Hana
"Embun memberkahi pagi dengan kesejukan. Meninggalkan purnama yang
tersenyum manis menyapa surya. Dengan segala ke agunganMu Tuhan, aku
bersyukur atas seluruh nafas yang dapat ku hirup pagi ini".
Aku terjaga di fajar pagi, setelah melakukan ibadah wajib aku
melanjutkan persiapanku menyambut hari. Aku seorang ibu dari satu anak,
bidadariku yang bernama Rosi. Aku adalah istri dari seorang suami, pria
yang sangat aku cintai Mas Bram. Aku sendiri seorang wanita muslimah,
Hana Sasmita namaku, terlahir 31 tahun yang lalu sebagai anak tunggal.
Aku adalah seorang penulis blog yang berisikan tentang pengalaman dari
setiap istri dalam rumah tangga mereka. Kisah tentang kebahagian,
kesedihan, kepahitan, semua aku dengarkan. Aku jawab dengan kapasitas
yang aku punya. Aku bahagia bisa membantu kebanyakan pasangan untuk
sekedar mendengarkan keluhan mereka dan atau memberikan mereka saran
untuk menjalani biduk rumah tangga. Atas sebab kegiatanku ini, aku kini
bekerja di sebuah majalah wanita ternama sebagai kepala editor untuk
bidang wanita muslimah.
Pagi ini setelah menyiapkan sarapan untuk mas Bram dan bidadari kecilku
rosi, aku duduk dihadapan laptopku sambil menunggu keluargaku selesai
mempersiapkan pagi mereka. Pagi ini aku membuka blog ku dan seperti
biasa banyak email yang masuk untuk bercerita tentang pengalaman yang
mereka alami dalam rumah tangga mereka. Baru saja aku membuka email
pertama, mas Bram sudah memanggilku, "bundaa, bun dasi ayah mana ya?".
Aku sedikit belari menuju kamarku menemui mas bram. Aku memang lupa
menyiapkan dasinya pagi ini "maaf ayah, bunda lupa menyiapkannya
sekalian dengan kemeja dan jas ayah. Biar bunda ambilkan yang warna biru
ya yah, biar cocok dengan stelannya." Jawabku, "iya bunda. Bunda pasti
selalu tau apa yang ayah butuhkan." Jawabnya santai tanpa melihat
kearahku karna mas bram sedang sibuk memakai celananya. "Bunda, bunda
cantik sekali pagi ini lain dari biasanya." Dia membisikkan itu sambil
memeluku dari belakang saat aku sedang memilihkannya dasi "ayah bisa
saja, hari ini dan hari-hari yang lain sama saja." Sambil membalik
badanku melepaskan pelukkannya aku langsung memasangkan dasi biru itu
kelehernya "ayah tidak ingin terlambat kan? Maka cepatlah rapihkan
pakaian ayah. Bunda akan membantu rosi, lalu kita sarapan bersama." Dan
dia menjawab "bunda, ayah hanya kangen dengan bunda dan memang bunda
terlihat cantik pagi ini. Sekedar memeluk tak akan membuat ayah
terlambat." Aku hanya tersenyum lalu meninggalkan suamiku untuk menuju
kamar rosi membantu anakku menyiapkan buku" untuk sekolahnya. Setelah
selesai mengurus rosi, kami pun sarapan bersama. Lalu aku mengantarkan
anak dan suamiku sampai depan gerbang rumahku. Karena hari ini aku tidak
perlu kekantor, aku akan dirumah saja membaca email yang masuk ke
blogku, sambil mencari inspirasi untuk halaman majalah muslimah.
Dihadapan laptopku aku terpaku, sambil terus membaca kalimat demi
kalimat yang dikirimkan ke email blogku. Pagi ini aku membaca blog dari
seorang wanita yang menjadi korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)
yang dilakukan oleh suaminya. Sedang serius mengamati email tersebut,
dari depan rumah terdengar suara orang yang mengetuk pintu dengan keras
sambil memanggil-manggil namaku. "Hanaa, assalamualaikum han!", sambil
terus mengetuk pintu dengan tidak sabar "Hannaa, ini annisaa han!", aku
sedikit berlari keluar dari ruang kerjaku menuju pintu depan "iya
sebentar" jawabku, saat pintu kubuka ternyata annisa sahabatku yang
bertamu sambil menangis nisa langsung larut dalam pelukanku.
"waalaikumsalam Ada apa niss, ko kamu nangis gini niss? Cerita sama aku
ada apa?" Tapi dia tetap terus menagis "niss kalo kamu nangis terus aku
gatau kamu kenapa. Ayo berhenti dulu nangisnya, terus cerita sama aku."
Sambil aku bantu untuk menhapus air mata dari pipinya. "Bang rudolf han,
bang rudolf!" Tangis anissa pun pecah lagi "bang rudolf sepertinya
selingkuh, tapi saat aku tanya dia mengelak dan malah berlaku kasar
kepada ku han, Aku takut" nisa menjelaskan sambil tetap menagis "hmm,
yaudah berhenti dulu nangisnya. Baru cerita semua ke aku ya niss".
Akhirnya tangis annisa pun reda, lalu annisa menceritakan semuanya
tentang tanda-tanda keberadaan wanita lain serta kasarnya bang rudolf
suami annisa setiap annisa menanyakan prihal itu. Annisa ini sahabatku
sejak di unervitas dulu, ia sudah lama menikah dengan bang rudolf dan
dikaruniai satu anak lelaki bernama dante, dante teman rosi disekolah.
Kami tinggal bertetanggan dalam satu perumahan, hanya berbeda beberapa
blok.
Setelah annisa menceritakan semua aku menyuruhnya untuk lebih tenang dan
sabar dalam menghadapi suaminya yang memang memiliki watak keras itu,
aku pun menyarankan annisa untuk tidak terlalu suudzan terhadap suaminya
kalo belum ada bukti yang kuat. "Iya han, aku ngerti ko. Mungkin akunya
juga yg terlalu cemburuan sehingga membuat bang rudolf tersinggung"
annisa mulai semakin tenang "iya niss, nanti aku bantu bicara sama bang
rudolf ya niss" sambil tersenyum annisa pun memelukku dengan lega
"makasih ya han, kamu memang baik sekali. Selalu mengerti aku. Beruntung
punya sahabat seperti kamu han" aku pun tersenyum "senang bisa terus
membantu niss" aku merasa senang setiap kali aku bisa memberi saran atau
bahkan solusi terhadap istri yang mungkin sedang mengalami masalah
dalam rumah tangganya. "Tapi han, aku belum berani pulang sekarang. Aku
takut bang rudolf masih marah terhadapku han" wajah annisa kembali
murung dengan cemas "iya kamu istirhat saja dulu disini niss sambil
menunggu dante pulang. Nanti aku coba untuk menemui bang rudolf untuk
membicarakannya niss, kamu istirahat saja dikamarku niss. Aku tinggal
sebentar ada yang perlu aku beli dan sekalian mampir menemui bang rudolf
niss, kamu ga apa-apa kan aku tinggal?" Aku bertanya "justru aku yang
yang ga enak, apa aku ga apa-apa sendirian dirumah km han?", "ga apa-apa
ko niss, kita kan sudah kaya saudara" sambil merapihkan jilbabku, aku
bersiap untuk keluar membeli tinta printer yang memang sudah habis. "Aku
tinggal sebentar ya niss, istirahatlah dikamar niss pintunya ga aku
kunci ko" sambil berjalan menuju pintu "iya han, maaf merepotkan dan
terimakasih banyak ya hana". Lalu aku pergi meninggalkan annisa
sendirian dirumahku untuk beristirahat.
Setelah selesai membeli tinta printer di counter depan perumahanku, aku
menjalankan mobilku menuju kerumah annisa sebelum aku pulang. Mencoba
mencaritahu kesalahpahaman yang terjadi antara annisa dan bang rudolf.
Agak jengah aku hari ini, sedari tadi saat aku berjalan dipertokoan saat
hendak membeli tinta ditoko langgananku hampir setiap mata lelaki
menatap tajam padaku. Tatapan yang mengerikan, tatapan zina mata
laki-laki. Sialnya lagi toko biasa sempatku membeli tinta tutup jadi aku
harus berjalan agak jauh untuk menuju ketoko selanjutnya. Aku tidak
pernah belanja disini, karna segilitiran orang bilang bahwa arang disini
agak mahal dan penjualnya kurang sopan dalam melayani pembeli. Namun
karena aku memnag butuh tinta itu hari ini maka mau tidak mau aku pergi
ketoko tersebut. Sampai didalam toko, benar saja yang dikatakan
orang-orang penjaga toko itu menatapku tajam dari ujung kaki keujung
kepala seolah sedang menikmati sebuah mamndangan indah. Apa aku sebegitu
indah, apa benar kata mas Bram bahwa aku memang cantik. Tapi kenapa
baru sekarang tatapan-tatapan ini tertuju padaku. Tatapan tajam yang
menyiratkan kekaguman juga nafsu, padahal aku memakai pakaian tertutup
yang sangat menjaga auratku. Tapi mengapa mereka seolah-olah melihatku
dengan tanpa sehelai benang pun. Haruskah aku bahagia atas kekaguman
mereka atau malah seharusnya aku khawatir. �mau cari apa mbaknya?� belum
habis pikiranku melayang si penjaga toko memecahkan lamunanku dengan
pertanyaanya yang membuatku jadi bingung �anu mau cari anu mas yang
hitam.� Lalu dia menjawab dengan tampang kaget dan senyum yang aneh �anu
yang hitam? Punya saya ga hitam-hitam banget mbak. Tapi besar ko. Hehe�
jawaban yang sangat merendahkanku �astagfirullah hana, kenapa aku bisa
tidak fokus seperti ini setelah ditatap oleh banyak lelaki.� Umpatku
dalam hati �mbakk, beneran jadi mau anu saya??hehe coba dulu aja kali
mbaknya suka.� Tampang menjijikan itu menyeringai didepanku. �maaf,
tolong masnya yang sopan ya. Maaf saya hanya kurang fokus yang saya
maksud tinta printer warna hitam!� jawabanku agak keras kepdanya
berharap dia berhenti menggodaku �on tinta printer warna hitam, ya
mbaknya bilangnya anu, saya pikir anu yang itu yang tintanya warna
putih.hehe� jawabnya ringan, �astagfirullah, saya ga ngerti ya maksudnya
mas. Tolong saya Cuma butuh tinta hitam sekarang saya buru-buru, berapa
harganya?� lalu tiba-tiba dia meraih tanganku sambil berkata �ah
mbaknya pura-pura gatau sama anu itu. Jangan gitu ah nanti jadi suka dan
ketagihan lho sama si anu itu.� Wajahku terasa panas dan memerah pasti
dan bukan segera menarik lepas tanganku dari genggamannya aku malah
seolah terpaku tatapan tajamnya dan genggaman juga belayan lembut
jarinya, seperti ada aliran yang mengalir di saraf sensorik ku menuju
otakku sehingga aku tak mau melepaskan pegangannya. �sekali lagi tolong
saya hanya butuh tinta hitam sekarang!� lalu dia melepas genggamannya
dan mengambil tinta yang ku maksud dan memberikannya padaku �ini toh anu
yang mbak cari. Yang hitam. Geratis saja buat mbaknya sebagai ganti
sudah boleh pegang tangan mbaknya tadi.hehe�. �jangan kurang ajar ya
mas, saya sudah sabar dari tadi. Saya bukan wanita bayaran seperti yang
mas fikir. Maaf saya masih mampu bayar tinta ini!� seraya meletakan uang
seratus ribu di etalase tokonya dan berbalik menuju pintu keluar. Belum
sempat melangkah keluar �haha mbaknya munafik tadi diusap-usap
tangannya diem aja. Saya ga butuh uangnya mbak, saya bakal kasih gratis
semua tinta yang mbak minta asal mbak beli ditempat saya. Dan saya yakin
mbaknya pasti balik lagi kesini kalo nganunya suda habis. Hehe saya
tunggu mbak.� Setengah berteriak sambil meleparkangumpalan uang seratus
ribu yang tadi aku letakan. Aku terus berjaan tak menggubris
perkataanya, walaupun perkataan tersebut terus terngiang difikiranku
sepanjang jalanku menuju mobil, juga tatapan tatapan nakal itu masih
menyertai perjalananku menuju mobil. Dialam mobil aku masih tak habis
pikir mengapa para lelaki tak henti-hentinya menatap setiap liuk
tubuhku. Mengapa harus aku, pakaianku tertutup rapi tak sedikitpun
menunjukkan sisi erotis namun mengapan tatapan itu seolah membiusku,
menyampaikan pesan bahwa aku adalah wanita paling sexy Juga mengapa
penjual itu bisa berkata seperti itu, mengapa dia bisa sebegitu yakin
bahwa aku akan kembali ke tokonya untuk membeli tinta, atau dengan kata
lain kembali ketokonya untuk dilecehkan. Mengapa aku tak bisa berhenti
memikirkan hal itu, dan setiap aku memikirkanya jantungku berdebar,
terasa panas sekujur tubuhku, �apa yang terjadi padaku? Ada apa
denganku? Istigfar hana, istigfarr..�seraya menghembuskan nafas dan
menyalakan mesin mobilku menuju kembali keperumahanku.
No comments:
Post a Comment