalian jangan siksa Eliza seperti ini…”, keluh Cie
Stefanny yang memandangku dengan iba.
“Mpphh… mmhhh… enggak apa apa… enak kok Ciee… ngghhh”, aku
sempat melepaskan mulutku dari jejalan penis Wawan, tapi kata kataku kembali
terputus karena aku harus melenguh keenakan, dan sesaat kemudian aku kembali
harus mengulum dan menelan penis Wawan di dalam tenggorokanku.
“Sayang…”, desah Cie Stefanny.
Cie Stefanny kini mendekatiku dan berlutut di sebelah
kiriku. Ia menyibakkan dan membelai rambutku yang terjuntai ke bawah dan
sedikit menutupi wajahku. Aku menatap senang ke arah Cie Stefanny. Aku memang
suka kalau rambutku dibelai, apalagi yang membelai ini Cie Stefanny. Kutekankan
tangan kananku kuat kuat ke ranjang, dan tangan kiriku kuangkat untuk kutempelkan
di payudara Cie Stefanny yang hanya menatapku sambil tersenyum malu. ©kisahbb
“Mmmhh…”, Cie Stefanny merintih ketika aku meremasi kedua
payudaranya bergantian dengan tangan kiriku.
“Yah… enaaak noooon…”, kudengar pak Arifin melolong dan
penisnya yang sejak tadi menghajar liang anusku berkedut kedut.
Siraman cairan sperma yang hangat dari penis pak Arifin
seperti meredakan rasa nyeri dan sakit pada liang anusku. Dan setelah penis itu
tertarik lepas, aku sedikit merasa lega. Paling tidak aku tak lagi harus
menahan keinginanku untuk mengejan, rasa mulas pada perutku juga mereda. Kini
aku tinggal menunggu Suwito berejakulasi, yang kalau kulihat dari wajahnya yang
mengernyit keenakan tampaknya sebentar lagi ia juga sudah akan mencapai
puncaknya.
“Non Elizaa…”, erang Suwito panjang ketika tubuhnya yang ada
di bawahku ini berkelojotan dan bergetar hebat.
Kurasakan semprotan sperma yang kencang dari penis Suwito
yang masih bersemayam di dalam liang vaginaku. Rasanya hangat dan aku gemetar
menahan nikmat, hampir saja aku dibuat orgasme lagi oleh Suwito.
Dan karena mulai kehabisan nafas, aku mendorong tubuh Wawan
hingga penis Wawan yang masih mengaduk liang tenggorokanku ini terlepas dari
mulutku.
“Akh…”, aku memejamkan mata dan menarik nafas panjang sepuas
puasnya hingga dadaku terasa lega.
Belum lagi aku membuka mata, tiba tiba kurasakan bibirku
sudah terpagut, dan tanpa membuka mata aku sudah tahu bibir mungil yang memagut
bibirku ini adalah milik Cie Stefanny. Aku memeluk Cie Stefanny dan balas
memagutnya, dan kami sampai bergulingan di atas ranjang hingga penis Suwito
juga terlepas dari liang vaginaku. Kini Cie Stefanny yang menindihku, dan aku
sampai menelan semua air ludah yang keluar dari mulut Cie Stefanny, dan aku
benar benar menyukai rasa air ludah Cie Stefanny.
“Wooo…”, sorakan sopir dan kedua pembantuku mengiringi
pergumulanku dengan Cie Stefanny.
Setelah puas saling berpagutan, kami berdua saling pandang
dengan mesra. Cie Stefanny kembali menyibakkan rambutku yang kusut dan sedikit
basah oleh keringatku, lalu ia mengecup kedua mataku dengan lembut. Aku
memejamkan mata menikmati cumbuan mesra Cie Stefanny. ©kisahbb
-x-
XIV. Pesta Seks Di Tengah Malam
“Cie, Eliza ke kamar mandi dulu ya, mau bersihin ini”,
kataku sambil menunjukkan tanganku ke arah selangkanganku.
Cie Stefanny mengangkat badannya yang menindih tubuhku
sambil melihat arah tanganku. Lalu kami berdua sama sama berdiri. Sopir dan
kedua pembantuku masih duduk di lantai kamarku, asyik memandangi kami berdua.
Tapi di luar dugaanku, tiba tiba Cie Stefanny berlutut dan
melebarkan kedua pahaku, lalu liang vaginaku yang masih belepotan sperma Suwito
itu dicucupnya kuat kuat.
“Ngggh… Cieee…”, aku merintih keenakan.
“Woooww… isep… isep…”, kembali sopir dan kedua pembantuku
bersorak menikmati tontonan adegan lesbian dari dua bidadari di hadapan mereka.
Cie Stefanny terus menghisap campuran sperma Suwito dan
cairan cintaku dari liang vaginaku. Aku mulai menggeliat dan berkelojotan
menahan nikmat. Setelah semuanya habis, Cie Stefanny malah memasukkan satu jari
tangannya ke dalam liang vaginaku, diikuti satu jarinya yang lain lagi.
“Ngghh… ampun Cieee…”, aku mengerang.
Tapi Cie Stefanny sudah terbakar nafsunya, ia mengaduk aduk
liang vaginaku dengan kedua jarinya hingga aku hanya bisa meracau keenakan.
Gairahku yang belum turun sepenuhnya ini kembali meninggi dengan cepat, dan
liang vaginaku rasanya seperti akan meledak saja.
“Cieee… ooohhh… ngghhh…”, aku melenguh panjang mengiringi
orgasme yang melandaku.
Cairan cintaku rasanya membanjir deras, dan gilanya Cie
Stefanny lagi lagi mencucup liang vaginaku. Aku sudah dalam keadaan setengah
sadar, tubuhku gemetar dan mengejang hebat. Seandainya sekarang ini aku
terbaring di ranjang, kedua kakiku pasti melejang tak karuan. Tapi aku tak bisa
melakukannya karena kedua kakiku masih harus kupijakkan kuat kuat untuk
menopang tubuhku. ©kisahbb
“Cieee… ampuuun…”, aku merintih dan memohon supaya Cie
Stefanny menghentikan cucupannya pada liang vaginaku, tapi Cie Stefanny baru
mau berhenti setelah cairan cintaku habis dihisapnya.
Aku terduduk lemas di lantai setelah bibir vaginaku terlepas
dari hisapan bibir Cie Stefanny. Aku menatap Cie Stefanny dengan sayu dan
mesra, dan kalau saja tenagaku belum habis seperti sekarang ini, mungkin aku
sudah balik menerkam Cie Stefanny dan bercinta dengannya sepuas hatiku.
“Non, tadi gue belum keluar nih, ayo sekarang sama saya”,
kata Wawan yang tiba tiba sudah berdiri di sampingku, lalu ia menggendongku dan
membaringkan tubuhku ke ranjang.
“Wan… bentar lagi ya please… aku capek…”, aku memohon pada
Wawan.
“Wah gak bisa non, tegangan tinggi nih punya gue”, kata
Wawan yang sudah mengangkat kedua betisku dan ditumpangkan ke pundaknya.
“Tapi…”, aku mulai merengek ketika merasakan penis Wawan
yang sudah menempel di bibir vaginaku.
“Nggghh…”, aku melenguh tanpa daya ketika Wawan mulai
melesakkan penisnya membelah liang vaginaku.
Aku hanya bisa pasrah menerima tusukan penis Wawan pada
liang vaginaku, berharap semoga aku tak sampai berkali kali orgasme di tangan
Wawan, bisa bisa aku pingsan lagi seperti siang kemarin.
“Em… Wan, kasihan Eliza… kamu sama aku aja”, kudengar suara
Cie Stefanny yang terdengar sedikit bergetar. ©kisahbb
“Makasih Cie…”, aku memandang Cie Stefanny mesra.
Wawan memandang ke arah Cie Stefanny yang menunduk malu,
lalu Wawan kembali memandangku. Aku mengangguk lemas, dan Wawan segera mencabut
penisnya dari jepitan liang vaginaku. Cie Stefanny melangkah ragu ke arah kami,
dan ketika tubuh Cie Stefanny sudah berada dalam jangkauan Wawan, Cie Stefanny
ditarik oleh Wawan ke dalam pelukannya.
“Ooh…”, rintih Cie Stefanny.
Aku bergeser ke kiri, memberikan ruang untuk Cie Stefanny
yang kini dibaringkan di sampingku. Wawan yang sudah sangat bernafsu itu segera
mengarahkan penisnya ke bibir vagina Cie Stefanny.
“Wan, jangan langsung main tembak gitu dong… sakit tau!
Bikin basah dulu kek…”, omelku lemah.
“Siap bos!”, jawab Wawan.
Kini Wawan yang tak jadi melesakkan penisnya ke dalam liang
vagina Cie Stefanny, mulai mencumbui Cie Stefanny yang pasrah saja. Rintihan memelas
Cie Stefanny terus terdengar, dan mendadak Wawan protes ketika ia sudah akan
mencumbui liang vagina Cie Stefanny.
“Non, sudah basah abis gini, masa masih harus dibikin
basah?”, tanya Wawan yang seolah meminta persetujuanku untuk segera menggenjot
Cie Stefanny.
“Oh…”, Cie Stefanny merintih malu. (kisah bb)
“Ya kalau udah basah ya udah Wan”, kataku pelan sambil
memandang Cie Stefanny dan tersenyum nakal.
Setelah aku merasa cukup mengumpulkan tenaga, aku segera
bangkit meninggalkan ranjangku yang akan segera menjadi arena pertempuran Cie
Stefanny melawan Wawan.
“Eliza… kamu kok ninggalin Cie Cie…”, rengek Cie Stefanny.
“Enggak Cie… Eliza cuma mau membersihkan ini kok”, kataku
sambil menunjuk selangkanganku yang becek ini dari belakang pantatku.
Cie Stefanny memandangku seperti ingin minta tolong
diselamatkan dari perkosaan yang akan menimpa dirinya. Tapi aku cuma tersenyum
nakal dan kemudian aku masuk ke kamar mandi. Di dalam sana aku mencuci liang
anusku yang basah oleh cairan sperma milik pak Arifin. Aku memutuskan untuk
mandi keramas sekalian, badanku rasanya lengket semua akibat keringatku sendiri
yang juga bercampur keringat tiga maniak yang akan berpesta tubuh Cie Stefanny
itu.
Tentu saja aku juga sekalian mencuci bersih liang vaginaku
dengan cairan pembersih vaginaku. Meskipun tadi campuran cairan cairan di dalam
sana sudah diseruput habis oleh Cie Stefanny, tetap saja rasanya masih ada yang
tertinggal.
Selagi aku menghanduki tubuhku, aku tiba tiba teringat kata
kata Cie Stefanny yang kudengar sebelum aku tertidur, yaitu ‘mm… kalau saja
tadi itu ada yang merekam waktu Cie Cie bercinta…’ ©kisahbb
Aku menggigit bibir sejenak, gairahku kembali meninggi.
Setelah kuhanduki seluruh tubuhku hingga kering, aku keluar dari kamar mandi
tanpa terbalut sehelai kainpun alias telanjang bulat.
Aku melihat Cie Stefanny sudah takluk dan pasrah berada
dalam gendongan Wawan yang berdiri di samping ranjangku. Wawan yang dengan
perkasa menyetubuhi Cie Stefanny dalam gendonganya.
Aku berjalan dalam keadaan telanjang bulat seperti ini,
melewati pak Arifin dan Suwito yang aku yakini masih lemas setelah ngeseks
denganku. Mereka memang tak berbuat apa apa, hanya memandangi tubuhku dengan
penuh nafsu.
Aku tak berniat memakai bra dan celana dalamku, takutnya
mereka akan mengajakku ngeseks lagi, yang bisa membuat bra dan celana dalamku
jadi lembab lagi oleh keringatku. Aku hanya menyisir rapi rambutku di depan
meja riasku. Setelah selesai merapikan rambutku, aku mencari handycam milik
kokoku di lemari bawah meja belajarku.
Suara rintihan dan erangan Cie Stefanny yang dibantai oleh
Wawan memenuhi kamarku. Aku terus mencari handycam itu sambil menahan gairahku.
Begitu kutemukan, aku langsung memeriksa apakah ada isi rekamannya atau tidak.
Setelah kupastikan isinya kosong, aku mencoba merekam sembarangan selama kira
kira dua puluh atau tiga puluh detik, lalu memutar hasilnya. Lalu rekaman itu
kuhapus, dan aku sudah siap untuk merekam adegan panas yang dibintangi Cie
Stefanny ini :p
“Eh… Elizaa… kamu kok mmpphh…”, protes Cie Stefanny terhenti
karena ia kembali harus berpagut dengan Wawan.
“Kan Cie Cie tadi malam berharap ada yang merekam waktu Cie
Cie bercinta…”, kataku menggoda Cie Stefanny. ©kisahbb
“Mmpphh… tapi maksud Cie Cie… bercinta sama kamu…”, rengek
Cie Stefanny yang kembali berhasil melepaskan bibirnya dari pagutan Wawan.
“Nggak apa apa Cie, sekarang ini Cie Cie keliatan sexy kok”,
aku meleletkan lidah dan mulai merekam adegan panas di depanku ini.
“Oooh… ngghh…”, Cie Stefanny merintih dan melenguh ketika
Wawan yang perkasa itu terus menggenjot Cie Stefanny sambil berdiri, dan kini
Cie Stefanny menyembunyikan wajahnya dari sorotan handycam di tanganku ini
dengan cara menyusupkan wajahnya di pundak kanan Wawan.
“Wooo…”, sorakan pak Arifin dan Suwito seolah menyemangati
Wawan yang sudah bersimbah peluh, sementara keadaan Cie Stefanny sendiri juga
basah kuyup mandi keringat.
Setelah kira kira lima menit, Wawan menurunkan Cie Stefanny
dari gendongannya. Lalu Wawan berbaring di ranjang, rupanya Wawan ingin supaya
Cie Stefanny melayaninya dengan posisi woman on top.
“Non, ayo naik ke sini”, panggil Wawan pada Cie Stefanny.
Dengan menggigit bibir Cie Stefanny naik ke ranjangku. Ia
memandangi penis Wawan yang tegak mengacung, siap membelah dan mengaduk aduk
liang vaginanya. Beberapa saat lamanya Cie Stefanny diam seperti ragu hendak
melakukan apa. Lalu Cie Stefanny menoleh ke arahku dan menatapku dengan wajah
memelas.
“Eliza…”, rengek Cie Stefanny.
“Nggak apa apa Cie, ayo…”, kataku membujuk Cie Stefanny.
Cie Stefanny menghela nafas panjang seperti ingin
mengumpulkan kekuatannya, lalu ia menaiki tubuh Wawan. Tapi Cie Stefanny malah
diam seperti tak tahu harus berbuat apa. Maka Wawan mengarahkan penisnya hingga
kepala penisnya menempel pada bibir vagina Cie Stefanny. Langsung saja Cie
Stefanny mendesah, tubuhnya sedikit menggigil.
“Jangan malu malu non, ayo turunin badannya. Tadi non kan
juga sudah suka”, ejek Wawan.
Cie Stefanny mulai menurunkan badannya, dan perlahan senti
demi senti penis Wawan amblas tertelan dalam liang vagina Cie Stefanny. Aku tak
mau melewatkan pemandangan indah ini, kusorot baik baik dengan handycam di
tanganku.
“Ngghh.. ngghhh…”, Cie Stefanny melenguh dan menggeliat
selama proses menyatunya tubuh Cie Stefanny dengan Wawan.
“Enak ya non?”, tanya Wawan.
“Iyah… oooh…”, rintih Cie Stefanny.
“Kalau enak, goyang dong”, Wawan melanjutkan godaannya pada
Cie Stefanny. ©kisahbb
Kini aku hampir tak bisa mempercayai pandangan mataku di LCD
handycam ini. Cie Stefanny mulai menggoyangkan tubuhnya, mencari kenikmatannya
sendiri. Wawan yang terbaring di bawahnya mulai melolong lolong keenakan. Cie
Stefanny sendiri sesekali melenguh sambil mulai menggunakan kedua telapak
tangannya untuk meremasi kedua payudaranya sendiri.
“Oooh… enak… sempitnya punya non ini…”, racau Wawan.
“Non, sini saya bantu”, kata Suwito yang tiba tiba sudah
berlutut di samping Cie Stefanny.
Kini Suwito mulai meremasi payudara Cie Stefanny. Bahkan
sesaat berikutnya mereka saling berpagut dengan panas. Aku mengarahkan sorotan
kameraku hingga cukup untuk melihat Cie Stefanny dan Suwito yang berciuman
sampai bagian selangkangan Cie Stefanny yang ditembusi penis Wawan dari bawah.
“Eh pak Arifin! Ke WC dulu sana, cuci dulu punya pak Arifin!
Yang bersih!”, aku setengah membentak ketika melihat pak Arifin tiba tiba lewat
di belakang Cie Stefanny dan Suwito yang masih asyik berpagut.
“Oh iya non, maaf”, kata pak Arifin yang langsung minggir
dan pergi ke kamar mandiku.
Aku tak ingin pak Arifin dengan penisnya yang pasti kotor dan
bau itu membuat Cie Stefanny kehilangan mood untuk menjadi bintang pesta seks
di tengah malam ini. Susah payah aku tadi mencoba membangkitkan gairah Cie
Stefanny, apalagi kini Cie Stefanny yang di atas ranjangku sudah larut
dikeroyok Wawan dan Suwito.
“Mmphh… aaah…”, rintih Cie Stefanny yang langsung mengambil
nafas begitu bibirnya terlepas dari pagutan Suwito. ©kisahbb
Rintihan Cie Stefanny masih terus terdengar, karena saat ini
Suwito sudah menyusu di payudara kanan Cie Stefanny. Dan kini pak Arifin yang
bergabung lagi langsung menyusu di payudara kiri Cie Stefanny.
“Oooh… aduuuh…”, Cie Stefanny mulai mengejang di sela
rintihannya.
Sorotan handycam ini begitu sempurna merekam orgasme Cie
Stefanny. Wajahnya seperti menahan sakit yang amat sangat, mulutnya ternganga
dan badannya tersentak sentak. Penderitaan Cie Stefanny makin lengkap karena
Wawan yang penisnya pasti masih sangat perkasa itu terus memompa liang vagina
Cie Stefanny dari bawah tanpa henti, memaksa Cie Stefanny untuk melenguh lenguh
keenakan.
“Ngghhh… eengghh… aaangghh…”, Cie Stefanny terus melenguh
tanpa daya dihantam badai orgasme.
Mungkin saat ini Cie Stefanny sedang merasakan multi
orgasme. Pandangan matanya redup dan sayu, sementara badannya terus
berkelojotan dengan irama yang kacau. Nafas Cie Stefanny tersengal sengal dan
dadanya sesekali terhentak.
Melihat keadaan Cie Stefanny, Wawan yang mungkin merasa
kasihan menghentikan genjotannya sebentar.
“Ngghh… jangan berhenti…”, rengek Cie Stefanny memelas dan
menatap Wawan dengan penuh permohonan sambil terus menggerak gerakkan
pinggulnya, sungguh pemandangan yang amat sexy.
“Beres non”, kata Wawan tanggap dan langsung menghentakkan
penisnya yang masih menancap di dalam liang vagina Cie Stefanny.
“Oooohh… auuughh… nggghhh”, Cie Stefanny kembali melenguh
dan menggeliat sejadi jadinya.
Keringat Cie Stefanny membanjir deras ketika orgasmenya
kembali memuncak. Tubuhnya yang indah itu melengkung sexy, kelihatannya Cie
Stefanny tak kuasa menahan kenikmatan yang pasti sedang menjalari sekujur
tubuhnya. Pagutan pak Arifin pada puting payudara Cie Stefanny sampai terlepas
ketika tadi Cie Stefanny menggeliat hebat.
Melihat hal itu, ku bermaksud memberikan isyarat kepada pak
Arifin, dengan membuka mulutku sedikit dan menggerakkan tangan kiriku menirukan
gaya mengoral penis sambil menatap pak Arifin, yang kelihatannya langsung
mengerti maksudku dan segera berdiri di samping kiri Cie Stefanny.
“Cie… sebelah kiri Cie”, aku memberikan ‘instruksi’ pada Cie
Stefanny yang masih memejamkan matanya menikmati orgasmenya.
Cie Stefanny membuka matanya perlahan dan menolehkan
kepalanya ke kiri. Ia sempat tertegun sejenak melihat penis pak Arifin yang
mengacung tegang di depan matanya.
“Non, ayo pegang”, perintah pak Arifin.
Cie Stefanny menggigit bibirnya, lalu perlahan tangan
kirinya bergerak meraih penis pak Arifin dan menggenggamnya. Jantungku berdebar
kencang melihat Cie Stefanny yang pasrah melayani mereka.
Kini dengan tubuh yang terlonjak pelan karena liang
vaginanya kembali dipompa oleh penis Wawan dari bawah, tangan Cie Stefanny yang
mungil itu melakukan gerakan maju mundur untuk mengocok penis pak Arifin.
“Yaa… terus noon…”, racau pak Arifin keenakan.
Cie Stefanny terus menatap penis itu. Aku menyorot wajah Cie
Stefanny memelas sexy dan menggairahkan itu, dan lagi lagi aku nyaris tak
percaya dengan pandangan mataku ketika tiba tiba Cie Stefanny menurunkan
tangannya, dan tanpa diminta Cie Stefanny memajukan kepalanya hingga bibir Cie
Stefanny tepat bersentuhan dengan kepala penis pak Arifin. Tanpa ampun pak
Arifin langsung memegang kepala Cie Stefanny dan dengan cepat ia mulai
memaksakan penisnya melesak masuk ke dalam mulut mungil milik Cie Stefanny.
Cie Stefanny pasrah saja dan membuka mulutnya untuk mengulum
penis pak Arifin. Tangan kiri Cie Stefanny memegang sisa penis pak Arifin yang
tak muat di dalam mulut mungil Cie Stefanny, sedangkan tangan kanan Cie
Stefanny memeluk dan meremasi rambut di kepala Suwito yang masih asyik menyusu
di payudara kanan Cie Stefanny. ©kisahbb
Dan kini Wawan juga menggerakkan tangan kanannya untuk
meraih dan meremasi payudara kiri Cie Stefanny. Maka lengkaplah penderitaan Cie
Stefanny, tanpa daya dikeroyok oleh sopir dan kedua pembantuku yang perkasa
dalam urusan seks ini.
“Empphh… mmmhh…”, Cie Stefanny merintih tak jelas karena
mulutnya tersumpal penis pak Arifin.
Adegan panas di depanku ini kurekam dengan baik, celakanya
aku sendiri sebenarnya juga kembali terbakar gairah. Tapi aku tak ingin gagal
mendapatkan rekaman adegan demi adegan panas ini dan aku berusaha menahan
keinginanku untuk bermasturbasi dengan mencelupkan jari tangan kiriku yang
masih mengganggur ini ke dalam liang vaginaku. Aku takut peganganku pada
handycam akan kacau dan membuat hasil rekaman ini jadi buruk.
“Aaah… sepongan non enak sekalii…”, racau pak Arifin memuji
servis oral Cie Stefanny.
Cie Stefanny hanya mengguman tak jelas, dan tiba tiba pak
Arifin menarik lepas penisnya dari mulut Cie Stefanny. Lalu pak Arifin yang
menyuruh Suwito melepaskan pagutannya pada puting payudara Cie Stefanny,
mengambil posisi di belakang Cie Stefanny, dan mendorong tubuh Cie Stefanny
hingga telungkup menindih tubuh Wawan.
“Ohh… pak… jangan di sana… ngghhh…”, Cie Stefanny tak dapat
melanjutkan protesnya karena Wawan menghunjamkan penisnya dalam dalam mengaduk
liang vagina Cie Stefanny.
Suwito langsung mengambil posisi di depan kepala Cie
Stefanny yang tertunduk pasrah. Aku jadi kewalahan merekam semua adegan ini,
maka aku sedikit mundur untuk dapat merekam itu semua. Pak Arifin sudah mulai
menempelkan penisnya yang basah oleh air ludah Cie Stefanny itu, ke belakang
selangkangan Cie Stefanny. ©kisahbb
Cie Stefanny mendongak dengan wajah yang menampakkan
kekuatiran, tapi akibatnya kepalanya langsung dipegang oleh Suwito, dan penis
Suwito yang sudah mengacung itu menempel di bibir Cie Stefanny.
“Aaaah… mmmppph…”, tepat ketika pak Arifin mulai melesakkan
penisnya ke dalam liang anus Cie Stefanny, dengan keras Cie Stefanny merintih,
tapi rintihannya langsung teredam karena Suwito memanfaatkan kesempatan itu
untuk melesakkan penisnya masuk ke dalam mulut mungil Cie Stefanny.
“Mmmppph…”, Cie Stefanny terus merintih panjang tak jelas,
dan aku mengambil gambar handycam dari belakang, menyorot detail situasi yang
terjadi di selangkangan Cie Stefanny.
Liang vagina Cie Stefanny jelas penuh oleh penis Wawan yang
menancap dalam. Dan perlahan liang anus Cie Stefanny terbelah oleh penis pak
Arifin yang terus melesak masuk. Aku bisa membayangkan betapa sesaknya sekarang
selangkangan Cie Stefanny sekarang ini.
Cie Stefanny mulai meronta, sepertinya Cie Stefanny
kesakitan merasakan liang anusnya diperawani oleh penis pak Arifin yang
termasuk berukuran raksasa itu.
Wawan memeluk erat tubuh Cie Stefanny hingga Cie Stefanny
tak akan bisa ke mana mana, dan penis pak Arifin menancap makin dalam pada
liang anus Cie Stefanny. Tak ada yang bisa dilakukan Cie Stefanny selain
merintih.
Kini tiga liang kenikmatan Cie Stefanny sudah terisi penuh.
Mereka bertiga segera mulai menyiksa Cie Stefanny. Gerakan gerakan menghentak
dari tubuh pak Arifin dan Wawan membuat penis mereka keluar masuk bergantian
dengan cepat, mengaduk liang vagina dan liang anus Cie Stefanny. Erangan dan
rintihan tertahan Cie Stefanny kelihatannya malah membangkitkan gairah mereka
berdua yang terus menghajar selangkangan Cie Stefanny ini.
Aku sempat menyorot sekilas ke arah wajah Suwito yang merem
melek keenakan mendapatkan servis oral dari Cie Stefanny. Suwito masih
menyempatkan meremasi rambut indah Cie Stefanny. Tapi aku langsung kembali
menyorot pemandangan indah di depanku ini, dua penis yang bergantian melesak
masuk mengaduk aduk dua liang kenikmatan Cie Stefanny.
“Oooh… huooooh…”, pak Arifin melolong panjang dan aku
melihat sperma meleleh keluar di sela sela liang anus Cie Stefanny yang
tertancap penis pak Arifin.
Eh, cepat juga pak Arifin berejakulasi. Dan kulihat tubuh
Cie Stefanny bergetar, entah karena kesakitan atau karena kenikmatan. Pak
Arifin menarik lepas penisnya dari jepitan liang anus Cie Stefanny, tapi aku
masih terus menyorotkan handycam ini ke arah selangkangan Cie Stefanny karena
aku tak ingin melewatkan pemandangan yang indah ini. Sperma pak Arifin terus
meleleh keluar dari lubang anus Cie Stefanny, walaupun tidak terlalu banyak,
dan liang vagina Cie Stefanny masih terus dipompa oleh Wawan.
“Mmmhhh… mmmhhhh…”, Cie Stefanny merintih panjang dan
tubuhnya kembali berkelojotan dengan liarnya, entahlah mungkin karena ia
mendapatkan orgasmenya lagi. ©kisahbb
Aku mengalihkan sorotan handycamku dari pinggir, hingga aku
mendapatkan rekaman sempurna saat tubuh Cie Stefanny menggelepar dalam pelukan
Wawan. Kedua betis Cie Stefanny melejang lejang, sementara kedua tangan Cie
Stefanny terentang mencengkram sprei ranjangku. Sungguh indah pemandangan yang
ada di depanku ini, dan aku senang sekali bisa merekam semua ini dalam handycam
yang kupegang ini.
“Oooh… noon… huoooohh…”, erang Wawan yang mempercepat
genjotannya pada Cie Stefanny.
Aku cepat kembali menyorot selangkangan Cie Stefanny. Tepat
sekali, Wawan memang akan berejakulasi, dan aku beruntung mendapatkan adegan
dimana penis Wawan menancap dalam dalam, sementara tubuh Cie Stefanny terlihat
mengejang beberapa kali. Lalu perlahan sperma Wawan sedikit meleleh keluar dari
liang vagina Cie Stefanny yang masih tertancap penis Wawan.
“Oooh… enaknyaaa…”, racau Wawan, yang kemudian melepaskan
pelukannya dan mendorong tubuh Cie Stefanny hingga terbaring ke sampingnya, dan
sisa sperma di vagina Cie Stefanny yang sempat menyembur kecil itu membasahi
paha Cie Stefanny.
Suwito yang penisnya terlepas dari jepitan mulut mungil Cie
Stefanny, kini ganti mengambil posisi di depan selangkangan Cie Stefanny. Lalu
dengan posisi standar, Suwito mulai menyetubuhi Cie Stefanny yang masih
tergolek lemas.
Sayangnya aku tak sempat merekam dengan detail proses
masuknya penis Suwito ke dalam liang vagina Cie Stefanny. Aku hanya merekam
sekilas bagaimana Suwito menggagahi Cie Stefanny, lalu aku merekam dari
belakang Suwito, menyorot ke arah Cie Stefanny yang terbaring pasrah.
“Arrghh… enak gilaaa…”, Tak sampai dua tiga menit, Suwito sudah
berkelojotan sambil meracau.
Aku langsung menyorot selangkangan Cie Stefanny, menangkap
saat saat melelehnya sperma Suwito dari liang vagina Cie Stefanny yang masih
tertancap penis Suwito itu. Begitu Suwito menarik lepas penisnya, sperma dalam
jumlah yang cukup banyak menyembur keluar dari liang vagina Cie Stefanny yang
warnanya main memerah. Aku menyorot semua itu dengan detail, dan kali ini aku
sudah tak mampu menahan gairahku lagi. ©kisahbb
“Suwito, pegang handycam ini. Ya, seperti ini. Pokoknya kamu
jangan sorot ke arah lain ya, tetap sorot ke arah ini”, kataku pada Suwito dan
menunjukkan padanya di LCD handycam ini, yang memuat sorotan ke liang vagina
Cie Stefanny.
“Siap bos”, kata Suwito sok mengerti, aku hanya bisa
berharap dia tak melakukan kesalahan.
Dan begitu Suwito memegang handycamku, aku langsung memburu
liang vagina Cie Stefanny.
“Eh… Elizaaa…”, rintih Cie Stefanny ketika aku mencucup
bibir vaginanya yang masih belepotan cairan cairan itu.
Aku terus mencucup dengan penuh gairah, dan semua campuran
cairan cinta Cie Stefanny, sperma Suwito dan sperma Wawan itu kuseruput habis.
Tanpa ampun lagi Cie Stefanny menggelinjang dan mengejang hebat dilanda
orgasmenya. Aku terus menelan semua cairan cairan itu, dan aku baru berhenti
mencucup bibir vagina Cie Stefanny setelah tak ada lagi yang bisa kuseruput.
Lalu aku langsung menindih Cie Stefanny, dan memagut
bibirnya sejadi jadinya, tanpa perduli keringat Cie Stefanny menempel di
tubuhku yang tadinya sudah kumandikan sampai bersih.
Aku berharap Suwito cukup cerdas untuk merekam adegan ini,
dan ketika aku melihat dari samping Suwito memang sedang merekam kami, aku
makin ganas memagut bibir Cie Stefanny yang juga balas memagut bibirku. Kami
bahkan sampai duduk dan terus berpagut mesra, dan baru berhenti setelah kami
sama sama kehabisan nafas.
“Oooh… sudah sayang… Cie Cie capek…”, Cie Stefanny merengek
dengan wajahnya memelas dan ia langsung berbaring di atas ranjangku.
“Iya Cie, sudah selesai kok…”, jawabku dengan pelan, aku
sendiri juga kecapaian dan ingin tidur saja, tapi aku masih harus mengganti
sprei ini, juga mandi bersama Cie Stefanny yang basah oleh campuran keringatnya
sendiri dan keringat tiga maniak tadi.
“Sini Suwito, handycamnya”, aku memanggil Suwito meminta
handycam yang masih menyorot ke arah kami berdua ini.
Suwito memberikan kameraku dan langsung duduk lemas. Aku
langsung mematikan rekaman ini, dan mencoba melakukan replay untuk melihat
hasilnya. Yah, tak bisa dibilang sempurna, rasanya caraku mengambil gambar
masih terlalu kaku, namun adegan adegan itu terasa natural. Kulihat durasi
rekaman ini sekitar 25 menit.
“Udah, kalian kembali ke kamar kalian sana”, usirku ketus.
“Yah non, galak amat. Boleh kan kami temani non tidur?”,
tanya Wawan ©kisahbb
“Tidak. Besok aku ada ulangan tau! Kalau kalian tidur di
sini, bisa bisa nanti aku masih enak enak tidur kalian paksa ngeseks lagi.
Lagian ranjangku kan nggak cukup buat ditidurin berlima. Pokoknya nggak
boleh!”, aku mulai mengomel.
“Kalau gitu non Stepani boleh kami bawa ke kamar kami non?”,
tanya pak Arifin.
“Tidak boleh!! Cie Stefanny ini tamuku ya, jangan macam
macam! Udah ayo kalian keluar sana!!”, jawabku tegas.
Akhirnya mereka semua keluar tanpa banyak rewel. Mereka
keluar dari jendela yang mereka bobol ketika masuk ke kamarku ini untuk
memperkosa kami berdua sampai terbangun dari tidur. Aku sampai teringat tadi
itu aku mendapat mimpi yang begitu mengerikan, diperkosa dan dilecehkan oleh
Andi di sekolah.
Sejenak jantungku berdebar cukup kencang, dan sekali lagi
aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa tadi itu semua hanyalah mimpi. Aku
melihat lagi ke arah jam digitalku, dan aku menarik nafas lega melihat hari ini
adalah hari Jumat jam 02:00, pagi.
-x-
XV. Mengakhiri Pesta Seks
Aku menguatkan diri untuk bangkit, lalu aku mengunci jendela
kamarku ini. Lalu aku berbalik badan dan bersandar sejenak sambil menatap Cie
Stefanny.
“Cie… ayo mandi sama Eliza”, aku mengajak Cie Stefanny
bersama sama membersihkan tubuh kami yang sama sama lengket ini tak karuan ini.
“Iya sayang, sebentar ya, Cie Cie masih lemas”, kata Cie
Stefanny pelan.
Aku melihat jam, sekarang jam dua pagi. Duh, mana besok aku
ulangan lagi. Tapi jujur saja aku tak menyesal terseret dalam pesta seks di
tengah malam ini, dan lagipula seperti yang dikatakan Cie Stefanny, aku sudah
cukup belajar untuk ulangan besok.
Kini aku duduk di kursi meja belajarku, dan membuka
laptopku. Aku mentransfer hasil rekaman handycam ini ke dalam laptopku, lalu
aku memastikan tak ada sisa rekaman Cie Stefanny yang jadi korban pesta seks
tiga maniak tadi di dalam handycam ini. Sungguh tidak lucu kalau rekaman itu
terlihat oleh kokoku. ©kisahbb
“Sayang… kamu lagi ngapain?”, tanya Cie Stefanny yang tiba
tiba sudah memeluk tubuhku dari belakang.
“Pindahin film ini ke laptop Eliza, terus hapus rekaman tadi
di handycam Cie”, kataku sambil mengecek ulang isi handycam ini.
“Kamu jahat, masa Cie Cie kamu jadikan bintang film porno…”,
Cie Stefanny merajuk walaupun masih tetap memeluk tubuhku.
“Kan cuma buat kita berdua aja kok Cie. Eliza janji nggak
akan sebarin film ini, Eliza kan sayang Cie Cie”, kataku sambil menolehkan
wajahku ke arah belakang hingga berhadapan dengan wajah Cie Stefanny, lalu
bibir yang mungil itu kucium dengan mesra.
“Mmmhh…”, rintih Cie Stefanny yang langsung membalas
ciumanku.
“Janji ya sayang, cuma kita berdua. Kokomu jangan sampai
tahu…”, kata Cie Stefanny dengan nada memohon.
“Iya, Eliza janji. Tapi… yeee, kok takut ketahuan kokoku,
kenapa hayoo…”, sifat usilku kumat dan aku langsung menggoda Cie Stefanny
“Ahh…”, Cie Stefanny menggigit bibirnya, mukanya mendadak
memerah.
“Tenang Cie, Eliza pasti jaga rahasia ini dari koko, asal
Cie Cie besook…”, aku sengaja berlambat lambat melanjutkan kata kataku dan
menatap Cie Stefanny dengan pandangan menggoda.
“Duh… kamu jahat…”, Cie Stefanny merengek, rona mukanya
semakin memerah.
“Enggak Cie, Eliza cuma godain Cie Stefanny kok. Eliza… Dari
sejak Eliza tahu kalau Cie Cie udah putus sama ko Melvin, Eliza justru senang
kalau Cie Cie mau kenalan sama koko, terus…”, aku tak melanjutkan kata kataku
dan memeluk Cie Stefanny dengan penuh rasa sayang.
“Eliza… kalau kamu berpikir seperti itu… kenapa tadi kamu
serahkan Cie Cie ke pembantu pembantu kamu… pakai kamu rekam segala…”, kata Cie
Stefanny yang tiba tiba tubuhnya menggigil, tak kusangka Cie Stefanny menangis.
©kisahbb
“Cie… maafkan Eliza, tadi Eliza cuma ingin Cie Cie bersenang
senang. Eliza kan udah janji kalau film tadi itu jadi rahasia kita berdua saja.
Cie, it’s just sex, not love”, aku sedikit tegang dan mencoba menenangkan
pikiran Cie Stefanny.
“Eliza… Cie Cie ini udah nggak virgin… ditambah dengan tadi
itu, apa sekarang Cie Cie ini masih layak untuk…”, kata kata Cie Stefanny
langsung kuhentikan dengan menempelkan jari telunjukku ke bibir Cie Stefanny.
“Cie… kalau koko dan yang lain nggak tahu, Cie Cie nggak
usah berpikiran aneh aneh. Eliza sayang Cie Cie, dan Eliza yakin koko itu juga
suka sama Cie Cie. Papa dan mama juga suka sama Cie Cie”, kataku sambil terus
memeluk Cie Stefanny dan menaruh kepalaku di pundak kanannya.
“Eliza pasti bantuin Cie Cie, kalau Cie Cie juga suka sama
kokoku”, aku berkata sungguh sungguh sambil memejamkan mataku.
“Makasih sayang…”, guman Cie Stefanny yang diam dalam
pelukanku.
“Cie… kita mandi yuk”, aku kembali mengajak Cie Stefanny
membersihkan badan kami yang masih belepotan keringat ini.
Cie Stefanny mengangguk dan kami berdua segera menuju ke
kamar mandi. Di dalam kamar mandi, kami mandi keramas dan saling membersihkan
badan kami, yang tentu saja diselingi kenakalan kenakalan kecil kami seperti
saling mencubit puting payudara kami, bahkan sesekali kami saling mencelupkan
jari ke vagina kami berdua dan tanpa ampun lagi kami saling memagut bibir
dengan mesra.
Tak lupa aku mengambil cairan pembersih vagina yang biasa
kupakai, dan jantungku berdegup kencang karena membayangkan saat saat aku
menggunakan cairan itu untuk membersihkan liang vagina Cie Stefanny.
“Ssshhh… mmmhhh…”, rintih Cie Stefanny ketika aku
mencelupkan jariku yang sudah kuolesi cairan pengharum vagina milikku ini ke
dalam liang vagina Cie Stefanny. ©kisahbb
Sebenarnya kalau menuruti hawa nafsu birahiku yang kini
sudah kembali bergejolak, ingin rasanya aku mengaduk aduk liang vagina Cie
Stefanny, dan kembali mengajak Cie Stefanny bercinta atau kalau perlu aku
memperkosa Cie Stefanny. Tapi aku sadar ini sudah terlalu malam, aku harus
segera tidur karena besok sekolahku tidak libur, belum lagi besok itu aku harus
mengikuti ulangan bahasa Inggris pada jam pertama.
Selain itu, aku sadar kalau aku harus memberikan kesempatan
pada tubuhku untuk beristirahat, demikian juga dengan tubuh Cie Stefanny. Kami
berdua baru saja jadi obyek pesta seks, apalagi aku yang dalam 20 jam ini harus
ngeseks dengan banyak orang, rasanya vaginaku seperti bengkak saja. Maka aku
hanya diam menahan gejolak birahi ini.
“Sayang, sekarang kita pakai bra dan celana dalam ya?”,
tanya Cie Stefanny ragu.
“Mmm… iya deh Cie”, jawabku.
Kami berdua saling menghanduki tubuh kami, dan tanpa rasa
canggung kami saling memakaikan bra hingga payudara kami terbungkus rapi dalam
bra kami masing masing. Dan setelah sama sama memakai celana dalam, kami diam
sejenak dan saling pandang.
“Cie, gini aja ya, nggak usah pakai baju”, kataku.
“Duh sayang, nanti kita keterusan lagi deh”, rengek Cie
Stefanny.
“Mmm…”, aku berpikir sejenak.
“Nanti aja dipikir Cie, sekarang kita ganti sprei dulu yuk”,
kataku lagi. (kisah bb)
Kami berdua mengganti sprei ranjangku yang penuh dengan
bekas keringat, bahkan ada bercak bercak tetesan sperma entah milik siapa. Bed
cover ranjangku juga harus diganti, dan kami sama sama melipat sprei dan bed
cover ini sekedarnya, lalu semuanya kuletakkan di dalam keranjang baju kotor.
Aku mengambil sprei dan bed cover dari lemari, lalu kami berdua memasang sprei
ini di ranjangku.
Bau harum langsung memenuhi ruangan ini. Aku membayangkan
tidur ranjangku yang nyaman, dalam pelukan Cie Stefanny, tanpa mengenakan baju.
Maka aku tak bertanya lagi, dan tanpa peringatan aku langsung berlari mendekati
Cie Stefanny, lalu menerkamnya hingga kami berdua jatuh ke ranjangku.
“Elizaa… ampun sayang… Cie Cie capeek…”, rengek Cie
Stefanny.
“Nggak kok Cie, Eliza bukan mau mengajak Cie Cie bercinta
lagi… Eliza cuma ingin malam ini kita tidur nggak pakai baju aja”, kataku
manja.
“Duh anak nakal… iya iya Cie Cie nggak pakai baju”, kata Cie
Stefanny yang pura pura merajuk. ©kisahbb
Aku tertawa geli, dan bed cover itu langsung kuselimutkan
membungkus tubuh kami berdua. Di dalam bed cover ini kami berdua saling peluk
dengan mesra layaknya sepasang kekasih. Sesekali bibir kami saling berpagut
mesra, walaupun kami berdua sudah sama sama sangat mengantuk. Aku sangat
menikmati saat saat tidur dalam pelukan Cie Stefanny seperti ini.
Aku tahu kegilaan kami kali tadi ini bukanlah kegilaan kami
yang terakhir. Entah apa yang kelak akan kami berdua lakukan bersama, yang
jelas aku tahu aku pasti akan sangat menikmatinya, bercinta dengan Cie
Stefanny, calon kakak iparku. Dan kini aku berharap bisa tidur dengan pulas
sampai nanti wekerku berbunyi.
No comments:
Post a Comment